tag:blogger.com,1999:blog-53114103238334712382024-03-18T20:31:24.382-07:00MANGASI HASINGGAN SIMANJORANGMANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.comBlogger43125tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-52491546002087677132011-01-27T07:54:00.000-08:002011-01-27T07:55:58.091-08:00kutipan<!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">TEKNIK PERADILAN SEMU (BERPERSPEKTIF KEADILAN JENDER)<a style="" href="#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><b style=""><span style="font-size: 12pt; font-family: "Book Antiqua";">[1]</span></b></span></span></span></a> </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Oleh :<span style=""> </span>Junaedi, S.H.,M.Si.,LL.M.<a style="" href="#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference">*</span></a></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Pendahuluan </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Para Sarjana lulusan pendidikan tinggi hukum sangat diharapkan untuk dapat mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan hukum yang didapat untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan masyarakat. Untuk itu mutu lulusan pendidikan tinggi hukum perlu terus ditingkatkan dengan teknik pendidikan pengajaran yang lebih berorientasi pada penggabungan kemampuan teori dan praktis. Tuntutan yang tinggi untuk mutu lulusan juga sangat diharapkan bagi sarjana hukum yang memiliki moralitas tinggi dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dengan penerapan hukum yang tidak didasarkan pada yuridis normative belaka, namun juga mempertimbangkan sisi lain dari penerapan hukum guna distribusi keadilan secara berimbang. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Pola pendidikan dan pengajaran yang berorientasi pada kemampuan praktik hukum mahasiswa adalah dengan menggabungkan pemahaman teori dan pemahaman praktik hukum secara riil yaitu dengan pendidikan yang berorinetasi pada latihan pemecahan permasalahan hukum yang ada di masyarakat. Dengan metode ini maka akan semakin mendekatkan mahasiswa kepada permasalahan riil yang ada di masyarakat, sehingga capaian untuk ‘menelurkan’ sarjana hukum yang mampu membantu memecahkan masalah di masyarakat akan terwujud. Seorang sarjana hukum pada hakikatnya adalah ‘dokter’ bagi penyembuhan atau pengikisan masyarakat lewat rekomendasi pemecahan masalah melalui berbagai cara. Mekanisme peradilan sendiri adalah salah satu media bagi penyelesaian permasalahan yang timbul di masyarakat. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Pendidikan tinggi hukum yang saat ini banyak didominasi dengan pola pendidikan satu arah atau ceramah, meskipun di berbagai perguruan tinggi kini juga sudah di gabungkan dengan metode diskusi terarah. Sedangkan pengajaran dengan menggabungkan kemampuan praktik hukum saat ini lebih banyak diarhkan berdasarkan rumpun perkara yang ada dalam cabang peradilan misalnya Praktik Hukum Pidana, Praktik Hukum Perdata dan Praktik Hukum PTUN, sedangkan pengajaran pada pendidikan tersebut dibatasi oleh masa pengajaran yang hanya berlangsung 14 (empat belas) Pertemuan sedangkan materi pengajaran yang diajarkan akan juga mengalami berbagai irisan dengan perkuliahan Hukum Acara meskipun dalam pengajaran Praktik hukum banyak diarahkan pada pemberkasan sedangkan pemahaman materi hukum sendiri bukanlah prioritas karena hal ini telah ada dalam perkuliahan tersendiri. Sedangkan pengajaran pada perkuliahan “materiil” tersebut kurang diarahkan pada pembelajaran kasus hukum yang terkini dan pemberian kesempatan kepada mahasiswa untuk menyelesaikan perkara yang ada dalam mekanisme peradilan dalam hal perkara tersebut dibawa ke pengadilan (<i style="">moot court</i>). Untuk itu pendidikan dan pengajaran peradilan seharusnya tidak saja diserahkan pada perkuliahan praktik hukum namun juga diterapkan pada perkuliahan lain sebagai media pemberian pemahaman yang lebih baik bagi mahasiswa. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Metode peradilan semu juga dapat dijadikan sebagai media bagi penyebarluasan pemahaman akan issue hukum atau mekanisme hukum terkini. Metode peradilan semu telah pula dijalankan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerjasama dengan Pusat Kajian Wanita dan Jender Universitas Indonesia dan Komnas Perempuan. Dalam kerjasama yang dilakukan selama lebih kurang satu tahun dengan penyelenggaraan kompetisi peradilan semu sebanyak tiga kali dengan tiga tingkatan yang berbeda<a style="" href="#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Book Antiqua";">[2]</span></span></span></span></a>, penyebarluasan akan pemahaman keadilan berperspektif Jender berhasil ditampilkan dengan baik oleh peserta berdasarkan komponen penilaian yang telah ditetapkan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Kegembiraan tak terhingga saya lahir ketika diberitahu akan adanya kompetisi peradilan semu pidana berperspektif keadilan jender dilangsungkan di Yogyakarta. Terlebih penyelenggaran ini dilakukan pasca ditetapkannya UU tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga<a style="" href="#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Book Antiqua";">[3]</span></span></span></span></a>. Dengan begitu saya sangat yakin,<span style=""> </span>kompetisi akan lebih hidup dan mahasiswa akan menampilkan penampilan yang jauh lebih baik dar ang diselenggarkan di UI sebelumnya. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam bagian-bagian selanjutnya, saya akan memaparkan berbagai hal yang berkaiatan dengan penyelenggaran atau keikutsertaan dalam kompetisi peradilan semu berperspektif Jender. Dimana tulisan ini dibuat berdasarkan pengetahuan dan pengalaman saya yang masih sangat terbatas. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Teknik Pembuatan Berkas Peradilan Semu</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Bahwa dalam kompetisi peradilan semu pembuatan berkas sangat penting dalam memberikan daya dukung bagi penampilan peradilan semu yang optimal, karena berkas ini dapat menjadi bahan acuan yang sangat baik bagi penampilan team. Untuk itu pembuatan berkas hendak mengacu pada pemberkasan sebagaimana yang terdapat dalam peraturan-perundangan yang berlaku atau pedoman pembuatan berkas yang berlaku dimasing-masing instansi dalam buku petujuk pelaksanaan/petunjuk teknis/petunjuk adminisrasi yang berlaku dalam tiap instansi atau lembaga penegakan hukum. Pentingnya pemberkasan yang sesuai dengan kaidah tersebut maka akan semakin mendekatkan penilain yang lebih bik dan penampilan teknis peradilan yang baik</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Pembuatan Surat Dakwaan<a style="" href="#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><b style=""><span style="font-size: 12pt; font-family: "Book Antiqua";">[4]</span></b></span></span></span></a> </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Posisi hukum surat dakwaan sangat penting proses peradilan pidana karena surat dakwaan memegang posisi sentral dalam proses penegakan hukum dan keadilan di pengadilan. Surat juga menjadi dasar sekaligus membatasi ruang lingkup pemeriksaan, dituntut adanya kemampuan dan kemahiran mahasiswa yang memerankan jaksa dalam penyusunan surat dakwaan. Untuk itu pembahasan perihal surat dakwaan dilakukan diawal dalam pembahasan pembuatan berkas ini.<span style=""> </span>Selanjutnya akan dilakukan pembahasan yang lebih jauh seluk beluk surat dakwaan dan fuingsinya dalam proses pemeriksaan perkara pidana di pengadilan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">a.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Fungsi Surat dakwaan </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Surat Dakwaan menempati posisi sentral dan tombak dari pemeriksaan perkara di pengadilan yang menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas penuntutan. Surat dakwaan merupakan penataan konstruksi yuridis atas fakta-fakta perbuatan terdakwa yang terungkap dalam proses penyelidikan dan penyidikan akan terlihat dari suatu Surat Dakwaan. Dakwaan disusun dengan cara merangkai perpaduan antara fakta-fakta perbuatan tersebut dengan unsur-unsur tindak pidana yang bersangkutan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Ditinjau dari berbagai kepentingan yang berkaitan dengan pemeriksaan tindak pidana, maka fungsi surat dakwaan dapat diatagorikan sebagai berikut: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">1)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">bagi pengadilan/hakim, surat dakwaan merupakan dasar dan sekaligus membatasi ruang lingkup pemeriksaan, dasar pertimbangan dalam penjatuhan keputusan;</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">2)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">bagi penuntut umum, Surat Dakwaan merupakan dasar pembuktian/analisis yuridis, tuntutan pidana dan penggunaan upaya hukum;</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">3)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">bagi terdakwa/penasehat hukum, surat dakwaan merupakan dasar untuk mempersiapkan pembelaan.<span style=""> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">b.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dasar Pembuatan Surat Dakwaan</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Surat</span><span style="font-family: "Book Antiqua";"> dakwaan adalah berkas yang dipersiapkan oleh Jaksa penuntut Umum sebagai bentuk pertanggungjawabannya kepada public atas penyerahan kekuasaan untuk menuntut yang diberikan oleh public kepadanya<a style="" href="#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Book Antiqua";">[5]</span></span></span></span></a>. Dalam pasal 14 huruf d KUHAP ditetapkan bahwa yang berwenang membuat Surat Dakwaan adalah Penuntut Umum, sebagaimana disebutkan sebagai berikut: </span></p> <p style="margin-left: 72pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="EN-GB">Penuntut umum mempunyai wewenang:</span></p> <p style="margin-left: 72pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="EN-GB">d. membuat surat dakwaan;</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam pasal 137 KUHAP disebutkan bahwa penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkaranya ke pengadilan. Dealam pasal 140 ayat 1 disebutkan bahwa pembuatan surat dakwaan dilakukan oleh penuntut umum bila ia berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">c.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Syarat Surat Dakwaan </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Syarat-syarat dalam pembuatan surat dakwaan terdapat dalam pasal 143 ayat (2) KUHAP, yakni syarat yang berkaitan dengan tanggal, tanda tangan, dan identitas lengkap terdakwa. Hal tersebut dalam praktek disebut syarat formil surat dakwaan. Sesuai dengan bunyi pasal 143 ayat 2 huruf a KUHAP disebutkan bahwa syarat formil surat dakwaan meliputi :</span></p> <ol style="margin-top: 0cm;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">surat</span><span style="font-family: "Book Antiqua";"> dakwaan harus dibubuhi tanggal dan tanda tangan penuntut umum pembuat surat dakwaan;</span></li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Surat</span><span style="font-family: "Book Antiqua";"> dakwaan harus memenuhi secara lengkap identitas terdakwa yang meliputi : nama lengkap, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan. </span></li></ol> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Selain harus memuat persyaratan formil sebagaimana disebutkan diatas, surat dakwaan juga harus memenuhi persyaratan materiil sebagaimana disebutkan dalam pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP, yang meliput:</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan;</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 99pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Uraian secara cermat berarti menuntut ketelitian jaksa penuntut umum dalam mempersiapkan Surat Dakwaan yang akan lalu diterapkan kepada terdakwa. Dengan menenpatkan kata cermat paling depan dalam rumusan pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP, pembuat Undang-undang menghendaki agar JPU dalam membuat surat dakwaan selalu bersikap korek dan teliti. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 99pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Uraian secara jelas, berarti uraian kejadian atau fakta kejadian yang jelas dalam surat dakwaan, sehingga terdakwa dengan mudah memahami apa yang didakwakan terhadap dirinya dan dapat mempersiapkan pembelaan dengan sebaik-baiknya. Dimana gambaran yang akan didapat oleh terdakwa adalah gambaran siapa yang melakukan tindak pidana, tindak pidana yang dilakukan, kapan dan dimana tindak pidana tersebut dilakukan, apa akibat yang ditimbulkan dan mengapa terdakwa melakukan tindak pidana tersebut. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 99pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Uraian secara lengkap, berarti surat dakwaan itu memuat semua unsure atau elemen tindak pidana yang didakwakan beserta waktu dan temapt tindak pidana dilakukan. Unsur-unsur tersebut harus terlukis dalam uraian fakta kejadian yang dituangkan dalam surat dakwaan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Secara materiil surat dakwaan dipandang telah memnuhi syarat apabila surat dakwaan tersebut relah memberi gambaran secara bulat dan utuh tentang:</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">a)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Tindak pidana yang dilakukan;</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">b)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Siapa yang melakukan tindak pidana;</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">c)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dimana tindak pidana dilakukan;</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">d)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Bilamana/kapan tindak pidana dilakukan;</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">e)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Bagaimana tindak pidana dilakukan;</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">f)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Akibat apa yang ditimbulkan tindak pidana tersebut (delik materiil)</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">g)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Apa yang mendorong terdakwa melakukan tindak pidana tersebut (delik-delik tertentu);</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">h)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Ketentuan-ketentuan pidana yang diterapkan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Komponen-komponen tersebut diatas secara kasuistis harus disesuaikan dengan jenis tindak pidana yang didakwakan (apakah tindak pidana tersebut termasuk delik materiil atau delik formil). </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Dengan demikian dapat diformulasikan bahwa syarat formil adalah syarat yang berkenaan dengan formalitas pembuatan suarat dakwaan, sedangkan syarat materiil adalah syarat yang berkenaan dengan materi atau substansi surat dakwaan. Untuk keabsahan surat dakwaan, kedua syarat tersebut harus dipenuhi. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Tidak dipenuhinya syarat formil akan menyebabkan surat dakwaan dapat dibatalkan (<i style="">vernietigbaar</i>), sedangkan dengan terpenuhinya syarat materiil menyebabkan dakwaan batal demi hukum (<i style="">absolutnietig</i>).<span style=""> </span><span style=""> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">d.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Bentuk Surat Dakwaan </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Undang-undang tidak menetapkan bentuk surat dakwaan dan adanya berbagai bentuk surat dakwaan dikenal dalam perkembangan praktek. Adapaun bentuk surat dakwaan yang dikenal adalah sebagai berikut: </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">1)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Tunggal </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam surat dakwaan ini hanya satu tindak piadan asaja yang didakwakan, tidak terdapat tindak pidana lain baik sebagai alternative maupun sebagai pengganti. Misalnya dalam surat dakwaan hanya didakwakan tindak pidana pencurian (Pasal 362 KUHP). </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">2)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Alternatif</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam bentuk ini surat dakwaan disusun atas beberapa lapisan yang satu mengecualikan dakwaan pada lapisan yang lain. Dakwaan alternative dipergunakan karena belum didapat kepastian tentang tindak pidana mana yang akan dapat dibuktikan. Lapisan dakwaan tersebut dimaksudkan sebagai “jaring berlapis” guna mencegah lolosnya terdakwa dari dakwaan. Meskipun dakwaan berlapis, hanya satu dakwaan saja yang akan dibuktikan, bila salah satu dakwaan terbukti, maka lapisan dakwaan lainnya tidak perlu dibuktikan lagi. Contoh dakwaan yang disusun secara alternative: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Pencurian (pasal 362 KUHP) atau Penadahan (pasal 480 KUHP)</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Pembuktian dakwaan tidak perlu dilakukan secara berurut sesuai lapisan dakwaan, tetapi langsung kepada lapisan dakwaan yang dipandang terbukti. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">3)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Subsidair</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Bentuk dakwaan ini dipergunakan apabila satu tindak pidana menyentuh beberapa ketentuan pidana, tetapi belum dapat diyakini kepastian perihal kualifikasi dan ketentuan pidana yang lebih tepat dapat dibuktikan. Lapisan dakwaan disusun secara berurutan dimulai dari tindak pidana yang diancam dengan pidana teringan dalam kelompok jenis tindak pidana yang sama. Misalnya lapisan dakwaan disusun secara berurut: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Primer: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Pembunuhan Berencana (pasal 340 KUHP)</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Subsidair: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Pembunuhan (338 KUHP) </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Lebih Subsidair:</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Penganiayaan berencana yang mengakibatkan matinya orang (pasal 355 ayat 2 KUHP) </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Lebih Subsidair lagi: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Penganiayaan berat yang mengakibatkan matinya orang (pasal 354 ayat 2 KUHP)</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Lebih-lebih Subsidair lagi: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Penganiayaan biasa yang mengakibatkan matinya orang (pasal 351 ayat 3 KUHP)</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Persamaannya dengan dakwaan alternative adalah hanya satu dakwaan saja yang akan dibuktikan, sedangkan perbedaannya pada system penyusunan<span style=""> </span>lapisan dakwaan dan pembuktiannya yang harus dilakukan secara berurutan dimulai dari lapisan pertama sampai kepada lapisan yang dipandang terbukti. Setiap lapisan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas disertai dengan tuntutan untuk dibebaskan dari dakwaan yang bersangkutan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">4)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Kumulatif</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Bentuk ini digunakan bila kepada terdakwa didakwakan beberapa tindak pidana sekaligus dan tindak pidana tersebut masing-masing berdiri sendiri. Semua tindak pidana yang didakwakan harus dibuktikan satu demi satu. Dakwaan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas disertai dengan tuntutan untuk membebaskan terdakwa dari dakwaan yang bersangkutan. Persamaannya dengan dakwaan subsidair karena sama-sama terdiri dari beberapa lapisan dakwaan dan pembuktiannya dilakukan secara berurutan. Misalnya dakwaan disusun: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Kesatu<span style=""> </span>: Pembunuhan (pasal 338 KUHP)</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Kedua<span style=""> </span>: Pencuruan dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP)</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Ketiga<span style=""> </span>: Perkosaan (pasal 285 KUHP)</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">5)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Kombinasi </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Bentuk ini merupakan perkembangan baru dalam praktek sesuai perkembangan di bidang kriminalitas yang semakin variatif baik dalam bentuk/jenisnya dalam modus operandi yang dipergunakan. Kombinasi/gabungan dakwaan tersebut terdiri atas dakwaan kumulatif dan dakwaan subsidair. Misalnya dakwaan disusun dengan sistematika sebagai berikut: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Kesatu:</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Primer: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP)</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Subsidair: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Pembunuhan biasa (pasal 338 KUHP)</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Lebih Subsidair: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Penganiayaan berencana yang mengakibatkan matinya orang (pasal 355 ayat 2 KUHP)</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Kedua: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Perampoka/pencurian dengan kekerasan (pasal 365 ayat 3 dan 4 KUHP)</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Ketiga: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Perkosaan (pasal 285 KUHP)<span style=""> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">e.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Tips Pembuatan Surat Dakwaan</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Teknik pembuatan surat dakwaan berkenaan dengan pemilihan bentuk surat dakwaan dan redaksi yang dipergunakan dalam merumuskan tindak pidana yang didakwakan </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">1)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Pemilihan bentuk </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Bentuk surat dakwaan disesuaikn dengan jenis tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa. Apabila terdakwa hanya melakukan satu tindak pidana, maka digunakan dakwaan tunggal. Dalam hal terdakwa melakukan satu tindak pidana yang menyentuh beberapa perumusan tindak pidana dalam undang-undang dan belum dapat dipastikan tentang kualifikasi dan ketentuan pidan ayang dilanggar, dipergunakan dakwaan alternative atau subsidair. Dalam hal terdakwa melakukan beberapa tindak pidana yang berdiri sendiri, dipergunakan bentuk dakwaan kumulatif. