Selasa, 13 Oktober 2009

UU ITE Baru Berlaku Dua Tahun Lagi? Kasus Prita

Menurut hakim, UU ITE belum berlaku sehingga tak bisa diterapkan terhadap Prita Mulyasari. Benarkah?

Untuk sementara waktu, Prita Mulyasari boleh bernafas lega. Dalam waktu dekat ia tak perlu rajin-rajin menyambangi gedung Pengadilan Negeri Tangerang setiap pekannya. Ini terjadi setelah majelis hakim pimpinan Karel Tuppu menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum.

Hakim Karel mengungkapkan hal itu dalam putusan sela yang dibacakan pada Kamis (25/6). Sebelum menyatakan dakwaan penuntut umum batal demi hukum, hakim menyatakan menerima eksepsi penasehat hukum Prita. Selain itu, biaya perkara yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada negara.

Dalam pertimbangan hukumnya, hakim menyatakan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) belum memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Sebab, beberapa peraturan pemerintah yang dimandatkan dalam Undang-Undang ini belum terbentuk.

Hakim mengutip Pasal 54 ayat (2) UU ITE yang memberikan tenggat waktu paling lama dua tahun untuk membentuk peraturan pemerintah. “Dengan demikian, UU ITE ini akan berlaku efektif, dua tahun setelah diundangkan, yakni pada April 2010.”

Untuk menguatkan pendapatnya, hakim menyitir beberapa pendapat pakar hukum yang tertulis di beberapa buku. Salah satunya adalah Maria Farida, pakar hukum ilmu perundang-undangan Universitas Indonesia.

Maria Farida, seperti dikutip hakim, dalam bukunya berjudul Ilmu Perundang-Undangan: Dasar dan Pembentukkannya, menyatakan ada beberapa bentuk mengenai daya laku dan daya ikat suatu peraturan perundang-undangan. Pertama, suatu peraturan perundang-undangan langsung memiliki daya laku dan daya ikat setelah diundangkan.

Kedua, daya ikat suatu peraturan perundang-undangan terjadi beberapa waktu setelah terjadi daya laku. Ketiga, daya laku dan daya ikat suatu perundang-undangan bisa berlaku surut dari tanggal pengundangan. Hakim mencomot pendapat yang kedua, dimana UU ITE dinyatakan baru memiliki daya ikat setelah dua tahun diundangkan.

Tak cuma pendapat pakar hukum. Hakim juga mencuplik ketentuan Pasal 39 Ayat (1) dan Pasal 39 Ayat (2) Penjelasan Pasal 50 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukkan Peraturan Perundang-undangan untuk menguatkan pendapatnya.

Pasal 39 UU No. 10/2004

(1) Peraturan Pemerintah ditetapkan untuk melaksanakan Undang-Undang.

(2) Setiap Undang-Undang wajib mencantumkan batas waktu penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya sebagai pelaksanaan Undang-Undang tersebut.

Penjelasan Pasal 50 UU No. 10/2004

Berlakunya Peraturan Perundang-undangan yang tidak, sama dengan tanggal Pengundangan, dimungkinkan, untuk persiapan sarana dan prasarana serta kesiapan aparatur pelaksana Peraturan Perundang-undangan tersebut.

“Menimbang berdasarkan penjelasan di atas, maka UU ITE belum dapat diberlakukan atau diterapkan kepada terdakwa Prita Mulyasari. Oleh karena keberlakuan Undang-Undang itu baru efektif setelah dua tahun diundangkan,” tegas hakim menyimpulkan.

Lebih jauh, hakim menilai tindakan jaksa yang memasukkan UU ITE kedalam dakwaan, adalah tindakan yang tidak cermat, jelas dan lengkap dalam menguraikan suatu tindak pidana. Sehingga hakim menilai dakwaan jaksa layak dinyatakan batal demi hukum.

Sekadar mengingatkan, Pasal 143 ayat (3) KUHAP membolehkan surat dakwaan dinyatakan batal demi hukum jika tidak menguraikan tindak pidana yang didakwakan secara cermat, jelas dan lengkap yang disertai dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.


Sudah Berlaku


Jaksa penuntut umum Riyadi langsung menyatakan akan mengajukan perlawanan (verzet) atas putusan hakim. Ia berkeyakinan UU ITE sudah bisa diterapkan dalam perkara ini. “Setelah kami terima salinan putusan, kami akan segera menyusun memori verzet untuk diajukan ke Pengadilan Tinggi Banten.”

Tak hanya Riyadi yang berbeda pendapat dengan hakim. Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Indepedensi Peradilan (LeIP) Arsil juga mengutarakan hal serupa. “Bunyi Pasal 54 Ayat (1) UU ITE sudah jelas. Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” kata Arsil membacakan bunyi Pasal dimaksud.

Arsil kembali menyayangkan sikap hakim yang menelan mentah-mentah bunyi Pasal 54 Ayat (2) UU ITE. “Pertama, ketentuan penghinaan yang ada dalam Pasal 27 Ayat (3) UU ITE tidak mengharuskan adanya peraturan pemerintah.”

Selain itu, lanjut Arsil, hakim seolah-olah menghilangkan kata ‘paling lama’ di depan kata ‘dua tahun’. “Jadi misalnya pemerintah mampu menerbitkan peraturan pemerintah dalam waktu satu hari setelah diundangkan, apakah UU ITE ini tetap baru berlaku setalah dua tahun?”

Lebih jauh Arsil khawatir kekeliruan cara berpikir hakim dalam membaca dan menafsirkan Undang-Undang akan menular ke pihak lain. “Jangan-jangan nanti semua orang akan berpikir kalau suatu Undang-Undang baru berlaku kalau semua peraturan teknisnya sudah ada. Gawat.”

Apapun perdebatan yang lahir, yang jelas Prita sangat mensyukuri atas putusan sela ini. Setidaknya untuk beberapa waktu ke depan, pikirannya tak lagi terbebani untuk datang ke persidangan.

0 komentar:

Posting Komentar