Rabu, 14 Oktober 2009

Kudeta Redaksional UU Kesehatan, Mesti Diusut
Gabungan lembaga dan masyarakat peduli ASI menggelar konfrensi pers yang menolak pengesyahan RUU Kesehatan

Senin, 12 Oktober 2009 | 20:46 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Yurnaldi

PADANG, KOMPAS.com — Kudeta redaksional yang terjadi pada Undang-Undang Kesehatan tak bisa dianggap sepele. Ini persoalan serius yang semestinya harus diusut, siapa yang menjadi biang terjadinya hal ini. Sebab, jangankan menghilangkan butiran ayat dari sebuah pasal, mengubah titik-koma sekalipun harus melalui rapat paripurna.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Padang, Saldi Isra, mengatakan hal itu, Senin (12/10) di Padang. "Ini bukan kasus yang pertama karena sebelumnya juga pernah terjadi pada Undang-Undang tentang Legislatif. Namun demikian, kejadian kudeta redaksional ini jangan diabaikan begitu saja. Sebab, jika hal ini terjadi karena pelaku di DPR, berpotensi merugikan Presiden. Dan, jika terjadi penghilangan ayat di pasal itu di legislatif, ini berpotensi merugikan legislatif," tandas Saldi Isra.

Kudeta redaksional itu terjadi pada Bagian ke-17 Pengamanan Zat Adiktif, Pasal 113. Ketika ditetapkan paripurna DPR, ada tiga ayat dalam Pasal 113 tersebut. Namun, ketika ditandatangani Presiden dan disahkan sebagai lembaran negara, pasal tersebut hanya terdiri dari dua ayat.

Ayat (2) yang hilang tersebut berbunyi: Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya. Sedangkan Pasal (3) pada hasil rapat paripurna menjadi Pasal (2) pada UU Kesehatan di lembaran negara yang ditandatangani Presiden, yang bunyinya: Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan.

Saldi menjelaskan, walaupun sudah disahkan, ditandatangani Presiden dan menjadi lembaran negara, masih ada peluang masyarakat untuk mengajukan ke Mahkamah Konstitusi. Apa yang ditetapkan di paripurna harus menjadi pegangan setiap orang. Jika terjadi kudeta redaksional bisa diajukan ke Mahkamah Agung karena cacat dari segi proses. Ada uji formal dan uji material. Uji material karena ada kudeta redaksional atau istilah lain penyelundupan legislasi. Uji formal karena terjadi sesuatu di luar konstitusi.

Menurut Saldi, terjadinya kudeta redaksional pada Undang-Undang Kesehatan itu diduga ada permainan uang pihak-pihak terkait dengan masalah tembakau atau produk yang mengandung tembakau. Karena pasti ada pihak-pihak yang dirugikan dengan keberadaan Ayat (2) yang dikudeta tersebut. Segera usut siapa yang bermain dan apa motifnya, tandas Saldi, salah seorang tokoh yang pernah mendapatkan Bung Hatta Anticorruption Award.

0 komentar:

Posting Komentar