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">2)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Teknis Redaksional </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Hal ini berkenaan dengan cara merumuskan fakta-fakta dan perbuatan tedakwa yang dipadukan dengan unsure-unsur tindak pidana sesuai perumusan ketentuan pidana yang dilanggar, sehingga nampak dengan jelas bahwa fakta-fakta perbuatan terdakwa memenuhi segenap unsure tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pidana yang bersangkutan. Perumusan dimaksud harus dilengkapi dengan uraian tentang waktu dan tempat tindak pidana dilakukan. Uraian kedua komponen tersebut dilakukan secara sistematis dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang efektif. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Pembuatan Surat Tuntutan</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">a.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Format Tuntutan </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam penyusunan surat tuntutan pidana terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan semisal menempatkan surat dakwaan dalam bagian awal dan menempatkan hasil pembuktian yang telah dilakukan dalam tahap pembuktian kedalam analisa fakta maupun analisa yuridis.<span style=""> </span>Adapun format umum dalam penyusunan surat tuntutan adalah sebagai berikut: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">1)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Bagian Pendahuluan</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam bagian ini JPU memberikan pernyataan pembuka sebagai bagian dari ungkapan terima kasih atas kepemimpinan hakim yang telah memimpin perkara ini dengan baik dan lancer sehingga tahap pembuktian berjalan dengan baik. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">2)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Surat</span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"> dakwaan </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Bagian ini adalah pemuatan surat dakwaan dalam tuntutan pidana yang diajukan. Penempatan surat dakwaan dalam surat tuntutan adalah sebagai upaya mengingatkan kembali seluruh pihak dalam perjara aquo perihal surat dakwaan yang telah diajukan diawal persidangan. Hal ini juga sekaligus bertujuan untuk menghubungkan seluruh proses yang telah dilakukan dalam berbagai persidangan terdahulu. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">3)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Fakta-fakta yang terungkap dipersidangan </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam bagian ini, diunkapkan berbagai fakta yang berjhasil terungkap dalam persidangan, dimana JPU mengungkapkan satu persatu fakta yang telah terungkap dalam tahap sebelumnya. Jadi bagian ini adalah upaya untuk mengungkapkan kepada khalayak bahwa terdapat fakta-fakta yang terungkap dipersidangan sehingga perlu diungkapkan dalam penuntutan untuk mempersiapkan berbagai fakta atau alat bukti yang mendukung bagi pembuktian pasal-pasal yang telah didakwakan sebelumnya. Termasuk penempatan alat bukti lain selain alat bukti saksi, terdakwa dan keterangan ahli yang didengar dalam persidangan seperti misalnya terdapat alat bukti surat atau petunjuk yang diajukan ke persidangan. Juga diungkapkan perihal barang bukti yang telah diajukan ke muka siding.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">4)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Analisa fakta</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Analisa fakta berisikan ekstraksi dari keseluruhan fakta yang telah terungkap dalam persidangan baik itu melalui alat bukti saksi atau alat bukti lain. Analisa fakta ini ditujukan untuk memudahlan dalam penyusunan analisa yuridis yang akan dibuktikan berdasarkan pasal-pasal dakwaan.<span style=""> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">5)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Analisa Yuridis </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam melakukan analisis yuridis inil, dibuktikan perihal unsure-unsur pasal dakwaan yang dikaitkan dengan fakta-fakta yang terungkap dimuka siding. Dalam hal ini penjabaran unsur pasal dakwaan dilakukan secara cermat dan teliti jangan sampai ada unsure yang belum dibuktikan. Untuk metode pembuktian merujuk pada bentuk surat dakwaan yang dipilih (baca bagian bentuk surat dakwaan dalam bagian terdahulu)</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">6)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Kesimpulan </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam bagian kesimpulan ini, JPU harus mengungkapkan kesimpulan yang diambil atas berbagai fakta yang terungkap dan berdasarkan analisis yuridis pasal-pasal dakwaan, dimana dalam kesimpulan termaksud dinyatakan apakah terbukti atau tidak pasal dakwaan yang diajukan dalam surat dakwaan aquo. Dalam bagian kesimpulan juga diungkapkan hal-hal yang memberatkan dan meringkan berdasarkan pengamatan ataupun fakta yang didapat dalam persidangan. Dalam bagain kesimpulan yang terakhir diungkapkan tuntutan yang diajukan JPU atas perkara aquo misalnya “<b style="">Menuntut</b>” dstnya. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">7)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Penutup </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Bagian penutup ini adalah bagian untuk menutup keseluruhan isi tuntutan pidana yang telah diajukan sebelumnya dimana hal ini hanyalah pernyataan penutup atas proses persidangan yang telah dilakukan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"> </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">b.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Hal-hal yang harus diperhatikan <a style="" href="#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><b style=""><span style="font-size: 12pt; font-family: "Book Antiqua";">[6]</span></b></span></span></span></a></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">1)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Faktor-faktor yang harus diperhatikan </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Berikut ini adalah beberapa factor yang menjadi perhatian JPU dalam melakukan tuntutan pidana dimana berbagai hal yang diuraikan berikut ini dapat menjadi acuan dalam mepertimbangkan berat ringannya tuntutan pidana yang akan diajukan oleh JPU. Adapun hal yang harus menjadi perhatian tersebut, yaitu: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">a)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Perbuatan Terdakwa</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(1)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">dilakukan dengan cara yang sadis</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(2)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">dilakukan dengan cara kekerasan</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(3)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">menyangkut kepentingan Negara, stabilitas keamanan dan pengamanan pembangunan</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(4)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">menyangkut SARA</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">b)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Keadaan Diri Pelaku Tindak Pidana</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(1)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">sebab-sebab yang mendorong dilakukannya tindak pidana (kebiasaan, untuk mempertahankan diri, balas dendam, ekonomi dan lain-lain)</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(2)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Karakter, moral dan pendidikan, riwayat hidup, keadaan social ekonomi pelaku tindak pidana. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(3)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Peranan pelaku tindak pidana</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(4)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Keadaan jasmani dan rohani pelaku tindak pidana dan pekerjaan</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(5)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Umur tindak pidana</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">c)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dampak Perbuatan Terdakwa</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(1)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">menimbulkan keresahan dan ketakutan dikalangan masyarakat</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(2)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">menimbulkan penderitaan yang sangat mendalam dan berkepanjangan bagi korban atau keluarganya</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(3)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">menimbulkan kerugian bagi Negara dan masyarakat</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(4)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">menimbulkan korban jiwa dan harta benda</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(5)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">merusak pembinaan generasi muda</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">2)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Tuntutan Pidana</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dengan memperhatikan keadaan masing-masing perkara secara kasuistis, Jaksa penuntut umum harus mengajukan tuntutan pidana dengan wajib berpedoman pada criteria seagai brikut:</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">a)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Pidana Mati</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(1)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Perbuatan yang didakwakan diancam pidana mati</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(2)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dilakukan dengan cara yang sadis diluar perikemanusiaan;</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(3)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dilakukan secara berencana;</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(4)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Menimbulkan korban jiwa atau sarana umum yang vital</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(5)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Tidak ada alasan yang meringankan</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">b)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Seumur hidup</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(1)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Perbuatan yang didakwakan diancam pidana mati</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(2)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dilakukan dengan cara yang sadis </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(3)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dilakukan secara berencana;</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(4)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Menimbulkan korban jiwa atau sarana umum yang vital</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(5)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Terdapat hal-hal yang meringankan</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">c)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Tuntutan pidana serendah-rendahnya ½ dari ancaman pidana, apabila terdakwa:</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(1)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Residivis</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(2)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Perbuatannya menimbukan peneritaan bagi korban dan keluarganya;</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(3)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Menimbulkan kerugian materi </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(4)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Terdapat hal-hal yang meringankan</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">d)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Tuntutan pidana serendah-rendahnya ¼ dariancaman pidana yang tidak termasuk dalam ketiga butir sebelumnya.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">e)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Tuntutan Pidana bersyarat</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(1)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Terdakwa sudah membayar ganti rugiyang diderita korban;</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(2)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Terdakwa belum cukup umur (vide UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak)</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(3)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Terdakwa berstatus pelajar/mahasiswa/expert;</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(4)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Alam menuntut hukuman bersyarat hendaknya diperhatikan ketentuan pasal 14 f KUHP.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Upaya hukum oleh JPU</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Jaksa sebagai wakil public idah selayaknya berupaya untuk melakukan upaya yang optimal dalam melakukan penuntutan tindk pidana yang terjadi, dalam hal ini terdaat beberapa hal yang harus enjadi perhatian dalam hal sikap JPU atas putusan yang diterbitkan oleh majelis hakim yaitu; </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">a)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Upaya hukum banding diajukan ole JPU dalam hal-hal sebaai berikut: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(1)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam hal terdakwa mengajukan banding maka jaksa penuntut umum harus meminta banding agar masih dapat menggunakan upaya hukum kasus karena adanya ketentuan pasal 43 UU nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(2)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Putusan hakim kurang dari tuntuan piana mati atau seumur hidup atau sekurang-kurangnya 20 tahun penjara namun pertimbanganJPU diambilalih sebagan atau seluruhnya sebagai pertimbangan hakim dalam putusannya maka JPU tidak harus mengajukan banding. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(3)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Putusan hakim ½ dari tuntutan JPU namun apabila pertimbangan JPU dalam tuntutan diambil alih sebagian atau seluruhnya sebagai pertimbangan hakim dalam putusnnya maka JPU tidak harus mengajukan banding.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">(4)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Putusan hakim 2/3 dari tuntutan JPU walaupun pertimbangan JPU dalam tuntutan tidak diambil alih sebagian atau seluruhnya sebagai pertimbangan hakim dalam putusnnya maka JPU tidak harus mengajukan banding.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">b)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Upaya hukum kasasi digunakan oleh JPU dalam hal putusan akim dengan amar yang membebaskan terdakwa dan adanya alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 253 ayat 1 KUHAP.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span><span style=""> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Pembuatan Pembelaan </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam pembuatan pembelaan atas tuntutan yang diajukan oleh penuntut umum dalam praktik maupun dalam teori tidak ditemukan standar baku dalam pembuatan pembelaan. Pembelaan dalam praktik diserahkan pada selera advokat sendiri, hal ini terjadi karena tidak terdapat ketentuan baku yang mengatur pembuatan surat pembelaan.<span style=""> </span>Yang terpenting dalam pembuatan pembelaan untuk kepentingan terdakwa adalah upaya untuk membela kepentingan hukum terdakwa, yang meliputi pembelaan kepentingan terdakwa atas tuntutan jaksa yaitu dengan menanggapi analisis tuntutan JPU baik itu analisis yuridis maupun analisa fakta. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam konteks peradilan berperspektif keadilan jender, peran advokat dalam hal ini sangat ini penting terutama dalam kaitannya melakukan pembelaan terhadap perempuan sebagai pelaku, dalam konteks ini advokat diharapkan dapat menmapilkan sisi lain diluar sisi yuridis baik itu sisi sosiologis maupun psikologis terdakwa. Untuk itu advokat dalam pembelaannya akan memiliki sudut pandang yang tidak semata-mata yuridis namun juga menampilkan hal-hal lain diluar yuridis. Hal inilah yang akan dinamakan sebagai hal penemuan hukum keadilan berperspektif jender.<span style=""> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Pembuatan Putusan</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam membuat Putusan pengadilan, seoraang hakim harus memperhatikan apa yang diatur dalam pasal 197 KUHAP, yang berisikan berbagai hal yang yang harus dimasukkan dalam surat Putusan. Adapun berbagai hal yang harus dalam sebuah putusan pemidanaan sebagaimana disebutkan dalam pasal 197 KUHAP adalah sebagai berikut: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 40.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"><span style="">a.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">K</span><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES">epala putusan yang dituliskan berbunyi : "DEMI KEADILAN BERDASARIKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 40.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"><span style="">b.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES">Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 40.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"><span style="">c.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES">Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;</span><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 40.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"><span style="">d.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES">Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat-pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa;</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 40.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"><span style="">e.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES">Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 40.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"><span style="">f.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES">Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;</span><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 40.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"><span style="">g.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES">Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal;</span><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 40.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"><span style="">h.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES">Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;</span><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 40.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"><span style="">i.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES">Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;</span><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 40.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"><span style="">j.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES">Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;</span><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 40.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"><span style="">k.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES">Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;</span><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 40.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"><span style="">l.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES">Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera;</span><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES">Dalam hal tidak terpenuhinya semua ketentuan tersebut diatas akan berakibat putusan batal demi hukum. Untuk itu kesemua persyaratan yang tersebut diatas harus dicantumkan dalam putusan pemidanaan agar jangan sampai putusan yang akan dinilai tersebut menjadi tidak mengalami pengurangan nilai atau nilai yang akan diberikan juri menjadi tidak optimal. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"><span style=""> </span>Dalam pembuatan putusan yang akan dijatuhkan oleh majelis hakim, pertimbangan atas fakta dan pertimbangan yuridis sangat penting untuk dituliskan secara lengkap untuk kepentingan distribusi keadilan yang lebih baik. Dalam konteks peradilan tematik seperti kompetisi peradilan semu ini, maka pertimbangan akan penemuan keadilan berperspektif jender akan tergambar dari pertimbangan fakta dan yuridis.<span style=""> </span>Selain itu juga amar putusan menjadi titik perhatian penting dalam putusan dan penilaian akan putusan untuk itu amar yang akan dijatuhkan selayaknya disesuaikan dengan pertimbangan fakta dan yuridis yang telah dipaparkan sebelumnya. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="ES"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Penampilan Praktik Peradilan Semu </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam penampilan praktik peradilan semu pidana terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya adalah mekanisme pembuktian yang dalam hal ini adalah terkait dengan tata cara dan materi pengajuan pertanyaan. Sebelum memulai penampilan praktik peradilan semu, terlebih dahulu diperhatikan materi perkara yang akan ditampilkan oleh team peradilan semu. Misalnya dalam hal perkara yang akan diajukan adalah perkara pelanggaran HAM berat maka komposisi majelis hakim terdiri dari 5 orang anggota majelis hakim, sedangkan dalam dalam hal perkara pidana biasa maka majelis hakim cukup 3 orang (dalam hal perkara tersebut adalah termasuk dalam kualifikasi perkara pidana biasa), namun dalam hal perkara pidana yang diajukan dimuka sidang adalah terdakwa yang dibawah umur maka majelis yang memeriksa perkara adalah hakim tunggal. Khusus untuk perkara pengadilan anak amak hakim dan seluruh aparat penegak hukum yang memeriksa perkara ini tidak diperkenankan untuk mengenakan jubah hakim atau pakaian dinas harian lainnya atau seragam. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam memulai persidangan maka pembukaan sidang didahului dengan kalimat pembuka yang dilakukan oleh panitera/panitera pengganti<a style="" href="#_ftn8" name="_ftnref8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Book Antiqua";">[7]</span></span></span></span></a> dengan kalimat pembuka sebagai berikut:</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">“…Sidang Pengadilan Negeri (nama pengadilan negeri) yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dengan nomor register perkara (misalnya 123/Pid.B/PN Yogyakarta/2004) akan segera dimulai, majelis hakim akan memasuki ruangan sidang hadirin dimohon untuk berdiri…”.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Setelah pembukaan sidang dilakukan maka majelis hakim memasuki ruangan sidang yang selanjutnya mempersilahkah pengunjung untuk duduk yang dilanjutkan dengan membuka sidang, sebagai berikut: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">“…Sidang Pengadilan Negeri (nama pengadilan negeri) yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dengan nomor register perkara (misalnya 123/Pid.B/PN Yogyakarta/2004) dengan ini dinyatakan dibuka <span style=""> </span>dan terbuka/tertutup (untuk perkara dalam pengadilan anak dan perkara kesusilaan) untuk umum…”.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Setelah pembukaan sidang ini dilakukan, maka dilanjutkan dengan kepemimpinan ketua majelis hakim untuk memeriksa sidang pengadilan dengan urutan yang disesuaikan sebagaimana pengaturan dalam pasal-pasal yang dalam KUHAP. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Majelis hakim menanyakan identitas terdakwa, yang dilanjutkan dengan menanyakan keberadaan penasehat hukum/advokat. Pertanyaan ini dilanjutkan dengan menanyakan surat kuasa dan surat izin praktek beracara yang dibuktikan dengan kartu advokat. Selanjutnya hakim memerintahkan JPU untuk memulai membacakan surat dakwaannya yang didahului dengan permintaan kepada para saksi untuk sementara tidak berada dalam ruangan sidang (hal ini dipastikan kembali oleh majelis hakim pada saat memeriksa atau memita keterangan dari saksi. Hal ini dilakukan karena pada prisnipnya pemeriksaan terhadap saksi dilakukan dengan cara satu persatu). </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Setelah surat dakwaan dibacakan maka dilanjutkan dengan menanyakan kepada terdakwa (melalui Penasehat hukumnya) apakah akan mengajukan eksepsi atau tanggapan atas surat dakwaan JPU. Bila terdakwa melalui PH-nya tidak mengajukan eksepsi<span style=""> </span>maka dilanjutkan dengan pembuktian perkara. Bila terdapat ada eksepsi maka harus ada tanggapan dari JPU dan dilanjutkan dengan putusan sela. Pembuktian surat dakwaan diperoleh dari dukungan alat bukti yang sah (pasal 184 ayat 1 KUHAP). Dalam melakukan pembuktian perkara maka terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan terutama materi pertanyaan yang selayaknya diajukan, yaitu sebagai berikut : </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">a.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Keterangan Saksi </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam mengajukan pertanyaan untuk pembuktian terhadap saksi maka materi pertanyaan diarahkan pada materi pengetahuan, penglihatan ataupun berbagai hal yang dirasakan oleh saksi<a style="" href="#_ftn9" name="_ftnref9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Book Antiqua";">[8]</span></span></span></span></a>. Sebelum diajukan pertanyaan maka saksi terlebih dahulu diperiksa identitasnya dan disumpah dengan lafal sumpah dan tata cara sumpah sebagai berikut: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">1)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Bagi saksi yang beragama Islam, maka petugas sumpah cukup memegang kitab Al Qur’an diatas kepala daripada yang mengucapkan sumpah. Lafadz sumpah yang dibacakan adalah :</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">”Wallahi atau (Demi Allah) saya bersumpah bahwa saya akan me nerangkan dengan sebenarnya dan tiada lain daripada yang sebenarnya”</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">2)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">bagi mereka yang beragama Kristen Protestan, maka selain menurut cara-cara agamanya, yakni dengan berdiri sambil mengangkatkan tangan sebelah kanan sampai setinggi telinga dan merentangkan jari telunjuk dan jari tengah sehingga merupakan bentuk huruf V, sedangkan untuk yang beragama Katolik dengan Merentangkan jari telunjuk, jari tengah dan jari manis dengan mengucapkan sumpah yang bunyinya sebagai berikut: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">“Saya bersumpah bahwa saya akan menerangkan dengan sebenarnya dan tiada lain daripada yang sebenarnya, Semoga Tuhan Menolong saya”</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">3)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">bagi saksi yang beragama Hindu, berdiri sambil mengucapkan sumpah yang berbunyi sebagai berikut : </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">“Om Atah Parama Wisesa, Saya Bersumpah bahwa saya akan menerangkan dengan sebenarnya dan tiada lain daripada yang sebenarnya”</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">4)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">bagi saksi yang beragama Budha, berdiri/berlutut sambil mengucapkan sumpah yang bunyinya sebagi berikut: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">“Demi Sang Hyang Adhi Budha, Saya Bersumpah bahwa saya akan menerangkan dengan sebenarnya dan tiada lain daripada yang sebenarnya”</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">5)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Bila ada saksi yang berhubungan dengan kepercayaannya tidak bersedia mengucapkan sumpah, maka yang bersangkutan cukup mengucapkan janji sebagai berikut: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">“Saya berjanji bahwa Saya akan menerangkan dengan sebenarnya dan tiada lain daripada yang sebenarnya”.</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Adapun pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan-pertanyaan seputar hal-hal sebagai berikut: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Symbol;"><span style="">à<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Ditanyakan kepada saksi mengenai kejadian dari tindak pidana tersebut yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, alami sendiri dengan menyebut alas an dan pengetahuan tersebut (Pasal 1 butir 27 KUHAP)</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Symbol;"><span style="">à<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Mengajukan pertanyaan kepada saksi yang difokuskan kepada pembuktian unsure-unsur tindak pidana. Untuk itu sebelum memformulasikan daftar pertanyaan maka terlebih dahulu diurai unsure tindak pidana yang didakwakan selanjutnya dikaitkan dengan fakta yang ada. Dan pertanyaan diarahkan kepada pembuktian unsure tersebut. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Symbol;"><span style="">à<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Mengajukan pertanyaan yang bersifat persesuaian antara keterangan saksi yang satu dengan keterangan saksi yang lain. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Symbol;"><span style="">à<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain dan barang bukti. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Symbol;"><span style="">à<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri tentang suatu kejadian adalah merupakan alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian/keadaan tertentu. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Symbol;"><span style="">à<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Cara hidup kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat/tidaknya keterangan itu dipercaya. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Symbol;"><span style="">à<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Penderitaan/ kerugian yang dialami atau diderita oleh saksi korban dan keluarganya akibat kejahatan tersebut.<span style=""> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">b.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Keterangan Ahli</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara guna kepentingan pemeriksaan (pasal 1 angka 28 KUHAP). Dalam memeriksa keterangan ahli, maka ahli dapat disumpah dengan lafal sumpah yang sama sebagaimana saksi namun terdapat tambahan untuk memberikan keterangan sesuai dengan keahliannya. Adapun secara lengkap bunyi lafal sumpah yang diucapkan dalah sebagai berikut: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">“Saya bersumpah bahwa saya akan memberikan pendapat, soal-soal yang dikemukankan menurut pengetahuan saya sebaik-baiknya”</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"> </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Untuk saksi yang beragama Islam tentu saja diawali dengan <b style=""><i style="">“wallahi” </i></b>atau <b style=""><i style="">Demi Allah</i></b>, bagi yang berama Kristen diakhiri dengan kata-kata <b style=""><i style="">“semoga Tuhan Menolong Saya”. </i></b>Bagi yang beraga Hindu diawali dengan <b style=""><i style="">“Om Atah Parama Wisesa” </i></b>dan bagi yang beragama Budha diawali dengan <b style=""><i style="">“Demi Sang Hyang Adhi Budha”. </i></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">c.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Surat</span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Alat bukti surat sebagaimana tersebut dalam pasal 184 ayat 1 huruf C KUHAP, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah sebagaimana tersebut dalam pasal 187 huruf a, b, c, dan d KUHAP, sebagai berikut: </span></p> <p style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";" lang="DE">Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :</span></p> <p style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";" lang="DE">a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu</span></p> <p style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";" lang="DE">b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;</span></p> <p style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";" lang="DE">c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya;</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: "Book Antiqua";" lang="DE">d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: "Book Antiqua";"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">d.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Petunjuk </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Petunjuk dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, keterangan terdakwa yang merupakan perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menendakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya (pasal 188 KUAP).<span style=""> </span>Lebih jelasnya redaksional Pasal 188 KUHAP, yaitu : </span></p> <p style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";" lang="DE">Pasal 188</span></p> <p style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";" lang="DE">(1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.</span></p> <p style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";" lang="DE">(2) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari :</span></p> <p style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";" lang="DE">a. keterangan saksi;</span></p> <p style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";" lang="DE">b. surat;</span></p> <p style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";" lang="DE">c. keterangan terdakwa.</span></p> <p style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";" lang="DE">(3) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bidjaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";" lang="DE"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">e.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Keterangan Terdakwa</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Terhadap diri terdakwa agar ditanyakan hal-hal sebagai berikut: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Motivasi yang mendorong dan sebab-sebab lain yang menyebabkan terdakwa melakukan kejahatan tersebut;</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Keadaan diri dan lingkungan terdakwa pada saat terdakwa melakukan kejahatan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam persidangan tidak tertutup kemungkinan terdakwa akan mencabut keterangannya yang telah diberikan dihadapan penyidik, menghadapi hal tersebut perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Menghadirkan penyidik dalam persidangan guna diminta keterangannya untuk membuktikan bahwa pemeriksaan telah dilaksanakan sebagaimana mestinya sesuai ketentuan Undang-undang;</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Membuktikan bahwa pencabutan keterangan tersebut tidak beralasan. Keterangan terdakwa dalam berita acara pemeriksaan pada tingkat penyidikan (diberikan diluar sidang) dapat digunakan membantu menemukan bukti di sidang asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya (Pasal 189 ayat 2 KUHAP) kemudian digunakan sebagai sarana analisis yuridis dalam requisitoir/ surat tuntutan pidana. Perhatikan beberpa yurisprudensi berikut ini: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Symbol;"><span style=""><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/Personal/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image001.gif" alt="*" width="13" height="13" /><span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Putusan Mahkamah Agung RI Regno 117 K/Kr/1967 tanggal 20 September 1967 menyatakan bahwa pengakuan-pengakuan tertuduh I dan II dimuka polisi dan jaksa ditnjau dalam hubungannya satu sama lain dapat dipergunakan sebagai petunjuk kesalahan terdakwa. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Symbol;"><span style=""><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/Personal/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image001.gif" alt="*" width="13" height="13" /><span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Putusan MARI Regno 229 K/Kr/1959 tanggal 25 Februari 1959 menyatakan bahwa pengakuan terdakwa diluar sidang yang kemudaian dicabut disidang tanpa alas an yang mendasar merupakan petunjuk kesalahan terdakwa</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Symbol;"><span style=""><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/Personal/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image001.gif" alt="*" width="13" height="13" /><span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Yurisprudensi lain yang berbunyi senada tedapat pula dalam Putusan MARI masing-masing Regno 225 K/Kr/1960 tanggal 25 Februari 1960, Regno 6 K/Kr/1961 tangal 25 Juni 1961 dan Regno 5 K/Kr/1961 tanggal 27 September 1961. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Symbol;"><span style=""><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/Personal/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image001.gif" alt="*" width="13" height="13" /><span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Kesemua putusan zaman HIR tersebut diatas masih relevan untuk digunakan dimana hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Putusan MARI regno 414 K/Pid/1984 tanggal 11 Desember 1984 yang menyatakan bahwa pencabutan keterangan terdakwa di persidangan tidak dapat diterima karena pencabutan keterangan tersebut tidak beralasan.<span style=""> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam hal tertangkap tangan yang telah diberikan dalam tahap penyidikan adalah pembuktian atas kesalahan terdakwa;</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Berita acara penerimaan dan penelitian tersangka yang membenarkan keterangannya dalam berita acara pemeriksaan penyidik setidak-tidaknya dapat berupa petunjuk tentang kesalahan terdakwa (Pasal 188 ayat 2 KUHAP). </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">f.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Barang Bukti </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Semua barang bukti yang ada kaitannya dengan tindak pidana dan telah disita secara sah diajukan dalam persidangan.<span style=""> </span>Apabila terdapat barang bukti yang tidak dapat dibawa persidangan di pengadilan karena jumlahnya banyak dan demi pengamanan atau karena barang tidak bergerak agar dapat dimintakan kepada majelis untuk dilakukan sidang ditempat. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">g.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Penemuan Aspek Hukum berperspektif Keadilan Jender</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam kompetisi peradilan semu tematik, terdapat beberapa issue penting yang menjadi bagian penilaian dalam hal ini adalah penemua aspek hukum berperspektif keadilan jender. Dalam penampilan yang ingin diajukan beberapa argumentasi dan sikap yang dapat dikatagorisasi sebagai upaya untuk penemua aspek tersebut menjadi penilaian penting dalam <i style="">role-playing </i>ditampilkan. Adapun beberapa hal yang menjadi aspek penilaian untuk hal ini adalah sebagai berikut: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Symbol;"><span style=""><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/Personal/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image001.gif" alt="*" width="13" height="13" /><span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Pemilihan pasal yang memberi keadilan kepada perempuan, dalam hal ini adalah upaya pembelaan terhadap kepentingan hukum dari perempuan sebagai pelaku maupun perempuan sebagai korban. Dalam hal upaya optimal penegakan distribusi keadilan hukum yang lebih baik kepada perempuan baik sebagai pelaku maupun korban. Dalam hal ini digunakan pasal-pasal ketentuan perundang-undangan yang bersifat membela kepentingan hukum terdakwa/korban, misalnya penerapan UU Pengadilan Anak bagi pelaku dibawah umur, UU Nomor 7 tahun 1984 tentang pengesahan CEDAW atau ketentuan perundang-undangan lainnya yang relevan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Symbol;"><span style=""><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/Personal/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image001.gif" alt="*" width="13" height="13" /><span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Argumentasi yang mempertimbangkan keadilan kepada korban, dalam hal ini terkait dengan penggunaan perspektif keadilan yang akan dimajukan, dimana argumentasi baik dalam berkas yang diberikan ataupun secara oral memperlihatkan aspek perlindungan terhadap korban yang tidak semata yuridis namun juga aspek non yuridis. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Symbol;"><span style=""><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/Personal/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image001.gif" alt="*" width="13" height="13" /><span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Pemilihan Saksi, dalam pemilihan saksi ini terkait dengan kekuatan pembuktian perkara pidana yang diajukan atau pemilihan saksi yang akan meringankan yang bersifat yuridis maupun non yuridis dalam kerangka distribusi keadilan yang lebih baik kepada korban atau perempuan sebagai pelaku. <span style=""> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Symbol;"><span style=""><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/Personal/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image001.gif" alt="*" width="13" height="13" /><span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Pertanyaan2 yang dilontarkan kepada saksi, pertanyaan-pertanyaan yang dilontark tidak bersifat menekan, mengarahkan (perhatikan pasal 166 KUHAP) atau yang dapat mendiskreditkan baik posisi korban maupun perempuan sebagai pelaku. <span style=""> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Symbol;"><span style=""><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/Personal/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image001.gif" alt="*" width="13" height="13" /><span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Sikap aparat penegak hukum terutama ketika berinteraksi dengan korban, apakah mempertimbangkan aspek psikologis korban. Hal ini sekilas memiliki bobot yang sama dengan penjelasan sebelumnya namun hal ini yang ditonjolkan adalah sikap bukan dalam bentuk oral tapi gerak tubuh. <span style=""> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Symbol;"><span style=""><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/Personal/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image001.gif" alt="*" width="13" height="13" /><span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Apakah ada pendamping untuk korban (khususnya dalam kasus kesusilaan, kehadiran pendamping sangat penting. Pendamping dalam hal ini adalah pengacara, psikolog atau pekerja social). Dalam perkara tertentu perlu adanya pendamping korban yang akan membantu pengungkapan fakta peradilan dalam peradilan semu yang akan dilakukan. Dalam hal ini peran pendamping tidak saja berperan dalam menenangkan sisi psikologis korban namun sekaligus membantu menerjemahkan pertanyaan kepada korban sehingga pertanyaan dapat dimengerti dengan baik oleh korban. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Symbol;"><span style=""><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/Personal/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image001.gif" alt="*" width="13" height="13" /><span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Peka terhadap argumentasi di persidangan yang menyudutkan korban dan melakukan counter terhadap pertanyaan-pertanyaan yang merugikan korban tersebut kuasa hokum terdakwa yang menyudutkan korban. Dalam hal ini adalah upaya pengajuan keberatan atas pertanyaan atau sikap yang diajukan pihak lain (lawan) yang terindikasi menekan, mengarahkan atau mendiskreditkan korban atau perempuan sebagai pelaku. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"> </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">h.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Teknik Penggunaan Palu</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam persidangan semu peran ketua majelis hakim sangat vital dalam memperlancar proses peradilan, dimana termasuk penggunaan palu agar dilakukan secara efektif dan optimal digunakan untuk menjaga ketertiban dan kelancaran proses peradilan semu ditampilkan. Berikut ini adalah penggunaan ketukan palu yang lazimnya digunakan dalam persidangan: </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Symbol;"><span style=""><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/Personal/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image001.gif" alt="*" width="13" height="13" /><span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam membuka (persidangan pertama) dan menutup (persidangan terakhir) sidang maka ketukan palu yang digunakan adalah tiga kali ketukan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Symbol;"><span style=""><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/Personal/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image001.gif" alt="*" width="13" height="13" /><span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam menunda sidang dan membuka sidang tunda maka ketukan palu yang digunakan adalah cukup satu ketukan saja. Dalam hal menetapkan putusan yaitu setelah dibacakan amar putusan maka ketua majelis mengetukan palu sekali untuk menetapkan amar tersebut. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Symbol;"><span style=""><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/Personal/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image001.gif" alt="*" width="13" height="13" /><span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua";">Dalam hal terjadi kericuhan atau ketua majelis perlu menenangkan pengunjung sidang sekaligus upaya untuk menarik perhatian pengunjung sehingga mendengar peringatan majelis, Ketua majelis dapat mengetukan palu berulang kali (lebih dari tiga). Namun cara ini agar dilakukan sebagai upaya terakhir yang dapat dilakukan oleh ketua majelis dalam hal mutlak perlu dilakukan.<span style=""> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span style="">D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style=""><span style="font-family: "Book Antiqua";">Penutup </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";">Demikianlah sekelumit paparan yang dapat saya sampaikan semoga dapat bermanfaat dalam melakukan praktik peradilan semu, dan hal ini dapat menjadi masukan bagi seluruh team dalam menampilkan peradilan semu tematik yang akan dikompetisikan. Adapun tulisan ini juga tetap dapat digunakan untuk melakukan praktik peradilan semu yang bersifat umum atau pidana umum (non tematik), atau juga dapat digunakan dalam perkuliahan praktik hukum pidana.<span style=""> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Book Antiqua";"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><span style="font-family: "Book Antiqua";">------- Selamat Berkompetisi-------</span></p> <div style=""><br /> <hr width="33%" align="left" size="1"> <div style="" id="ftn1"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[1]</span></span></span></span></a> Paper disampaikan dalam kuliah umum di Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. </p> </div> <div style="" id="ftn2"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><a style="" href="#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference">*</span></a> Penulis saat ini adalah Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia untuk Bidang Studi Praktisi Hukum dan Peneliti pada Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia – Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI-FHUI). SH (2002,FHUI), M.Si (2005, Kajian Eropa UI), LL.M. (2008, University of Canberra) <span style=""> </span></p> </div> <div style="" id="ftn3"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><a style="" href="#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[2]</span></span></span></span></a> Kami di Fakultas Hukum Universitas Indonesia telah melakukan kompetisi Peradilan Semu tingkat Internal fakultas hukum Universitas Indonesia yang diikuti oleh 5 Team Moot court dari berbagai angkatan. Setelah sukses kompetisi internal dilakukan, selanjunya dilakukan kompetisi peradilan semu tingkat Jakarta yang diikuti oleh 7 Team dari berbagai Universitas. Selanjutnya dilangsungkan kompetisi perdailan Semu Tingkat Jawa bagian Barat, yang diikuti oleh 7 team<span style=""> </span>Moot Court undangan. </p> </div> <div style="" id="ftn4"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><a style="" href="#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[3]</span></span></span></span></a> Dua dari ketiga kompetisi yang pernah diselenggarakan oleh FHUI, dilakukan<span style=""> </span>sebelum ditetapkannya UU kekerasan dalam Rumah Tangga bahkan workshop seperti yang dilakukan hari ini, diselenggarakan sebelum UU ditetapkan. </p> </div> <div style="" id="ftn5"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><a style="" href="#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[4]</span></span></span></span></a> Sebagian besar materi dalam pembuatan Surat Dakwaan ini diambil dari Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan. </p> </div> <div style="" id="ftn6"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><a style="" href="#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[5]</span></span></span></span></a> Bahwa pada hakikatnya peristiwa pidana ynag terjadi adalah hubungan privat antara pelaku dan korban yang hubungan ini tetap tidak dapat dipisahkan. Namun untuk menjaga ketentraman bersama dan kepentingan pihak diluar korban yang juga akan merasa terganggu akan keberadaan peristiwa pidana yang terjadi (dimana setiap orang enggan untuk terulangnya peristiwa pidana yang terjadi dan menimpa korban terjadi padanya), untuk itu kewenangan untuk menuntut atas peristiwa pidana yang ditimbulkan pelaku maka kewenangan ini diserahkan kepada Negara (Kejaksaan) untuk mewakili kepentingan public atas peristiwa pidana yang terjadi. Untuk itu Jaksa merupakan wakil public. (baca Soerjono Soekanto dalam Pengantar Sosiologi)<span style=""> </span></p> </div> <div style="" id="ftn7"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><a style="" href="#_ftnref7" name="_ftn7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[6]</span></span></span></span></a> Keseluruhan berbagai catatan yang harus diperhatikan dalam pembuatan surat tuntutan ini berasal dari Surat Edaran Jaksa Agung Muda Pidana Umum perihal pembuatan Surat Tuntutan. </p> </div> <div style="" id="ftn8"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><a style="" href="#_ftnref8" name="_ftn8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[7]</span></span></span></span></a> Perlu dicatat bahwa dalam suatu pengadilan negeri hanya ada satu panitera yang dibantu oleh beberapa panitera muda dan panitera pengganti. </p> </div> <div style="" id="ftn9"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><a style="" href="#_ftnref9" name="_ftn9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[8]</span></span></span></span></a> Kualifikasi keterangan saksi dalam KUHAP adalah sebagaimana yang diatur dalam pasal 1 angka 27 yang berbunyi sebagai berikut “keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. </p> </div> </div>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-56237436111731378142010-05-09T23:32:00.000-07:002010-05-09T23:34:53.609-07:00<div style="text-align: center;">UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 4 TAHUN 2004<br /></div><div style="text-align: center;">TENTANG<br />KEKUASAAN KEHAKIMAN<br />DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA<br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,<br /></div>Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar<br />Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang<br />merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan<br />peradilan di bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk<br />menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan;<br />b. bahwa perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik<br />Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan penting terhadap<br />penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sehingga Undang-Undang<br />Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok<br />Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-<br />Undang Nomor 35 Tahun 1999 perlu dilakukan penyesuaian dengan<br />Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;<br />c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam<br />huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang<br />Kekuasaan Kehakiman;<br />Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C, dan Pasal<br />25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;<br />Dengan Persetujuan Bersama<br />DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA<br />dan<br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA<br />MEMUTUSKAN:<br />Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN.<br /><br />BAB I<br /><br />KETENTUAN UMUM<br /><div style="text-align: center;">Pasal 1<br /></div>Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk<br />menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan<br />berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik<br />Indonesia.<br />Pasal 2<br />Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam<br />Pasal 1 dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan<br />yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan<br />peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata<br />usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 3<br /></div>(1)<br />(2)<br />(1)<br />(2)<br />(3)<br />Semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah<br />peradilan negara dan ditetapkan dengan undang-undang.<br />Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan<br />berdasarkan Pancasila.<br /><div style="text-align: center;">Pasal 4<br /></div>Peradilan dilakukan "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN<br />YANG MAHA ESA".<br />Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.<br />(4)<br />(1)<br />(2)<br />(1)<br />(2)<br />Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar<br />kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana<br />disebut dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia<br />Tahun 1945.<br />Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (3) dipidana.<br />Pasal 5<br />Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedabedakan<br />orang.<br />Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi<br />segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan<br />yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.<br />Pasal 6<br />Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan selain<br />daripada yang ditentukan oleh undang-undang.<br />Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan,<br />karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang,<br />mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat<br />bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan<br />atas dirinya.<br />Pasal 7<br />Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan,<br />penggeledahan, dan penyitaan, selain atas perintah tertulis oleh<br />kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam<br />undang-undang.<br />Pasal 8<br />Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau<br />dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum<br />ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah<br />memperoleh kekuatan hukum tetap.<br />Pasal 9<br />(1)<br />(2)<br />(3)<br />(1)<br />(2)<br />(1)<br />(2)<br />Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa<br />alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai<br />orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti<br />kerugian dan rehabilitasi.<br />Pejabat yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) dipidana.<br />Ketentuan mengenai tata cara penuntutan ganti kerugian, rehabilitasi<br />dan pembebanan ganti kerugian diatur dalam undang-undang.<br />BAB II<br />BADAN PERADILAN DAN ASASNYA<br />Pasal 10<br />Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan<br />badan peradilan yang berada di bawahnya, dan oleh sebuah<br />Mahkamah Konstitusi.<br />Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi<br />badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama,<br />peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.<br />Pasal 11<br />Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari<br />keempat lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10<br />ayat (2).<br />Mahkamah Agung mempunyai kewenangan:<br />a. mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang<br />diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua<br />lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung;<br />b. menguji peraturan perundang-undangan di bawah undangundang<br />terhadap undang-undang; dan<br />(3)<br />(4)<br />(1)<br />(2)<br />(1)<br />(2)<br />(3)<br />(1)<br />c. kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.<br />Pernyataan tidak berlaku peraturan perundang-undangan sebagai<br />hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat<br />diambil baik dalam pemeriksaan tingkat kasasi maupun berdasarkan<br />permohonan langsung kepada Mahkamah Agung.<br />Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan<br />pengadilan dalam lingkungan peradilan yang berada di bawahnya<br />berdasarkan ketentuan undang-undang.<br />Pasal 12<br />Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan<br />terakhir yang putusannya bersifat final untuk :<br />a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar<br />Negara Republik Indonesia Tahun 1945;<br />b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang<br />kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara<br />Republik Indonesia Tahun 1945;<br />c. memutus pembubaran partai politik; dan<br />d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.<br />Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah<br />Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan<br />Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga<br />telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap<br />negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau<br />perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai<br />Presiden dan/atau Wakil Presiden.<br />Pasal 13<br />Organisasi, administrasi, dan finansial Mahkamah Agung dan badan<br />peradilan yang berada di bawahnya berada di bawah kekuasaan<br />Mahkamah Agung.<br />Organisasi, administrasi, dan finansial Mahkamah Konstitusi berada di<br />bawah kekuasaan dan kewenangan Mahkamah Konstitusi.<br />Ketentuan mengenai organisasi, administrasi, dan finansial badan<br />(2)<br />(1)<br />(2)<br />(1)<br />(2)<br />(1)<br />(2)<br />(3)<br />(4)<br />(1)<br />peradilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk masing-masing<br />lingkungan peradilan diatur dalam undang-undang sesuai dengan<br />kekhususan lingkungan peradilan masing-masing.<br />Pasal 14<br />Susunan, kekuasaan, dan hukum acara Mahkamah Agung dan badan<br />peradilan yang berada di bawahnya sebagaimana dimaksud dalam<br />Pasal 10 diatur dengan undang-undang tersendiri.<br />Susunan, kekuasaan, dan hukum acara Mahkamah Konstitusi<br />sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 diatur dengan undangundang.<br />Pasal 15<br />Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan<br />peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan<br />undang-undang.<br />Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam<br />merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama<br />sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan<br />agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan<br />peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan<br />peradilan umum.<br />Pasal 16<br />Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan<br />memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum<br />tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan<br />mengadilinya.<br />Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha<br />penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.<br />Pasal 17<br />Semua pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus dengan<br />sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim, kecuali undang-undang<br />(2)<br />(1)<br />(2)<br />(3)<br />(4)<br />(5)<br />(6)<br />menentukan lain.<br />Di antara hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang<br />bertindak sebagai ketua dan lainnya sebagai hakim anggota sidang.<br />Sidang dibantu oleh seorang panitera atau seorang yang ditugaskan<br />melakukan pekerjaan panitera.<br />Dalam perkara pidana wajib hadir pula seorang penuntut umum,<br />kecuali undang-undang menentukan lain.<br />Pasal 18<br />Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana<br />dengan hadirnya terdakwa, kecuali undang-undang menentukan lain.<br />Dalam hal tidak hadirnya terdakwa, sedangkan pemeriksaan<br />dinyatakan telah selesai, putusan dapat diucapkan tanpa dihadiri<br />terdakwa.<br />Pasal 19<br />Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali<br />undang-undang menentukan lain.<br />Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />mengakibatkan putusan batal demi hukum.<br />Rapat permusyawaratan hakim bersifat rahasia.<br />Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan<br />pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang<br />diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.<br />Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat,<br />pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.<br />Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat<br />(4) dan ayat (5) diatur oleh Mahkamah Agung.<br />Pasal 20<br />Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum<br />apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.<br />Pasal 21<br />(1)<br />(2)<br />Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan<br />banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang<br />bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.<br />Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan<br />pembebasan dari dakwaan atau putusan lepas dari segala tuntutan<br />hukum, dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh<br />pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan<br />lain.<br />Pasal 22<br />Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan<br />kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan,<br />kecuali undang-undang menentukan lain.<br />Pasal 23<br />(1)<br />(2)<br />Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan<br />hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan<br />peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal<br />atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.<br />Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan<br />peninjauan kembali.<br />Pasal 24<br />Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk<br />lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan<br />diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali dalam<br />keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu<br />harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan<br />militer.<br />Pasal 25<br />(1)<br />(2)<br />(3)<br />Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar<br />putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan<br />perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak<br />tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.<br />Tiap putusan pengadilan ditandatangani oleh ketua serta hakim yang<br />memutus dan panitera yang ikut serta bersidang.<br />Penetapan, ikhtisar rapat permusyawaratan, dan berita acara<br />pemeriksaan sidang ditandatangani oleh ketua majelis hakim dan<br />panitera sidang.<br />Pasal 26<br />Untuk kepentingan peradilan semua pengadilan wajib saling memberi<br />bantuan yang diminta.<br />BAB III<br />HUBUNGAN PENGADILAN DAN LEMBAGA NEGARA LAINNYA<br />Pasal 27<br />Mahkamah Agung dapat memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat<br />masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan<br />apabila diminta.<br />BAB IV<br />HAKIM DAN KEWAJIBANNYA<br />Pasal 28<br />(1)<br />(2)<br />(1)<br />(2)<br />Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan<br />rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.<br />Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib<br />memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.<br />Pasal 29<br />Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang<br />mengadili perkaranya.<br />Hak ingkar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak<br />seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai<br />(3)<br />(4)<br />(5)<br />(6)<br />(1)<br />(2)<br />(3)<br />dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya.<br />Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila<br />terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat<br />ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai,<br />dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau<br />panitera.<br />Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib<br />mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga<br />sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami<br />atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau<br />advokat.<br />Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari<br />persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak<br />langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas<br />kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.<br />Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan pada ayat (5),<br />putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang<br />bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana<br />berdasarkan peraturan perundang-undangan.<br />Pasal 30<br />Sebelum memangku jabatannya, hakim, panitera, panitera pengganti,<br />dan juru sita untuk masing-masing lingkungan peradilan wajib<br />mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya.<br />Sumpah atau janji hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />berbunyi sebagai berikut:<br />Sumpah:<br />?Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi<br />kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,<br />memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik<br />Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan<br />perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-<br />Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta<br />berbakti kepada nusa dan bangsa.?<br />Janji:<br />?Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan<br />memenuhi kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan seadiladilnya,<br />memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara<br />Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala<br />peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut<br />Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,<br />serta berbakti kepada nusa dan bangsa.?<br />Lafal sumpah atau janji panitera, panitera pengganti, atau juru sita<br />adalah sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundangundangan.<br />BAB V<br />KEDUDUKAN HAKIM DAN PEJABAT PERADILAN<br />Pasal 31<br />Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur<br />dalam undang-undang.<br />Pasal 32<br />Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur,<br />adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.<br />Pasal 33<br />Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim wajib menjaga<br />kemandirian peradilan.<br />Pasal 34<br />(1)<br />(2)<br />(3)<br />Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan hakim agung<br />dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dengan undang-undang.<br />Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan<br />pemberhentian hakim diatur dalam undang-undang.<br />Dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku<br />hakim agung dan hakim, pengawasan dilakukan oleh Komisi Yudisial<br />yang diatur dalam undang-undang.<br />Pasal 35<br />Panitera, panitera pengganti, dan juru sita adalah pejabat peradilan yang<br />pengangkatan dan pemberhentiannya serta tugas pokoknya diatur dalam<br />undang-undang.<br />BAB VI<br />PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN<br />Pasal 36<br />(1)<br />(2)<br />(3)<br />(4)<br />Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh<br />jaksa.<br />Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh ketua pengadilan yang<br />bersangkutan berdasarkan undang-undang.<br />Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan<br />oleh panitera dan juru sita dipimpin oleh ketua pengadilan.<br />Putusan pengadilan dilaksanakan dengan memperhatikan nilai<br />kemanusiaan dan keadilan.<br />BAB VII<br />BANTUAN HUKUM<br />Pasal 37<br />Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan<br />hukum.<br />Pasal 38<br />Dalam perkara pidana seorang tersangka sejak saat dilakukan<br />penangkapan dan/atau penahanan berhak menghubungi dan meminta<br />bantuan advokat.<br />Pasal 39<br />Dalam memberi bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37,<br />advokat wajib membantu penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi<br />hukum dan keadilan.<br />Pasal 40<br />Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 diatur<br />dalam undang-undang.<br />BAB VIII<br />KETENTUAN LAIN<br />Pasal 41<br />Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman<br />meliputi Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik<br />Indonesia, dan badan-badan lain diatur dalam undang-undang.<br />BAB IX<br />KETENTUAN PERALIHAN<br />Pasal 42<br />(1)<br />(2)<br />(3)<br />(4)<br />(5)<br />Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dalam lingkungan<br />peradilan umum dan peradilan tata usaha negara selesai dilaksanakan<br />paling lambat tanggal 31 Maret 2004.<br />Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dalam lingkungan<br />peradilan agama selesai dilaksanakan paling lambat tanggal 30 Juni<br />2004.<br />Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dalam lingkungan<br />peradilan militer selesai dilaksanakan paling lambat tanggal 30 Juni<br />2004.<br />Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan<br />Keputusan Presiden.<br />Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan<br />paling lambat:<br />a. 30 (tiga puluh) hari sebelum jangka waktu sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) berakhir;<br />b. 60 (enam puluh) hari sebelum jangka waktu sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berakhir.<br />Pasal 43<br />Sejak dialihkannya organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana<br />dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1):<br />a. semua pegawai Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan<br />Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan Hak<br />Asasi Manusia, pengadilan negeri, pengadilan tinggi, pengadilan tata<br />usaha negara, dan pengadilan tinggi tata usaha negara, menjadi<br />pegawai pada Mahkamah Agung;<br />b. semua pegawai yang menduduki jabatan struktural pada Direktorat<br />Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara<br />Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, pengadilan negeri,<br />pengadilan tinggi, pengadilan tata usaha negara, dan pengadilan<br />tinggi tata usaha negara, tetap menduduki jabatannya dan tetap<br />menerima tunjangan jabatan pada Mahkamah Agung;<br />c. semua aset milik/barang inventaris di lingkungan pengadilan<br />negeri dan pengadilan tinggi serta pengadilan tata usaha negara dan<br />pengadilan tinggi tata usaha negara beralih ke Mahkamah Agung.<br />Pasal 44<br />Sejak dialihkannya organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana<br />dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2):<br />a. semua pegawai Direktorat Pembinaan Peradilan Agama<br />Departemen Agama menjadi pegawai Direktorat Jenderal Badan<br />Peradilan Agama pada Mahkamah Agung, serta pegawai pengadilan<br />agama dan pengadilan tinggi agama menjadi pegawai Mahkamah<br />Agung;<br />b. semua pegawai yang menduduki jabatan struktural pada Direktorat<br />Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama menduduki jabatan<br />pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama pada Mahkamah<br />Agung, sesuai dengan peraturan perundang-undangan;<br />c. semua aset milik/barang inventaris pada pengadilan agama dan<br />pengadilan tinggi agama beralih menjadi aset milik/barang inventaris<br />Mahkamah Agung.<br />Pasal 45<br />Sejak dialihkannya organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana<br />dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3):<br />a. pembinaan personel militer di lingkungan peradilan militer<br />dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang<br />mengatur personel militer;<br />b. semua pegawai negeri sipil di lingkungan peradilan militer beralih<br />menjadi pegawai negeri sipil pada Mahkamah Agung.<br />Pasal 46<br />Mahkamah Agung menyusun organisasi dan tata kerja yang baru di<br />lingkungan Mahkamah Agung paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak<br />Undang-Undang ini diundangkan.<br />BAB X<br />KETENTUAN PENUTUP<br />Pasal 47<br />Ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur<br />kekuasaan kehakiman masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan<br />atau belum dibentuk yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.<br />Pasal 48<br />Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, maka Undang-Undang<br />Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan<br />Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 74<br />Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2951)<br />sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999<br />tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang<br />Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara<br />Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara<br />Republik Indonesia Nomor 3879) dinyatakan tidak berlaku.<br />Pasal 49<br />Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.<br />Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan<br />Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara<br />Republik Indonesia.<br />Disahkan di Jakarta<br />pada tanggal 15 Januari 2004<br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,<br />ttd.<br />MEGAWATI SOEKARNOPUTRI<br />Diundangkan di Jakarta<br />pada tanggal 15 Januari 2004<br />SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,<br />BAMBANG KESOWO<br />LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 8MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-48703326845659964292009-11-18T23:29:00.001-08:002009-11-18T23:31:46.053-08:00<div style="text-align: center;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);font-size:100%;" >UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 16 TAHUN 2004<br />TENTANG<br />KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIADENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA<br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,</span><br /><br />Menimbang:<br /></div><br />a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan<br />Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka pengakuan hukum dan keadilan<br />merupakan salah satu syarat mutlak dalam mencapai tujuan nasional;<br />b. bahwa Kejaksaan Republik Indonesia termasuk salah satu badan yang fungsinya berkaitan dengan<br />kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;<br />c. bahwa untuk lebih memantapkan kedudukan dan peran Kejaksaan Republik Indonesia sebagai<br />lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan harus bebas dari<br />pengaruh kekuasaan pihak manapun;<br />d. bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sudah tidak<br />sesuai lagi degan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan menurut<br />Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;<br />e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d<br />perlu membentuk Undang-Undang tentang Kejaksaan Republik Indonesia;<br />Mengingat:<br />1. Pasal 20, pasal 21, dan pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun<br />1945;<br />2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik<br />Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indoensia Nomor 3209;<br />3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik<br />Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indoensia Nomor 4358 );<br />Dengan Persetujuan Bersama<br />DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA<br />Dan<br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA<br />MEMUTUSKAN:<br />Menetapkan:<br />UNDANG-UNDANG TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA<br />BAB I<br />KETENTUAN UMUM<br />Bagian Pertama<br />Pengertian<br />Pasal 1<br />Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :<br />1. Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenag oleh undang-undang untuk bertindak sebagai<br />penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap<br />serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.<br />2. Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk melakukan<br />penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.<br />3. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang<br />berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan<br />supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.<br />4. Jabatan Fungsionla jaksa adalah jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi Kejaksaan yang<br />karena fungsinya memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas Kejaksaan.<br />Bagian Kedua<br />Kedudukan<br />Pasal 2<br />(1) Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam Undang-Undang ini disebut kejaksaan adalah<br />lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain<br />berdasarkan undang-undang.<br />(2) Kekuasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara merdeka.<br />(3) Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah satu dan tidak terpisahkan.<br />Pasal 3<br />Pelaksanaan kekuasaan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, diselenggarakan oleh Kejaksaan<br />Agung, Kejaksaan tinggi, dan Kejaksaan negeri.<br />Pasal 4<br />(1) Kejaksaan Agung berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia dan daerah hukumnya meliputi<br />wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia.<br />(2) Kejaksaan Tinggi berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.<br />(3) Kejaksaan negeri berkedudukan di ibukota kabupaten/ kota yang daerah hukumnya meliputi daerah<br />kabupaten/kota.<br />BAB II<br />SUSUNAN KEJAKSAAN<br />Bagian Pertama<br />Umum<br />Pasal 5<br />Sunanan Kejaksaan terdiri dari Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri.<br />Pasal 6<br />(1) Susunan organisasi dan tata kerja Kejaksaan ditetapkan oleh Presiden atas usul Jaksa Agung.<br />(2) Kejaksaan tinggi dan Kejaksaan negeri dibentuk dengan Keputusan Presiden atas usul Jaksa Agung.<br />Pasal 7<br />(1) Dalam hal tertentu di daerah hukum Kejaksaan negeri dapat dibentuk cabang Kejaksaan negeri.<br />(2) Cabang Kejaksaan negeri dibentuk dengan Keputusan Jaksa Agung.<br />Bagian Kedua<br />J a k s a<br />Pasal 8<br />(1) Jaksa diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung.<br />(2) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa bertindak untuk dan atas nama negara serta<br />bertanggung jawab menurut saluran hierarki.<br />(3) Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, jaksa melakukan penuntutan<br />dengan keyakinan berdasarkan alat bukti yang sah.<br />(4) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya , jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan<br />mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung<br />tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan<br />martabat profesinya.<br />(5) Dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jaksa diduga melakukan tindak<br />pidana maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa<br />yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.<br />Pasal 9<br />(1) Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi jaksa adalah :<br />a. warga negara Indonesia;<br />b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;<br />c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;<br />d. berijazah paling rendah sarjana hukum;<br />e. berumur paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun;<br />f. sehat jasmani dan rohani;<br />g. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan<br />h. pegawai negeri sipil.<br />(2) Selain syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dapat diangkat menjadi jaksa, harus lulus<br />pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa.<br />(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, syarat, atau petunjuk pelaksanaan untuk mengikuti<br />pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh<br />Jaksa Agung.<br />Pasal 10<br />(1) Sebelum memangku jabatannya, jaksa wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya di<br />hadapan Jaksa Agung.<br />(2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :<br />“Saya bersumpah/berjanji:<br />bahwa saya akan setia kepada dan mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia, serta<br />mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia<br />Tahun 1945, serta melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi negara Republik<br />Indonesia.<br />bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi dan akan menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan,<br />serta senantiasa menjalankan tugas dan wewenang dalam jabatan saya ini dengan sungguh-sungguh,<br />seksama, obyektif, jujur, berani, professional, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras,<br />jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta<br />bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa, dan negara.<br />bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur<br />tangan siapa pun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang<br />diamanatkan undang-undang kepada saya.<br />bahwa saya dengan sungguh-sungguh, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung,<br />dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu<br />apapun kepada siapapun juga.<br />bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan<br />menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian”.<br />Pasal 11<br />(1) Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang ini, jaksa dilarang merangkap menjadi.<br />a. pengusaha, pengurus atau karyawan badan usaha milik negara/daerah, atau badan usaha swasta.<br />b. advokad<br />(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jabatan atau pekerjaan yang dilarang dirangkap selain jabatan atau<br />pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan peraturan pemerintah.<br />Pasal 12<br />Jaksa diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena :<br />a. permintaan sendiri;<br />b. sakit jasmani atau rohani terus-menerus;<br />c. telah mencapai usia 62 (enam puluh dua) tahun;<br />d. meninggal dunia;<br />e. tidak cakap dalam menjalankan tugas.<br />Pasal 13<br />(1) Jaksa diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan :<br />a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan, berdasarkan putusan pengadilan<br />yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;<br />b. terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas/pekerjaanya;<br />c. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;<br />d. melanggar sumpah atau janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; atau<br />e. melakukan perbuatan tercela.<br />(2) Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan setelah jaksa yang bersangkutan diberi kesempatan<br />secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Jaksa.<br />(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Jaksa,<br />serta tata cara pembelaan diri ditetapkan oleh Jaksa Agung.<br />Pasal 14<br />(1) Jaksa yang diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya, dengan sendirinya diberhentikan<br />sebagai pegawai negeri sipil.<br />(2) Sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jaksa yang<br />bersangkutan dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung.<br />(3) Setelah seorang jaksa diberhentikan sementara dari jabatan fungsionalnya berlaku pula ketentuan<br />sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) tentang kesempatan untuk membela diri.<br />Pasal 15<br />(1) Apabila terdapat perintah penangkapan yang diikuti dengan penahanan terhadap seorang jaksa, dengan<br />sendirinya jaksa yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung.<br />(2) Dalam hal jaksa dituntut di muka pengadilan dalam perkara pidana sebagaimana dimkasud dalam<br />Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tanpa ditahan,<br />jaksa dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung.<br />Pasal 16<br />Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak dengan<br />hormat, dan pemberhentian sementara, serta hak-hak fungsional jaksa yang terkena pemberhentian diatur<br />dengan Peraturan Pemerintah.<br />Pasal 17<br />Ketentuan mengenai tunjangan jabatan fungsional jaksa diatur dengan Peraturan Presiden.<br />Bagian Ketiga<br />Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung, dan Jaksa Muda<br />Pasal 18<br />(1) Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin,<br />mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan.<br />(2) Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa Agung dan beberapa orang Jaksa Agung Muda.<br />(3) Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung merupakan satu kesatuan unsur pimpinan.<br />(4) Jaksa Agung Muda adalah unsur pembantu pimpinan.<br />Pasal 19<br />(1) Jaksa Agung adalah pejabat negara.<br />(2) Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.<br />Pasal 20<br />Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9<br />huruf a, huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf g.<br />Pasal 21<br />Jaksa Agung dilarang merangkap menjadi:<br />a. Pejabat negara lain atau penyelenggara negara menurut peraturann perundang-undangan;<br />b. Advokat;<br />c. Wali, kurator/pengampu, dan/atau pejabat yang terakait dalam perkara yang sedang diperiksa olehnya;<br />d. Pengusaha, pengurus atau karyawan badan usaha milik negara/daerah, atau badan usaha swasta;<br />e. Notaris, notaris pengganti, atau pejabat pembuat akta tanah;<br />f. Arbiter, badan atau panitia penyelesaian sengketa yang dibentuk berdasarkan perturan perundangundangan;<br />g. Pejabat lembaga berbentuk komisi yang dibentuk berdasarkan undang-undang; atau<br />h. Pejabat pada jabatan lainnya yang ditentukan berdasarkan undang-undang.<br />Pasal 22<br />(1) Jaksa Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatnnya karena:<br />a. meninggal dunia;<br />b. permintaan sendiri;<br />c. sakit jasmani atau rohani terus-menerus;<br />d. berakhir masa jabatannya;<br />e. tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.<br />(2) Pemberhentian dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan<br />Presiden.<br />Pasal 23<br />(1) Wakil Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Jaksa Agung.<br />(2) Wakil Jaksa Agung bertanggung jawab kepada Jaksa Agung<br />(3) Yang dapat diangkat menjadi Wakil Jaksa Agung adalah Jaksa Agung Muda, atau yang dipersamakan<br />dengan memperhatikan jenjang dan jabatan karier.<br />Pasal 24<br />(1) Jaksa Agung Muda dingkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Jaksa Agung.<br />(2) Yang dapat diangkat menjadi Jaksa Agung Muda adalah jaksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8<br />yang berpengalaman sebagai kepala kejaksaan tinggi atau jabatan yang dipersamakan dengan jabatan<br />kepala kejaksaan tinggi.<br />(3) Jaksa Agung Muda dapat diangkat dari luar lingkungan kejaksaan dengan syarat mempunyai keahlian<br />tertentu.<br />(4) Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:<br />a. meninggal dunia;<br />b. permintaan sendiri;<br />c. sakit jasmani atau rohani terus-menerus;<br />d. berakhir masa jabatannya;<br />e. Tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.<br />Pasal 25<br />(1) Dalam hal Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda dinilai melakukan perbuatan yang dapat<br />menyebabkan pemberhentian tidak dengan hormat seabagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1),<br />Presiden atas usul Jaksa Agung dapat memberhentikan untuk sementara dari jabatnnya sebelum<br />diambil tindakan pemberhentian tersebut.<br />(2) Ketentuan tentang pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), berlaku pula<br />terhadap Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda.<br />Bagian Keempat<br />Kepala Kejaksaan Tinggi, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi,<br />Kepala Kejaksaan Negeri, dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri.<br />Pasal 26<br />(1) Kepala kejaksaan tinggi pimpinan kejaksaan tinggi yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan<br />wewenang kejaksaan di daerah hukumnya.<br />(2) Kepala kejaksaan tinggi dibantu oleh seorang wakil kepala kejaksaan tinggi sebagai kesatuan unsur<br />pimpinan, beberapa orang unsur pembantu pimpinan, dan unsur pelaksana.<br />Pasal 27<br />(1) Kepala kejaksaan negeri adalah pimpinan kejaksaan negeri yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan<br />wewenang kejaksaan di daerah hukumnya.<br />(2) Kepala kejaksaan negeri dibantu oleh beberapa orang unsur pembantu pimpinan dan unsur pelaksana.<br />(3) Kepala cabang kejaksaan negeri adalah pimpinan cabang kejaksaan negeri sebagaimana dimaksud<br />dalam Pasal 7, yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan di sebagian daerah<br />hukum kejaksaan negeri yang membawahkannya.<br />(4) Kepala cabang kejaksaan negeri dibantu oleh beberapa orang unsur pelaksana.<br />Pasal 28<br />Yang dapat diangkat menjadi kepala kejaksaan tinggi, wakil kepala kejaksaan tinggi, kepala kejaksaan<br />negeri, dan kepala cabang kejaksaan negeri adalah jaksa yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan<br />lebih lanjut oleh Jaksa Agung.<br />Bagian Kelima<br />Jabatan Fungsional dan Tenaga Ahli<br />Pasal 29<br />(1) Pada kejaksaan dapat ditugaskan pegawai negeri yang tidak menduduki jabatan fungsional jaksa, yang<br />diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung menurut perundang-undangan.<br />(2) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diangkat sebagai tenaga ahli atau tenaga<br />tata usaha untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan.<br />(3) Selain tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pada kejaksaan dapat diangkat tenaga ahli<br />bukan dari pegawai negeri.<br />BAB III<br />TUGAS DAN WEWENANG<br />Bagian Pertama<br />Umum<br />Pasal 30<br />(1) Dibidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :<br />a. Melakukan penuntutan;<br />b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum<br />tetap;<br />c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana<br />pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;<br />d. Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;<br />e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan<br />sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan<br />penyidik.<br />(2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam<br />maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.<br />(3) Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksaan turut meyelenggarakan kegiatan:<br />a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;<br />b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum;<br />c. Pengawasan peredaran barang cetakan;<br />d. Pengawasan kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;<br />e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;<br />f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statik kriminal.<br />Pasal 31<br />Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan seorang terdakwa di rumah sakit, tempat<br />perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau<br />disebabkab oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan, atau dirinya sendiri<br />Pasal 32<br />Di samping tugas dan wewenang tersebut dalam Undang-Undang ini, kejaksaan dapat diserahi tugas dan<br />wewenag lain berdasarkan undang-undang.<br />Pasal 33<br />Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang, kejaksaan membina hubungan kerja sama dengan badan penegak<br />hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainya<br />Pasal 34<br />Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.<br />Bagian Kedua<br />Khusus<br />Pasal 35<br />Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:<br />a. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegak hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas<br />dan wewenang kejaksaan;<br />b. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang;<br />c. Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum;<br />d. Mengajukan kasasi dem kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata,<br />dan tata usaha negara;<br />e. Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi<br />perkara pidana;<br />f. Mencegah atau menangkal orang tertentu masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik<br />Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.<br />Pasal 36<br />(1) Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa untuk berobat atau menjalani perawatan<br />dirumah sakit dalam negeri, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri.<br />(2) Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri diberikan oleh kepala<br />kejaksaan negeri setempat atas nama Jaksa Agung, sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan<br />di rumah sakit di luar negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung.<br />(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), hanya diberikan atas dasar rekomendasi dokter,<br />dan dalam hal diperlukannya perawatan di luar negeri rekomendasi tersebut dengan jelas meyatakan<br />kebutuhan untuk itu yang dikaitkan dengan belum mencukupi fasilitas perawatan tersebut di dalam<br />negeri.<br />Pasal 37<br />(1) Jaksa Agung bertanggung jawab atas penuntutan yang dilaksanakan secara independen demi keadilan<br />berdasarkan hukum dan hati nurari.<br />(2) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Presiden dan Dewan<br />Perwakilan rakyat sesuai dengan akuntabilitas.<br />BAB IV<br />KETENTUAN LAIN<br />Pasal 38<br />Untuk meningkatkan kualitas kinerja kejaksaan, Presiden dapat membentuk sebuah komisi yang susunan<br />dan kewenangannya diatur oleh Presiden.<br />Pasal 39<br />Kejaksaan berwenang menangani perkara pidana yang diatur dalam Qanun sebagaimana dimaksud dalam<br />Udang-Udang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewah Aceh<br />sebagai provinsi Nanghroe Aceh Darussalam, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang<br />Hukum Acara Pidana.<br />BAB V<br />KETENTUAN PERALIHAN<br />Pasal 40<br />Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan<br />kejasaan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan undang-<br />Undang ini.<br />BAB VI<br />KETENTUAN PENUTUP<br />Pasal 41<br />Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang kejaksaan<br />Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3451), dicabut dan dinyatakan tidak<br />berlaku.<br />Pasal 42<br />Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.<br />Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya<br />dalam lembaran Negara Republik Indonesia.<br />Disahkan di Jakarta<br />Pada tanggal 26 Juli 2004<br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,<br />tdd<br />MEGAWATI SOEKARNOPUTRI<br />Diundangkan di Jakarta<br />Pada tanggal 26 Juli 2004<br />SEKERTARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,<br />BAMBANG KESOWO<br />LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 67MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-14252886904568012992009-11-05T08:05:00.000-08:002009-11-05T08:10:54.825-08:00<div style="text-align: center;"><b><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);font-size:180%;" >Polisi Ikut Gugat Wewenang Penyidikan Ganda Kejak</span><span style="color: rgb(255, 0, 0);font-size:180%;" >saan</span></span></b><br /></div><br /><p><i><span style="font-size:85%;">Timbul kesan seolah-olah hanya Kejaksaan yang mampu menyidik perkara pidana khusus.</span></i></p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span><div> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Pemohon <a href="http://hukumonline.com/detail.asp?id=18096&cl=Berita">uji materi Pasal 30</a> Undang Undang No 16 Tahun 2006 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan), Subarda Midjaja, seakan mendapat angin segar. Permohonannya yang menggugat kewenangan kejaksaan dalam melakukan penyidikan dan penuntutan sekaligus, ternyata didukung Kepolisian. “Dengan kewenangan ganda tersebut, bisa terjadi <i style="">abuse of power</i>,” ujar Kombes Pol RM Panggabean dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (17/1).<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Kabid Penerapan Hukum dan UU dalam Divisi Pembinaan Hukum Polri ini menilai aturan tersebut justru mengambil kewenangan kepolisian dalam menyidik kasus tindak pidana khusus. “Sehingga menimbulkan kesan, hanya kejaksaan yang mampu menyidik kasus pidana khusus atau korupsi. Polisi dinilai tak mampu,” ujarnya.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Aturan kewenangan penyidikan oleh kejaksaan, lanjut Panggabean, memang tak serta merta menghapus kewenangan kepolisian dalam menyidik tindak pidana khusus. “Tapi selalu mentok di Kejaksaan. Seakan ada sentimen dari penuntut umum kepada kepolisian,” ujarnya. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Panggabean mengungkapkan perdebatan ini memang sudah sering terjadi. Bahkan, lanjutnya, banyak praktisi hukum yang sempat menolaknya. OC Kaligis, ujar Panggabean, juga pernah mengkritik. Berdasarkan catatan </span></span><st1:personname><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"><i style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">hukumonline</span></i></span></st1:personname><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">, dalam sebuah bukunya, pengacara kondang tersebut pernah curhat mengenai kasus yang ditanganinya. “Yang menyidik Ali Mukartono, lalu yang menjadi penuntut umum juga Ali Mukartono,” tulis OC Kaligis.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Apa yang disampaikan Panggabean mestinya bukan pandangan pribadi. Sebab, kehadirannya di MK adalah mewakili institusi kepolisian. Kepolisian diundang memberi keterangan sebagai pihak terkait dalam perkara permohonan Subarda. Sikap kepolisian tentu menjadi amunisi bagi Subarda. Ketika ditanya oleh Ketua Majelis Konstitusi Jimly Asshidiqqie, Panggabean menjawab dengan tegas. “Kami setuju dengan pemohon,” tuturnya. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Meski begitu, ia menegaskan sikap ini bukan terkait masalah persaingan antar institusi. “Ini soal sistem yang bermasalah,” tambahnya.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Alasan memperbaiki sistem yang bermasalah juga digunakan pemohon dengan membawa perkara ini ke MK. Menurut kuasa hukum pemohon, Ahmad Bay Lubis, bila hanya mempermasalahkan penahanan kliennya dalam tahap penyidikan dan penuntutan oleh Kejaksaan, lembaga praperadilan memang bisa digunakan. “Praperadilan sudah diajukan, tapi dicabut kembali,” ujarnya.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><st1:place><st1:placename><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Ahmad</span></span></st1:placename><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></span><st1:placename><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Bay</span></span></st1:placename></st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> menilai lembaga praperadilan hanya menyelesaikan persoalan yang dialami kliennya saja. Sedangkan yang ia lakukan saat ini, membawa ke MK, bertujuan untuk menyelesaikan persoalan secara menyeluruh. “Agar sistem hukum pidana </span></span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Indonesia</span></span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> lebih baik lagi,” ujarnya. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"><b><i><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Setback</span></i></b><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"> ke HIR<o:p></o:p></span></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Hakim Konstitusi Achmad Roestandi coba menelaah<span style=""> </span>kewenangan ganda kejaksaan. Menurut dia, campur aduk kewenangan antar penyidik dan penuntut umum dahulu sudah terjadi di HIR. Lalu, lahirlah KUHAP yang diklaim sebagai karya agung bangsa </span></span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Indonesia</span></span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">. “Dalam KUHAP jelas. Polisi menyidik, jaksa menuntut, dan hakim memutus,” ujarnya.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Dengan adanya kewenangan ganda ini, masih menurut Roestandi, seakan sistem hukum </span></span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Indonesia</span></span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> kembali ke masa lalu. “Ini seperti <i style="">setback</i> ke HIR,” ujarnya. Karenanya, ia bertanya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pembentuk UU. “Latar belakangnya seperti apa?” tanyanya. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Anggota Komisi III DPR Akil Mochtar menilai perdebatan ini memang sempat terjadi di Senayan ketika pembahasan Rancangan UU Kejaksaan. Akil termasuk yang menolak kewenangan ganda Kejaksaan. “Dalam risalah persidangan jelas, perdebatan seputar ini yang paling panjang,” ujarnya. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Namun, lanjut Akil, akhirnya disepakati kewenangan penyidikan oleh Kejaksaan itu masuk ke dalam UU. <i style="">Bargaining</i> yang diberikan adalah dibentuknya Komisi Kejaksaan. Dengan dibentuknya Komisi Kejaksaan, kekhawatiran tak adanya <i style="">checks and balances</i> bisa dihilangkan. “Komisi Kejaksaan mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan,” tambahnya.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Selain itu, Akil juga mengatakan sebelum adanya UU Kejaksaan, sudah banyak UU yang mengatur penyidikan oleh lembaga non kepolisian. “Misalnya, UU No 26 Tahun 2000 tentang HAM,” ujarnya memberi contoh. Dalam UU tersebut, memang kewenangan penyidikan dipegang oleh Jaksa Agung. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Koordinator penyidik<o:p></o:p></span></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Pada siding yang sama, Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan mencoba menafsirkan KUHAP bahwa posisi polisi adalah sebagai koordinator penyidik. “Agak aneh bila kejaksaan melakukan penyidikan tanpa komunikasi dan koordinasi dengan polisi,” ujarnya. Ia menganalogikan dengan posisi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). “<i>Masak</i> penyidik perikanan <i>ujug-ujug</i> masuk pengadilan,” tambahnya. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Hakim I Dewa Gede Palguna mengingatkan ketentuan KUHAP yang memberikan kewenangan penyidikan kepada lembaga di luar kepolisian (PPNS) hanya bersifat transisi. Ia mengutip ketentuan Pasal 284 ayat (2) KUHAP. Pasal itu menyatakan<i> Dalam waktu dua tahun setelah undang undang ini diundangkan maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan undang undang ini, dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu, sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi</i>. </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p></o:p></span><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"><br /></span></p></div>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-67936344938462544242009-11-05T07:55:00.001-08:002009-11-05T07:57:52.235-08:00<div style="text-align: center; color: rgb(51, 51, 51);"><span style="font-size:180%;"><b>Pertarungan Wewenang Polisi dan Jaksa dalam Menyidik Perkara Korupsi </b><br /></span></div><br /><p><i><span style="font-size:85%;">Kejaksaan dan Kepolisian sama-sama mengaku ingin memperbaiki sistem hukum dan melepas ego-sektoral. Namun, nuansa untuk memperebutkan kewenangan penyidikan perkara basah, tindak pidana korupsi, begitu terasa.</span></i></p> <span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span><div> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"></span></b><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"><i><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><span style=""></span><o:p></o:p></span></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Nuraini dan suaminya, Subarda Midjaja mungkin tak pernah menyangka bahwa permohonan </span></span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"><a href="http://hukumonline.com/detail.asp?id=18096&cl=Berita"><span style="" lang="NL"><span style="color:#000080;">uji materinya terhadap Pasal 30 ayat (1) huruf d</span></span></a></span></span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan (UU Kejaksaan) akan memantik perdebatan sengit antara dua lembaga penegak hukum: Kejaksaan dan Kepolisian. Perdebatan kedua institusi ini bermuara pada kewenangan menyidik tindak pidana khusus, yaitu korupsi. Konon, usia perdebatan ini pun cukup tua, sudah dimulai lebih dari 20 tahun lalu, sejak Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diundangkan. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Kini, puluhan tahun berjalan, perdebatan kembali mencuat. Cuma, perdebatan tak lagi diam-diam karena harus diungkapkan secara terbuka dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK). Ketua Mahkamah, Jimly Asshiddiqie, bahkan sempat mengucapkan terima kasih kepada si pemohon Subarda dan isteri yang telah ‘berjasa’ membawa perseteruan laten kedua lembaga ke ranah publik. </span></span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">“Kasus pemohon ini telah menjadi <i>entry point</i>,” ujarnya dalam persidangan di MK, Selasa (12/2) lalu. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Ya, <i>entry point</i> dari pembangunan sistem hukum </span></span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Indonesia</span></span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> yang sering dinlai tumpang tindih. Lantas, apakah setelah ada pintu masuk, Kepolisian dan Kejaksaan akan benar-benar ingin memperbaiki sistem hukum atau masih tetap mengedepankan ego-sektoral semata? Perseteruan itu pula yang ditamsilkan Guru Besar Emeritus Hukum Pidana Universitas Airlangga, Prof. J.E. Sahetapy. “Seperti dua kucing yang memperebutkan dendeng,” katanya.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Sesuai kewenangan yang diberikan KUHAP, polisi merasa berhak menyidik perkara korupsi. Kejaksaan pun merasa punya kewenangan serupa dengan mengacu pada pasal 30 ayat (1) huruf d UU Kejaksaan. <span style=""> </span>Menurut aturan ini, jaksa berwenang menyidik tindak pidana tertentu. Tentu saja termasuk tindak pidana korupsi. Kejaksaan berdalih tindak pidana korupsi adalah <i style="">extra-ordinary crime</i> sehingga perlu penanganan khusus.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Tindak pidana tertentu sebenarnya sudah semakin beragam. </span></span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Tetapi kejaksaan lebih banyak menangani perkara korupsi. Pengacara senior OC Kaligis menyindir bahwa Kejaksaan hanya menyidik perkara basah yang menggiurkan saja. Kaligis pernah menyinggung masalah ini dalam tulisan ilmiah di Pascasarjana Universitas Padjadjaran bandung, yang kemudian dibukukan menjadi “<i style="">Pengawasan Terhadap Jaksa Selaku Penyidik Tindak Pidana Khusus dalam Pemberantasan Korupsi</i>”. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Kritik serupa datang dari mantan Kapolri, Awaloedin Djamin. “Jaksa enak benar, boleh menyidik tindak pidana ekonomi saja. Perkara gorok menggorok dan rampok diserahkan ke polisi,” tandasnya. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Andi Hamzah membandingkan antara aparat penegak hukum di Indonesia dengan di Belanda. </span></span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Di </span></span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">sana</span></span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">, lanjut Andi, semakin banyak beban namun gaji kurang diterima dengan senang hati. “Di Indonesia, kurangnya gaji asal kewenangannya banyak, itu yang dicari.” ungkapnya. “Itu terjadi pada hari ini,” sindirnya terkait rebutan kewenangan menyidik tindak pidana korupsi antara Kejaksaan dengan Kepolisian.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"><b style=""><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Separation atau distribution of power?<o:p></o:p></span></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Advokat Ahmad Bay Lubis menganggap permohonan <i style="">judicial review</i> yang diajukan kliennya bukan semata-mata menguji undang-undang terhadap UUD. </span></span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Ada</span></span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> dimensi lain yang harus diperjelas demi kepentingan penegakan hukum, yaitu dimensi persaingan dua lembaga penegak hukum. “</span></span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Ada</span></span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> dimensi sengketa kewenangan antar lembaga negara,” ujarnya.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><st1:place><st1:placename><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Sinyalemen</span></span></st1:placename><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></span><st1:placename><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Ahmad</span></span></st1:placename><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></span><st1:placename><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Bay</span></span></st1:placename></st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> ditepis Kepolisian dan Kejaksaan. “Ini bukan terkait masalah persaingan antar institusi. Ini soal sistem yang bermasalah,” jelas Kombes Pol RM Panggabean, <a href="http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=18368&cl=Berita&init=0&page=2"><span style="color:#000080;">pada sidang sebelumnya</span></a>. Panggabean juga menegaskan bahwa posisi Kepolisian berada di pihak pemohon. “Aneh. Seharusnya Kepolisian adalah bagian dari pemerintah yang mempertahankan berlakunya UU, bukan justru ikut menggugat,” sindir Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto, dalam siding Selasa (12/1) lalu.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p> </o:p></span></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Dari pandangan RM Panggabean dan Wisnu Subroto saja kuat indikasi adanya perbedaan sikap kedua lembaga. Perbedaan ini bisa jadi dimulai dari prinsip yang berlaku pada KUHAP, yang dinilai sebagai karya agung bangsa </span></span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Indonesia</span></span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">. Apakah KUHAP menganut prinsip <i>separation of power</i> (pemisahan kekuasaan) atau <i>distribution of power</i> (pembagian kekuasaan)? <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Pendapat Hakim Konstitusi Achmad Roestandi, beberapa waktu lalu, yang menegaskan tugas polisi menyidik, jaksa menuntut, dan hakim memutus merupakan pendekatan menggunakan <i>separation of power</i><span style="">, pemisahan kekuasaan</span>. Artinya, masing-masing instansi sudah punya tugas sendiri yang saling berlanjut: dari kepolisian perkara berlanjut ke jaksa, dan bermuara di meja hakim. <span style=""> </span>Namun, Kejaksaan punya argumentasi teoritis. “Saat ini, trias politica (<i style="">separation of power</i>) sudah tidak dianut lagi,” bantah Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Untung Udji Santoso. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Guru Besar Hukum Pidana Indriyanto Seno Aji justru menilai saat ini </span></span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Indonesia</span></span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> menganut pola <i>distribution of power</i>. Sehingga tak ada lagi pengkotak-kotakan kewenangan. Penegak hukum saat ini harus saling mengisi dalam sistem peradilan yang terintegrasi. “Makanya, kejaksaan diberi kewenangan untuk menyidik,” ujarnya.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Kejaksaan mengamini pendapat Indrianto. “Sebagai penuntut umum, sejak awal jaksa harus tahu validitas alat bukti sehingga dapat mendeteksi permasalahan di dalam persidangan,” kata Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Kapusdiklat) Kejaksaan Marwan Effendy. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Argumentasi Marwan dinilai lemah. Kepala Divisi Pembinaan Hukum Mabes Polri Arianto Sutadi berpendapat kalau memang jaksa ingin mendeteksi sejak awal, tidak harus ikut menyidik. Pola penyidikan perkara pidana umum bisa ditiru. Setiap memulai penyidikan, polisi selalu menyerahkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada jaksa. Jadi, sejak awal jaksa sudah bisa mengantisipasi tanpa harus ikut-ikutan menyidik. </span></span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">“Kalau polisi akan menyidik, maka SPDP diberikan ke jaksa,” ujarnya.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Pasal 284 KUHAP<o:p></o:p></span></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Sahdan, dua puluh tujuh tahun silam, ketika masyarakat hukum </span></span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Indonesia</span></span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> merayakan kelahiran KUHAP, ternyata masih ada beberapa ganjalan dalam hati para penegak hukum. Salah satu ganjalan itu adalah Pasal 284 ayat (2) KUHAP. Pasal itu menyatakan: “<i>Dalam waktu dua tahun setelah undang undang ini diundangkan maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan undang undang ini, dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu, sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi”</i>.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Mantan Kapolri Awaloeddin Djamin menjelaskan maksud pasal ini adalah jaksa hanya boleh menyidik korupsi selama dua tahun sejak KUHAP diundangkan. “KUHAP diundangkan tahun 1981. Jadi tahun 1983 harusnya sudah tidak berlaku lagi,” ujarnya. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Namun, kala itu, dari pihak jaksa menilai pasal tersebut tak otomatis gugur setelah dua tahun, sebelum ada undang-undang lain yang mencabutnya.<span style=""> </span>Awaloeddin tetap <i>keukeuh</i> dengan pendapatnya. Ia berpendapat dengan berlakunya UU Kejaksaan yang membolehkan jaksa menyidik, seakan-akan <i>deadline</i> dua tahun itu ditambah kembali.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">OC Kaligis menilai ada beberapa pasal dalam KUHAP terkait <i>checks and balances </i>antara penyidik dengan penuntut umum terkait kewenangan menyidik oleh jaksa. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dalam bukunya, OC Kaligis memang sempat mengungkapkan kasus yang penyidik dan penuntut umumnya adalah orang yang sama. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Dalam persidangan, OC Kaligis mengungkapkan kasus yang lebih dahsyat lagi. “Saksi pelapor, penyidik, serta penuntut umumnya orang yang sama. Yaitu Urip Trigunawan,” jelasnya. Bayangkan, lanjutnya, Urip melaporkan kepada penyidik yang merupakan posisinya juga. Lalu, Urip si penyidik meneruskan perkara ke Urip si penuntut umum. Lalu, Urip si penuntut umum memanggil Urip si saksi pelapor. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Tabel<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Pasal dalam KUHAP yang mati suri bila jaksa bisa menyidik<o:p></o:p></span></span></p> <table class="MsoNormalTable" style="margin: auto auto auto 2.75pt; border-collapse: collapse;" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0"> <tbody> <tr style=""> <td style="border: 1pt solid black; padding: 2.75pt; background: rgb(255, 128, 128) none repeat scroll 0% 0%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial; width: 498.6pt;" valign="top" width="665"> <p class="TableContents" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Pasal 138<o:p></o:p></span></b></p> <p class="TableContents" style="margin: 0in 0in 0pt; text-indent: -0.25in; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="">(1)<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum.<o:p></o:p></span></p> <p class="TableContents" style="margin: 0in 0in 0pt; text-indent: -0.25in; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="">(2)<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum.<o:p></o:p></span></p> <p class="TableContents" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="TableContents" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Pasal 139<o:p></o:p></span></b></p> <p class="TableContents" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan. <o:p></o:p></span></p></td></tr></tbody></table> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style=""><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Hukum internasional <o:p></o:p></span></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Sementara itu, dari sudut pandang hukum internasional, Kejaksaan mendapat 'dukungan' dari pejabat Departemen Luar Negeri (Deplu) Arif Havas Oegroseno. Menurutnya, kewenangan jaksa dalam menyidik sudah dikenal dalam dunia internasional. “Dalam permohonannya pemohon </span></span><st1:state><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">kan</span></span></st1:place></st1:state><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> mengklaim di dunia internasional, penyidikan itu adalah domain kepolisian. Kenyataannya tak seperti itu,” ungkapnya. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Dalam <a href="http://www.unhchr.ch/html/menu3/b/h_comp45.htm"><span style="color:#000080;">UN Guidelines on the Role of Prosecutors</span></a><i>, </i>disepakati secara aklamasi oleh anggota PBB termasuk </span></span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Indonesia</span></span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">, jaksa juga berwenang untuk menyidik. “Dalam butir 11, peran jaksa bukan hanya menuntut, tapi juga investigasi dan supervisi,” jelasnya.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Beginilah bunyi ketentuan dalam pedoman peranan jaksa yang sudah disepakati Negara-negara anggota PBB itu. ‘Prosecutors shall perform an active role in criminal procee, including institution of prosecution and, where authorized by law or consistent with local practice, in the investigation of crime, supervision over the legality of theses investigations, supervision of the execution of court decisions and the exercise of other functions as representatives of the public interest’.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Arief Havas justru khawatir bila penyidikan hanya menjadi domain kepolisian, sistem hukum </span></span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Indonesia</span></span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> akan bertentangan dengan <i>guidelines</i> PBB tadi.<i> “</i>Di situ<span style=""> </span>disebut, betul polisi punya kewenangan menyidik, tapi jaksa juga bisa,” katanya.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Di negara lain, memang kewenangan jaksa dalam menyidik lazim ditemukan. Andi Hamzah menguraikan KUHAP beberapa negara yang mengatur hal serupa. Di antaranya adalah Amerika Serikat, Belanda, Rusia, dan Georgia. “Hampir seluruh negara di Uni Eropa, jaksa bisa menyidik. </span></span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Minimal bisa supervisi,” tambahnya. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Pandangan Andi Hamzah dikritik pihak Kepolisian. Prakek di lapangan tak selalu sama dengan apa yang tertulis di buku-buku referensi yang dibaca Prof. Andi Hamzah. Menurut Irjen Pol. Arianto Sutadi, komparasi dengan negara lain tidak terlalu relevan. </span></span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">“Jangan hanya mengadopsi,” tambahnya. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Awaloeddin Djamin pun bersuara senada. “Orang Amerika Serikat saja minta jangan meniru kepolisian AS, masak kita tetap mau membandingkan,” ujar pria yang tesisnya mengenai Sistem Kepolisian Amerika Serikat ini.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Selain kritik terhadap pendapat Andi Hamzah, keterangan Arief Havas pun dibantah oleh OC Kaligis. Menurut advokat senior itu, pembatasan kewenangan jaksa dalam menyidik perkara korupsi tidak perlu khawatir akan menabrak hukum internasional. “Hukum internasional </span></span><st1:state><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">kan</span></span></st1:place></st1:state><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> juga mengakui adanya hukum nasional masing-masing negara,” ujarnya. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Kaligis menambahkan PBB sudah mengatur jika ada konfilk antara hukum internasional dgn hukum nasional, maka hukum internasional harus mengalah. Arief Havas balik menyerang bahwa Kaligis bukan ahli hukum internasional. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Lalu, apabila penyidikan merupakan domain kepolisian, bagaimana dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berwenang menyelidik, menyidik dan menuntut. Menurut Awaloeddin, KPK dengan Kejaksaan berbeda sama sekali. Meski KPK mempunyai tiga kewenangan itu, prakteknya yang menyidik tetap saja dari unsur kepolisian. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;">Perdebatan-perdebatan ilmiah tampaknya akan terus mencuat dari kasus ini. Karena itu, menarik untuk ditunggu bagaimana kelak MK memutusnya. “Masalah yang lebih dua puluh tahun terkatung-katung, saya harap bisa selesai di sini,” harap Awaloeddin. Mudah-mudahan, Pak!</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;" lang="NL"></span><span style="font-family:verdana,arial;font-size:85%;"><br /></span></p></div>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-22691181847098900862009-10-21T10:41:00.000-07:002009-10-23T10:29:48.221-07:00<div style="text-align: center; color: rgb(255, 0, 0);" id="UtamaTitle"><span style="font-size:180%;">Pelantikan Menteri Kamis Pukul 13.30 </span></div><div style="text-align: center; color: rgb(255, 0, 0);"> </div><div style="text-align: center; color: rgb(255, 0, 0);" id="UtamaLead"><span style="font-size:180%;">Ada 34 menteri yang akan dilantik dan tiga pejabat tinggi negara lainnya.</span></div> <div id="UtamaTgl"><br /></div> <div id="text_closed"><br /> </div> <table align="left" border="0" cellpadding="4" cellspacing="0"> <tbody><tr> <td align="center"> <table width="300" border="0" cellpadding="3" cellspacing="0"> <tbody><tr> <td align="center"> <img id="att_fotoimg" src="http://media.vivanews.com/thumbs2/2009/10/17/78061_presiden__wapres_dan_menteri_kabinet_indonesia_bersatu_300_225.jpg" class="border-1" vspace="0" width="300" align="left" height="225" hspace="0" /> </td> </tr> <tr> <td style="font-weight: normal; font-size: 10px;" id="att_fotocaption" align="left"> (ANTARA/Widodo S. Jusuf) </td> </tr> </tbody></table> </td> </tr> </tbody></table> <div id="related" style="padding-top: 20px;"><br /><div id="related_selip"><div style="float: left; margin-left: 10px;"> </div> </div> </div> <p><strong>VIVAnews</strong> - Jika tidak ada aral melintang, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan melantik para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II pada pukul 13.30 WIB, Kamis 22 Oktober 2009.<br /><br />Sebanyak 34 menteri dan tiga pejabat diumumkan SBY tepat pukul 22.00 WIB, Rabu 21 Oktober 2009 malam ini.<br /><br />Berikut nama-nama menteri yang akan dilantik besok:<br /><br />1. Marsekal TNI Purn Djoko Suyanto, Menko Polhukam<br />2. Hatta Rajasa, Menko Perekonomian<br />3. Agung Laksono, Menko Kesra<br />4. Sudi Silalahi, Mensesneg<br />5. Gamawan Fauzi, Mendagri<br />6. Marty Natalegawa, Menlu<br />7. Purnomo Yusgiantoro, Menhan<br />8. Patrialis Akbar, Menkum HAM<br />9. Sri Mulyani Indrawati, Menkeu<br />10. Darwin Saleh, Menteri ESDM<br />11. MS Hidayat, Menperin<br />12. Mari Elka Pangestu, Mendag<br />13. Suswono, Menteri Pertanian<br />14. Zulkifli Hasan, Menhut<br />15. Freddy Numberi, Menhub<br />16. Fadel Muhammad, Menteri Kelautan dan Perikanan<br />17. Muhaimin Iskandar, Menakertrans<br />18. Djoko Kirmanto, Menteri PU<br />19. Endang Rahayu Sedyaningsih, Menkes<br />20. Muhammad Nuh, Mendiknas<br />21. Salim Segaf Al Jufri, Mensos<br />22. Suryadharma Ali, Menag<br />23. Jero Wacik, Menbudpar<br />24. Tifatul Sembiring, Menkominfo<br />25. Suharna Surapranata, Menristek<br />26. Syarief Hasan, Menkop UKM<br />27. Gusti Muhammad Hatta, Menteri LH<br />28. Linda Amalia Sari, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak<br />29. EE Mangindaan, Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi<br />30. Helmy Faishal, Menteri PDT<br />31. Armida Alisjahbana, Menneg PPN/Kepala Bappenas<br />32. Musfata Abubakar, Meneg BUMN<br />33. Suharso Manoarfa, Menpera<br />34. Andi Mallarangeng, Menpora<br /><br />Kuntoro Mangkusubroto, Ketua Unit Kerja Presiden Pengawasan dan Pengendalian Lingkungan<br />Sutanto, Kepala BIN<br />Gira Wirjawan, Kepala BKPM</p>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-15786133679039410672009-10-18T12:44:00.000-07:002009-10-18T12:46:01.796-07:00<h1 style="text-align: center; color: rgb(51, 255, 51);" class="title"><span style="font-size:130%;">Skenario KPK Tanpa Pengadilan Tipikor</span></h1> <div class="meta with-taxonomy"> <!--div class="submitted">Posted June 13th, 2009 by legalitas</div--> <div class="submitted">Dikirim/ditulis pada 13 June 2009 oleh legalitas</div> <div class="taxonomy"><ul class="links inline"><li class="first last taxonomy_term_1"><a href="http://www.legalitas.org/?q=category/kategori-artikel/artikel-hukum-pidana" rel="tag" title="" class="taxonomy_term_1">ARTIKEL HUKUM PIDANA</a></li></ul></div> </div> <div class="content"><div style="text-align: center;"> </div><p style="text-align: center;"><strong>Oleh: </strong>Andi Wahyu W<br />[Penulis adalah Praktisi dan Konsultan Hukum]</p> <p> <img src="http://www.legalitas.org/image/artikel/gedung%20kpk.jpg" alt=" " vspace="6" width="116" align="left" height="88" hspace="5" /><strong>Sistem Peradilan Pidana Khusus.</strong><br />Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki tiga fungsi utama dalam menjalankan tugas pemberantasan korupsi di Indonesia. Pertama; fungsi pencegahan. Kedua fungsi; supervisi dan koordinasi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Ketiga; fungsi penindakan. Fungsi penindakan ini meliputi; penyelidikan, penyidikan dan penuntutan (pasal 6 huruf c UU KPK). Sebagai kelanjutan dari fungsi tersebut pembentuk undang-undang menetapkan adanya pengadilan tindak pidana korupsi (Pengadilan Tipikor) yang berwenang memutus perkara yang diajukan oleh KPK. (pasal 53 UU KPK). Ketentuan pasal 53 tersebut menegaskan bahwa hanya Pengadilan Tipikor yang berwenang memutus perkara yang diajukan KPK, selain Pengadilan Tipikor tidak ada pengadilan yang berwenang memutus perkara yang diajukan KPK. Jika pasal 6 huruf c UU KPK dikaitkan dengan pasal 53 UU KPK, nampak bahwa UU KPK menghendaki sistem peradilan pidana (penyidikan, penuntutan, pengadilan) yang khusus mengadili tindak pidana korupsi. Dua pasal tersebut juga menunjukan bahwa KPK sesungguhnya merupakan sistem peradilan pidana khusus tindak pidana korupsi.</p> <p>Pembentuk Undang-Undang KPK memang berniat mengkonstruksikan suatu bangunan sistem peradilan pidana yang khusus tindak pidana korupsi. Niatan tersebut tidak lain sebagai upaya meneruskan visi dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat pegiat reformasi hukum. Visi dan aspirasi tersebut pada intinya, tidak mempercayai sistem peradilan pidana yang ada untuk memberantas tindak pidana korupsi. Padahal, korupsi telah terjadi secara sistemik dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat luas (Penjelasan UU No 20/2001). </p> <p><strong>Tanpa Pengadilan Tipikor.</strong><br />Pengadilan Tipikor terancam bubar secara hukum karena putusan Mahkamah Konstutusi Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, yang memerintahkan pembentuk undang-undang agar paling lambat tiga tahun membentuk undang-undang tentang pengadilan Tipikor. Dengan demikian, status konstitusionalitas Pengadilan Tipikor lebih terjamin. Sementara ini keberadaan Pengadilan Tipikor diatur “dalam undang-undang” yaitu Pasal 53 UU KPK, padahal keharusan konstitusi menyatakan keberadaan badan peradilan di bawah MA diatur “dengan undang-undang” (lihat Pasal 24A UUD 1945). Inilah peraturan perundang-undangan, hanya beda kata “dalam” dengan kata “dengan” menimbulkan implikasi serius, padahal hakekatnya sama yaitu berdasarkan undang-undang dan menjadi kewenangan pembentuk undang-undang untuk mengatur pembentukan badan peradilan dibawah MA. MK melalui putusan tersebut diatas, telah menyeimbangkan aspek kepastian hukum (rechmatigheid) dengan kemanfaatan hukum (doelmatigheid). MK. Pada satu sisi MK mengajak untuk berdisplin dalam berkonstitusi dan pada sisi lain (kepastian hukum), MK memberikan tenggat waktu berlakunya Pengadilan Tipikor (kemanfaatan hukum).</p> <p>Jika tenggat waktu tiga tahun telah habis, secara demi hukum, Pengadilan Tipikor bubar. Bubarnya Pengadilan Tipikor membawa akibat hilangnya fungsi KPK sebagai sistem peradilan pidana khusus tindak pidana korupsi. KPK tidak lagi bisa melakukan penindakan dalam bentuk penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, karena tiga kegiatan tersebut tidak ada lagi pengadilan yang bisa memutus perkara hasil kerja penindakan oleh KPK. KPK kemudian hanya bisa menjalankan fungsi yang lain, yaitu supervisi dan koordinasi serta pencegahan. Pertanyaannya, apakah sistem peradilan pidana sudah sepenuhnya bisa terpercaya melakukan proses peradilan pada pelaku tindak pidana korupsi ? Apakah efektif dua fungsi KPK selain fungsi sistem peradilan pidana untuk pemberantasan tindak pidana korupsi ? Sekaligus, mengapa DPR sebagai pembentuk undang-undang belum juga membuat Undang-Undang Tipikor sementara tenggat waktu sudah mau habis, tinggal hitungan bulan.</p> <p>Pertanyaan diatas perlu dijawab oleh DPR RI sebagai pembentuk undang-undang. Apakah langkah DPR tidak segera membentuk Undang-Undang Tipikor merupakan pernyataan politik secara tidak langsung yang menjawab dua pertanyaan diatas. Apakah langkah DPR tersebut merupakan sinyal sikap DPR bahwa dua fungsi KPK selain KPK sebagai sistem peradilan pidana khusus sudah cukup bagi KPK dan sistem peradilan pidana yang ada sudah terpercaya untuk melakukan proses pada pelaku tindak pidana korupsi. Jika benar sikap DPR seperti itu, berarti ada politik hukum pembentuk undang-undang yang menghendaki KPK tanpa Pengadilan Tipikor. Meskipun Presiden bisa mengeluarkan Perpu Pembentukan Pengadilan Tipikor sebagai ganti UU yang tidak keluar, namun Perpu tersebut juga akan batal jika DPR pada tiba waktu menolak Perpu tersebut. Jadi persoalannya adalah sikap politik hukum pembentuk undang-undang, apakah menghendaki fungsi sistem peradilan pidana pada KPK atau tidak.</p> <p><strong>Skenario Alternatif.</strong><br />Jika kita andaikan sikap pembentuk undang-undang memang tidak berkehendak adanya fungsi KPK sebagai sistem peradilan pidana khusus, Perpu bukanlah solusi karena Perpu tersebut akan bisa dibatalkan oleh DPR (lihat Pasal 22 UUD 1945). Harus ada solusi lain. Solusi alternatif adalah mencegah kemudloratan yang lebih besar, dengan mencari jalan tengah antara kehendak KPK tanpa Pengadilan Tipikor dengan KPK harus tetap berfungsi sebagai sistem peradilan pidana. Caranya, dengan mengamandemen pasal 53 UU KPK. Dalam amandemen tersebut, pengadilan umum bisa memutus perkara yang diajukan oleh KPK. Dengan demikian, KPK separuh dirinya, masuk dalam sistem peradilan pidana yang sudah ada. Kita masih bisa berharap mendapatkan putusan yang baik mengingat hakim agung telah terseleksi secara transparan dan akuntabel. Meskipun cara ini merupakan kemunduran politik hukum pemberantasan korupsi, tapi ya itulah, bad politic bad law.</p> </div> <span class="statistics_counter"></span>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-11964502536882297602009-10-18T12:36:00.000-07:002009-10-18T12:37:46.666-07:00<h1 style="text-align: center; color: rgb(51, 204, 0);" class="title"><span style="font-size:100%;">Hak Jaksa Mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan Batasannya</span></h1> <div class="meta with-taxonomy"> <!--div class="submitted">Posted August 7th, 2009 by legalitas</div--> <div class="submitted">Dikirim/ditulis pada 7 August 2009 oleh legalitas</div> <div class="taxonomy"><ul class="links inline"><li class="first last taxonomy_term_1"><a href="http://www.legalitas.org/?q=category/kategori-artikel/artikel-hukum-pidana" rel="tag" title="" class="taxonomy_term_1">ARTIKEL HUKUM PIDANA</a></li></ul></div> </div> <p><strong>Oleh:</strong> Paustinus Siburian, SH., MH.<br />[Penulis adalah Advokat dan Konsultan Hak Kekayaan Intelektual]</p> <p><img src="http://www.legalitas.org/image/artikel/palu%20hakim.jpg" alt=" " vspace="6" width="130" align="left" height="110" hspace="5" /><strong>ABSTRAK </strong><br />Barang siapa yang, setelah membaca KUHAP, berkesimpulan bahwa jaksa tidak dapat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atau bahwa hanya terpidana atau ahli warisnya yang dapat mengajukan PK, maka orang itu pasti telah salah membaca undang-undang. Pembacaan yang teliti terhadap Pasal 263 KUHAP menunjukkan bahwa jaksa diberikan hak untuk mengajukan PK. Namun KUHAP juga memberikan batasan dalam hal apa jaksa dapat mengajukan PK, yaitu dalam hal ada putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap yang didalam pertimbangannya menyatakan perbuatan yang didakwakan terbukti tetapi tidak diikuti pemidanaan. Jadi tidak terhadap semua putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap jaksa berhak mengajukan PK.</p> <p>Dalam tulisan ini disarankan agar dilakukan koreksi secepatnya atas praktek hukum dan dicarikan upaya mengatasi kerugian yang dialami oleh pihak-pihak yang dalam putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum dinyatakan tidak bersalah tetapi kemudian dipidana karena adanya PK oleh jaksa. Disarankan juga agar Presiden, selaku Kepala Negara, meminta maaf kepada para korban PK jaksa dan seluruh rakyat Indonesia atas kesalahan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan jaksa-jaksa penuntut umum dalam perkara-perkara PK yang diajukan oleh jaksa.</p> <p> <strong>1. Pendahuluan</strong><br />Pertanyaan yang terus menerus diajukan sejak tahun 1996 adalah apakah jaksa dapat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dalam perkara pidana terhadap suatu putusan pengadilan yang sudah mempunyai hukum yang tetap. Pertanyaan ini muncul karena pada tahun 1996, untuk pertama kalinya, jaksa mengajukan permohonan PK dalam perkara dengan terdakwa, Mochtar Pakpahan, seorang aktivis buruh pada masa itu. Sejak itu Jaksa secara terus menerus mengajukan PK. Tidak dalam semua kasus yang diajukan jaksa memenangkan PK. Mahkamah Agung (MA) bersikap mendua mengenai hal ini. Ada majelis MA yang menyatakan jaksa tidak berhak mengajukan PK, ada yang menyatakan jaksa dapat mengajukan PK. </p> <p>Dalam putusan PK dimana MA menerima permintaan PK dari jaksa, MA menyatakan menciptakan hukum karena KUHAP tidak mengaturnya. Dalam Negara v Muchtar Pakpahan, sebagaimana dikutip dalam Negara v Pollycarpus (PUTUSAN No. 109 PK/Pid/2007) , MA misalnya menyatakan: “Dalam menghadapi problema yuridis hukum acara pidana ini dimana tidak diatur secara tegas pada KUHAP maka Mahkamah Agung melalui putusan dalam perkara ini berkeinginan menciptakan hukum acara pidana sendiri, guna menampung kekurangan pengaturan mengenai hak atau wewenang Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan permohonan pemeriksaan Peninjauan Kembali (PK) dalam perkara pidana.” </p> <p>Dalam hal MA tidak dapat menerima permohonan jaksa, MA menyatakan bahwa MA tidak berwenang memutuskan mengenai PK. Dalam Negara v H. MULYAR bin SAMSI (Putusan MA No84PK/Pid/2006 Tahun 2006), MA menyatakan bahwa PK Jaksa tidak dapat diterima dengan alasan:<br /><em>Bahwa Pasal 263 ayat (1) KUHAP telah menentukan bahwa terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, Terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauankembali kepada Mahkamah Agung;</em></p> <p><em>Bahwa ketentuan tersebut telah mengatur secara tegas dan limitative bahwa yang dapat mengajukan peninjauankembali adalah Terpidana atau ahli warisnya. Hal ini berarti bahwa yang bukan Terpidana atau ahli warisnya tidak dapat mengajukan peninjauankembali.</em></p> <p><em>Dengan adanya ketentuan yang tegas dan limitatif tersebut, tidak diperlukan lagi ketentuan khusus, yang mengatur bahwa yang bukan Terpidana atau ahli warisnya tidak dapat mengajukan peninjauankembali; </em></p> <p><em>Bahwa “due proses of law” tersebut berfungsi sebagai pembatasan kekuasaan Negara dalam bertindak terhadap warga masyarakat, dan bersifat normatif, sehingga tidak dapat ditafsirkan dan tidak dapat disimpangi, karena akan melanggar keadilan dan kepastian hukum ; </em></p> <p> <em>Menimbang, berdasarkan hal-hal tersebut disimpulkan bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak dapat mengajukan permohonan peninjauankembali atas putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap. Oleh karenanya apa yang dimohonkan oleh Jaksa Penuntut Umum merupakan kesalahan dalam penerapan hukum acara, sehingga permohonan peninjauan kembali yang dimajukan oleh Jaksa Penuntut Umum haruslah dinyatakan tidak dapat diterima;</em></p> <p><em></em>Pertimbangan-pertimbangan hukum yang dikemukakan oleh dua majelis pada MA tentu membingungkan, yang mana yang harus diikuti. Hal ini tentu akan menyebabkan adanya ketidakpastian hukum. MA, sebagaimana pertimbangan-pertimbangan hukum yang diajukan di atas menunjukkan, ternyata tidak satu. Putusan Majelis yang satu belum tentu diikuti oleh Majelis yang lain.</p> <p>Tulisan ini akan membahas mengenai dasar hukum dari jaksa dalam mengajukan PK dan setelah menemukan dasar hukumnya maka akan dibahas mengenai batasan-batasan dalam mengajukan PK sebagaimana diatur dalam KUHAP. Dalam membahas mengenai PK oleh jaksa ini, saya hanya menggunakan bahan hukum primer, yaitu undang-undang dan Putusan-putusan MA. Putusan MA yang saya gunakan dalam tulisan ini dapat diakses pada situs web dari Mahkamah Agung. Alasan tidak menggunakan bahan sekunder adalah karena dalam pertimbangan hukumnya MA membuat rujukan pada bahan hukum sekunder.</p> <p> </p> <p><strong>2. Tinjauan Atas Pasal 263 KUHAP</strong><br />Pasal 263 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa “terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan. kembali kepada Mahkamah Agung.” Ketentuan ini memberikan hak kepada terpidana atau ahli warisnya untuk mengajukan peninjauan kembali atas putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan digunakannya kata terpidana atau ahli warisnya menandakan bahwa dalam putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan tetap yang dimintakan peninjuan kembali, seseorang sudah dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman pidana atau ada pemidanaan.</p> <p>Dikecualikan dari hal-hal yang tidak dapat diajukan peninjauan kembali adalah putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Perumusan dalam Pasal 263 ayat (1) ini memang agak sedikit kacau. Yang dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali adalah terpidana atau ahli warisnya. Sementara untuk putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum tidak ada terpidana. Maka adanya klausul “kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum” sangatlah tidak masuk akal ditempatkan dalam ayat tersebut. </p> <p>Kalau kemudian jaksa mengajukan peninjauan kembali, menjadi layak karena adanya klausul “kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum”. Jaksa dapat berpikir bahwa yang diatur dalam Pasal 263 ayat (1) adalah Peninjuan kembali oleh terpidana atau ahli warisnya. Sementara untuk putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dapat diajukan peninjauan kembali tetapi tidak diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP tersebut. Dimana diaturnya, jaksapun tidak tahu dan hal ini berarti ada kekosongan hukum. MA, dari perspektif jaksa, berpikir bahwa MA dapat mengisi kekosongan tersebut melalui ketentuan bahwa hakim harus menggali nilai-nilai dalam masyarakat dan MA memang melakukannya dalam Negara v Muchtar Pakpahan dan lain-lain. </p> <p>Bahwa jaksa dapat mengajukan peninjauan kembali mendapat landasannya dalam Pasal 263 ayat (3). Pasal 263 ayat (3) tersebut menyatakan “Atas dasar alasan yang sama sebagaimana tersebut pada ayat (2) terhadap suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan.” Ayat (3) ini merupakan landasan hukum bagi jaksa dalam mengajukan PK atas putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Persyaratan dalam Pasal 263 ayat (3) “……………. apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti dengan pemindanaan” menunjukkan bahwa ketentuan Pasal 263 ayat (3) tidak ditujukan bagi Terpidana karena dalam konteks Pasal 263 ayat (3) memang tidak ada yang disebut “Terpidana”. Tidak ada “terpidana” tanpa adanya “pemidanaan”.</p> <p>Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pasal 263 ayat (1) ditujukan untuk PK bagi Terpidana atau ahli warisnya. Yang diajukan PK menurut Pasal 263 ayat (1) adalah terhadap putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap yang isinya “pemidanaan”. Pasal 263 ayat (3) adalah PK yang diajukan terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang tidak berisi pemidanaan. Karena tidak ada pemidanaan maka tidak ada terpidana dan oleh karenanya tidak ditujukan bagi Terpidana atau ahli warisnya yang memang tidak ada. </p> <p>MA dalam putusan PK dalam Negara v Pollycarpus telah keliru ketika menyatakan: </p> <p><em>2. Bahwa Pasal 263 KUHAP yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 21 Undang-Undang No.14 Tahun 1970 mengandung hal yang tidak jelas, yaitu: </em></p> <p><em>a. Pasal 263 ayat 1 KUHAP tidak secara tegas melarang Jaksa Penuntut Umum mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, sebab logikanya terpidana /ahliwarisnya tidak akan mengajukan Peninjauan Kembali atas putusan vrijspraak dan onslag van alle vervolging. Dalam konteks ini, maka yang berkepentingan adalah Jaksa Penuntut Umum atas dasar alasan dalam ketentuan pasal 263 ayat 2 KUHAP ; </em></p> <p><em>b. Bahwa konsekwensi logis dari aspek demikian maka pasal 263 ayat 3 KUHAP yang pokoknya menentukan “ Atas dasar alasan yang sama sebagaimana tersebut pada ayat (2) terhadap suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan” tidak mungkin dimanfaatkan oleh terpidana atau ahli warisnya sebab akan merugikan yang bersangkutan, sehingga logis bila kepada Jaksa Penuntut Umum diberikan hak untuk mengajukan peninjauan kembali; </em></p> <p><em></em>Menyangkut butir 2.a dari pertimbangan MA tersebut, MA jelas keliru karena ketentuan Pasal 263 ayat (1) itu adalah untuk Terpidana atau Ahli warisnya. Logika MA juga keliru ketika menyatakan “…….sebab logikanya terpidana /ahliwarisnya tidak akan mengajukan Peninjauan Kembali atas putusan vrijspraak dan onslag van alle vervolging”, karena memang tidak ada terpidana dalam putusan vrijspraak dan onslag van alle vervolging. Sedangkan butir 2.b dari pertimbangan tersebut kekeliruan MA dalam menafsirkannya lebih parah. MA menyatakan “…………..tidak mungkin dimanfaatkan oleh terpidana atau ahli warisnya sebab akan merugikan yang bersangkutan,…..”. Sebagaimana saya sebutkan di atas, dalam konteks Pasal 263 ayat (3) tidak ada “terpidana”, karena kondisinya adalah “…tidak diikuti oleh suatu pemidanaan”. </p> <p>Sebenarnya dalam putusan dalam Negara v Muchtar Pakpahan, sebagaimana dirujuk oleh MA dalam Negara v Pollycarpus, MA sudah nyaris benar ketika menyatakan:</p> <p><em>3. Pasal 263 ayat (3) KUHAP menurut penafsiran Majelis Mahkamah Agung RI maka ditujukan kepada Jaksa oleh karena Jaksa Penuntut Umum adalah pihak yang paling berkepentingan agar keputusan hakim dirubah, sehingga putusan yang berisi pernyataan kesalahan terdakwa tapi tidak diikuti pemindanaan dapat dirubah dengan diikuti pemindanaan terhadap terdakwa;</em></p> <p><em></em>Namun MA melihat Pasal 263 ayat (3) KUHAP itu ditujukan kepada jaksa oleh karena JPU adalah “pihak yang berkepentingan”. Persoalannya dalam Pasal 263 ayat (3) bukan soal siapa yang “paling berkepentingan” tetapi Pasal 263 ayat (3) itu pada dirinya memang ditujukan untuk jaksa. Dalam perkara pidana hanya ada dua pihak yang berhadap-hadapan di depan hakim, Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa. Terdakwa yang dinyatakan bersalah dan ada pemidanaan adalah Terpidana. Dengan dinyatakan “paling berkepentingan” seolah-olah ada pihak lain yang berkepentingan dengan kondisi yang disebutkan dalam Pasal 263 ayat (3) tersebut.</p> <p>Lagipula, secara logis, jika KUHAP hanya mengatur PK oleh Terpidana atau ahli warisnya, untuk apa lagi dibuat ketentuan Pasal 263 ayat (3). Pasal 263 ayat (1) sudah cukup untuk menampung keperluan terpidana atau ahli warisnya. </p> <p>Dengan demikian adalah merupakan kesalahan membaca undang-undang jika ada yang menyatakan bahwa KUHAP tidak mengatur mengenai hak atau wewenang dari jaksa untuk mengajukan PK. Sebagaimana sudah saya tuliskan di atas, KUHAP memang memberikan Hak bagi jaksa untuk mengajukan PK, sekalipun tidak secara nyata disebutkan kata “jaksa penuntut umum”.<br /></p> <p><strong>3. Putusan Bebas dan Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum</strong><br />Dalam Pasal 263 ayat (1) kedua istilah hukum tersebut muncul dalam rumusan “…..,, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum,…..”. Dalam Pasal 263 ayat (3) kedua istilah hukum itu tidak muncul. Kata-kata yang muncul adalah “……………………apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan”. Apakah Putusan bebas dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum termasuk dalam apa yang disebut dalam Pasal 263 ayat (3) “…..tidak diikuti oleh suatu pemidanaan”? </p> <p>Dalam kedua macam putusan, yaitu putusan bebas dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum tidak ada pemidanaan. Dengan demikian jika dalam putusan bebas hakim menyatakan suatu perbuatan yang didakwakan terbukti maka putusan semacam itu dapat diajukan PK. Demikian juga halnya dalam putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dimana perbuatan yang didakwakan dinyatakan terbukti tetapi ada alasan-alasan tertentu yang membuat hakim tidak menjatuhkan pidana, maka jaksa dapat mengajukan PK.</p> <p>Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menurut KUHAP tidak hanya terpidana atau ahli warisnya yang dapat mengajukan peninjauan kembali tetapi juga jaksa. Tentu alasan untuk mengajukan peninjauan kembali adalah berbeda antara apa yang diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya dengan yang diajukan oleh jaksa. </p> <p><strong>4. Alasan untuk mengajukan peninjauan kembali</strong><br />Pasal 263 ayat (2) memuat daftar dasar yang dapat diajukan untuk melakukan peninjauan kembali oleh terpidana atau ahli warisnya.<br /><em>a. apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan; </em></p> <p><em>b. apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain; </em></p> <p><em>c. apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.</em><br /></p> <p>Bagi jaksa terdapat alasan untuk mengajukan permintaan peninjauan kembali yaitu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (3) sebagaimana telah disinggung di atas, yaitu apabila putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap itu menyatakan bahwa suatu perbuatan yang sudah didakwakan terbukti tetapi tidak diikuti dengan pemidanaan. Hal ini tentu karena mungkin ada kekhilafan hakim, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) butir c.</p> <p>Kata-kata yang digunakan pada awal Pasal 263 ayat (3) seolah-olah menunjukkan bahwa semua alasan yang disebutkan dalam Pasal 263 ayat (2) akan berlaku bagi PK oleh Jaksa. Namun demikian, alasan-alasan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 263 ayat (2) butir a dan b tidak berlaku bagi jaksa. Hanya butir c dari Pasal 263 ayat (2) yang berlaku bagi jaksa untuk mengajukan PK sesuai Pasal 263 ayat (3).</p> <p>Dalam Negara v Pollycarpus misalnya, jaksa mengajukan novum. Jaksa membolakbalik ketentuan dalam Pasal 263 ayat (2) butir a. Malangnya, MA dalam PK malah menerima novum yang diajukan oleh jaksa tersebut. Dalam Negara v Pollycarpus, Majelis PK MA menyatakan: </p> <p>“Sesuai dengan ketentuan Pasal 263 ayat (2) huruf a KUHAP, salah satu alasan diajukannya peninjauan kembali adalah apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, maka hasilnya akan menjadi putusan menjadi berbeda”</p> <p>Pasal 263 ayat (2) butir a yang mengatur mengenai dasar mengajukan PK adalah untuk Terpidana dan bukan untuk Jaksa. MA mengubah Pasal 263 ayat (2) butir a KUHAP ketika menyatakan “….., maka hasilnya akan menjadi putusan menjadi berbeda”. Ini merupakan penyimpangan yang nyata yang dilakukan oleh MA. </p> <p>Ini tentu aneh mengingat ketentuan dalam Pasal 263 ayat (3) secara jelas membatasi hanya terhadap putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap yang didalamnya dinyatakan perbuatan yang didakwakan terbukti tetapi tidak diikuti pemidanaan.</p> <p>Jika dibaca sesuai Pasal 263 ayat (3) maka jaksa dapat mengajukan PK terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap yang tidak berupa pemidanaan karena dalam putusan dinyatakan bahwa perbuatan yang didakwakan sudah terbukti tetapi tidak diikuti dengan pemidanaan yang dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata dari hakim. Jadi jaksa tidak dapat mengajukan PK kalau dalam putusan bebas hakim menyatakan bahwa perbuatan yang didakwakan tidak terbukti.</p> <p><strong>5. Pembatasan</strong><br />Sesuai dengan uraian-uraian di atas maka hak jaksa untuk mengajukan PK sangat terbatas, yaitu hanya terhadap putusan yang dalam pertimbangannya hakim menyatakan perbuatan yang didakwakan terbukti tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan. Jaksa tidak dapat mengajukan PK kalau:<br />1. Putusan-putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap itu ternyata ada pemidanaan.<br />2. dalam putusan bebas hakim menyatakan bahwa perbuatan yang didakwakan tidak terbukti;<br /></p> <p>Pengajuan PK oleh Jaksa selama ini tentulah melanggar KUHAP. Maka putusan PK MA dalam Negara v Muchtar Pakpahan, dan Negara v Pollycarpus dan lain-lain merupakan kecelakaan atau bahkan dosa-dosa hukum MA terhadap korban-korban PK jaksa dalam kasaus-kasus tersebut.</p> <p><strong>6. Penutup</strong><br />Sesuai dengan uraian-uraian yang disebutkan di atas maka sebagai kesimpulan penutup adalah bahwa menurut KUHAP, jaksa berhak atau dapat mengajukan PK tetapi hanya terbatas pada putusan-putusan yang telah berkekuatan hukum tetap yang dalam pertimbangan hukumnya dinyatakan perbuatan yang didakwakan terbukti tetapi tidak diikuti dengan suatu pemidanaan. </p> <p>Oleh karena itu perlu dilakukan koreksi terhadap praktek hukum yang ada dan melakukan perbaikan-perbaikan dimana perlu di kalangan hakim, jaksa, dan advokat untuk mengatasi kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan dalam proses hukum semenjak munculnya kasus PK oleh jaksa. </p> <p>MA, Jaksa Agung, dan PERADI, sebagai organisasi yang didirikan dan berfungsi mengemban amanat UU Advokat, harus bersama-sama mencari sarana hukum yang mungkin untuk membebaskan mereka yang kemudian dipidana setelah sebelumnya menurut putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap tidak dipidana. Disarankan juga agar Presiden, selaku Kepala Negara, meminta maaf kepada para korban PK jaksa dan seluruh rakyat Indonesia atas kesalahan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan jaksa-jaksa penuntut umum dalam perkara-perkara PK yang diajukan oleh jaksa.</p> <p> </p> <p> <strong>Law Offices of Paustinus Siburian</strong><br />Kantor Bintaro JL. Cucur Timur III Blok A3 No 20 Bintaro Jaya Sektor 4 Tangerang 15225<br />Phone : 62 21 7363383, 62 21 70845062<br />Fax : 62 21 7363383<br /><a href="mailto:info@ipaust.co.id">info@ipaust.co.id</a><br />Website: <a href="http://www.ipaust.co.id/" title="http://www.ipaust.co.id">http://www.ipaust.co.id</a> </p>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-30738475044750358572009-10-18T12:32:00.000-07:002009-10-18T12:34:19.951-07:00<div class="submitted"><div style="text-align: center;"><span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold;"></span><span style="color: rgb(51, 204, 0);">Menghitung Peluang Perppu Pengadilan Tipikor</span></span><br /></div><br />Dikirim/ditulis pada 7 August 2009 oleh legalitas</div> <!--table border="1"><tr><td--> <!--/td> </tr></table--> <div class="meta with-taxonomy"> <!--div class="submitted">Posted August 7th, 2009 by legalitas</div--> <div class="taxonomy"><ul class="links inline"><li class="first last taxonomy_term_1"><a href="http://www.legalitas.org/?q=category/kategori-artikel/artikel-hukum-pidana" rel="tag" title="" class="taxonomy_term_1">ARTIKEL HUKUM PIDANA</a></li></ul></div> </div> <div style="text-align: center;"><strong>Oleh:</strong> Zamrony, S.H., M.Kn.<br /></div><p> [Penulis adalah Pembantu Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Hukum]</p> <p><img src="http://www.legalitas.org/image/artikel/gedung%20kpk.jpg" alt=" " vspace="6" width="130" align="left" height="100" hspace="5" />Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 memberikan deadline pembentukan UU Pengadilan Tipikor sampai dengan 19 Desember 2009. Jika deadline terlewati, Pengadilan Tipikor terancam bubar dan seluruh penanganan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani oleh KPK akan dialihkan ke pengadilan umum. Menurut jadwal, DPR menyisakan dua masa persidangan lagi. Yang pertama berakhir bulan Juli 2009, diselingi masa reses yang bertepatan dengan ajang pemilihan presiden, dan yang kedua akan berakhir September 2009. Namun, pembahasan RUU Pengadilan Tipikor justru ditempatkan pada masa persidangan penutup masa jabatan anggota DPR. </p> <p>Atas dasar itulah, publik melihat peluang pengesahan RUU itu amat kecil jika melihat kalkulasi waktu yang tersedia. Belum lagi, perdebatan alot terkait komposisi hakim ad hoc dan karir, kedudukan Pengadilan Tipikor, hukum acara, dan sebagainya, masih belum menemukan titik terang. </p> <p><strong>Problem Solving</strong><br />Andai RUU Pengadilan Tipikor tidak berhasil disahkan DPR, tiada jalan lain untuk menyelamatkan eksistensi Pengadilan Tipikor selain Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). UU 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menempatkan Perppu sebagai produk hukum yang memiliki hierarki, fungsi dan materi muatan yang sama dengan UU, hanya saja proses pembentukannya berbeda dengan UU. Jika proses pembentukan UU dilakukan bersama oleh Pemerintah dan DPR dalam keadaan normal, tak demikian bagi Perppu yang diterbitkan tanpa pembahasan terlebih dulu dengan DPR mengingat kondisi abnormal (kegentingan memaksa) yang tak dapat ditangguhkan sampai dengan persidangan DPR berikutnya. </p> <p>Presiden SBY dalam beberapa kesempatan baik sebelum dan selama masa kampanye Pemilu telah berulangkali mengungkapkan kesiapannya untuk menerbitkan Perppu. Namun, itu saja tak cukup bagi publik terutama pasca rencana KPK menghentikan penuntutan. Publik tetap mendesak agar Presiden SBY mempercepat penerbitan Perppu. Desakan ini sesungguhnya kurang tepat. Justru sebaliknya, lecutan semangat bagi anggota DPR lebih urgen dilakukan saat ini daripada mendesak Presiden. Bagi KPK, penuntutan kasus korupsi harus tetap dilakukan dengan mengingat ‘janji’ Presiden SBY.</p> <p>Penerbitan Perpu saat DPR sedang melakukan pembahasan RUU berpotensi meningkatkan tensi politik relasi Presiden dengan DPR. Penerbitan Perppu dengan kondisi DPR tak berhasil memenuhi janjinya merampungkan UU dapat dibaca sebagai ‘wanprestasi’ DPR, namun sebaliknya, Perppu akan hadir sebagai ‘prestasi’ bagi Presiden. Tatkala tensi politik merangkak ke titik nadir, penolakan pengesahan Perppu menjadi sesuatu yang amat mungkin. </p> <p>Pemilihan timing penerbitan akan menjadi salah satu faktor penentu lolos tidaknya Perppu menjadi UU. Jika dihitung dari sekarang, ada tiga opsi dimana penerbitan Perppu dapat dieksekusi Presiden, yaitu sampai dengan masa purna bakti DPR (1 Oktober 2009), pasca purna bakti anggota DPR sampai dengan pelantikan Presiden (1 Oktober – 20 Oktober 2009), atau pasca pelantikan Presiden sampai dengan deadline pembentukan UU Pengadilan Tipikor (20 Oktober – 19 Desember 2009). </p> <p>Opsi pertama, sebagaimana dijelaskan di atas sangat beresiko dilakukan. Namun opsi selebihnya relatif aman mengingat komposisi partai politik pendukung pemerintah di parlemen lebih solid pasca kemenangan partai demokrat dalam Pemilu Legislatif 2009. Dengan catatan, SBY kembali memimpin 5 tahun ke depan. Tidaklah berlebihan jika merujuk hasil penetapan pemenang Pilpres oleh KPU, kecuali putusan sengketa hasil Pilpres di MK membatalkan penetapan KPU itu. </p> <p>Jika opsi kedua dan ketiga dilakukan, yang relatif berbeda hanya persoalan timing penerbitan saja, oleh Presiden 2004-2009 atau 2009-2014. </p> <p>Bagaimana dengan ihwal kegentingan memaksa? Pengertian ‘hal ihwal kegentingan memaksa’ tak selalu berhubungan dengan keadaan bahaya, namun cukup bila menurut keyakinan Presiden terdapat keadaan mendesak yang membutuhkan pengaturan sederajat dengan UU. Sesungguhnya tak ada parameter penentuan kondisi ‘kegentingan memaksa’. Penjelasan pasal 22 UUD 1945 pra amademen misalnya hanya mengatakan Perppu sebagai noodverordeningsrechts Presiden (hak Presiden untuk mengatur dalam kegentingan memaksa). </p> <p>Referensi paling mutakhir diintrodusir MK melalui putusan Nomor 003/PUU-III/2005 dalam judicial review Perppu No 1/2004 terkait penambangan di kawasan hutan lindung, yang ditandatangani Presiden Megawati menjelang akhir jabatannya. Saat itu MK menyatakan parameter ‘hal ihwal kegentingan memaksa’ merupakan penilaian subyektif Presiden, sedangkan obyektivitasnya dinilai DPR. Presiden SBY sah-sah saja jika lebih dini (akhir periode 2004-2009) menafsirkan unsur kegentingan memaksa telah terpenuhi. Yang pasti, semakin Pengadilan Tipikor mendekati sakratul maut 19 Desember, unsur kegentingan memaksa semakin mencekat. </p> <p><strong>Persiapan </strong><br />Kesiapan Presiden untuk menerbitkan Perppu, wajib dibarengi dengan penyiapan draf Perppu sebagai antisipasi deadlock di DPR. Perpres 68/2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan UU, Perppu, PP, dan Perpres menyatakan Presiden dalam hal ihwal kegentingan memaksa memerintahkan penyusunan Perppu kepada Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi materi yang akan diatur Perppu, dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM. </p> <p>Materi Perppu sebaiknya bukan menggunakan draf awal RUU Pengadilan Tipikor versi Pemerintah saja, namun juga mengadopsi hasil pembahasan terakhir RUU dengan DPR serta masukan unsur masyarakat. Semata-mata agar hasilnya dapat maksimal dan materi Perppu bukan hanya cerminan pendapat penuh pemerintah (government centris). Mengingat DPR tidak berwenang turut serta menyusun Perppu yang menjadi hak prerogatif Presiden. </p> <p>Pasca penerbitan Perppu, dalam persidangan DPR yang berikutnya, Perppu akan dibahas. UU 10/2004 dan Keputusan DPR Nomor 08/DPR RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib DPR RI mengatur tata cara pembahasan Perppu sama dengan pembahasan UU. Untuk hasil akhirnya, DPR hanya memiliki opsi menolak atau menerima Perppu agar disahkan manjadi UU. DPR tidak memiliki wewenang untuk menerima atau menolak sebagian. Jika diterima, Pengadilan Tipikor selamat. Jika ditolak, Pengadilan Tipikor kiamat. Semoga tidak. (*)</p>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-41774390518350554462009-10-18T12:22:00.000-07:002009-10-18T12:28:18.153-07:00<div style="text-align: center; color: rgb(51, 255, 51);"><span style="font-size:130%;">RANCANGANUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR ... TAHUN ...</span><br /><span style="font-size:130%;">TENTANGPENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSIDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA</span><br /></div>Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang<br />bertujuan mewujudkan kehidupan masyarakat, bangsa, dan<br />negara yang tertib, sejahtera, dan berkeadilan dalam rangka<br />mencapai tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam<br />Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik<br />Indonesia Tahun 1945;<br />b. bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi telah<br />menimbulkan kerusakan dalam berbagai sendi kehidupan<br />masyarakat, bangsa, dan negara, karena itu upaya pencegahan<br />dan pemberantasan tindak pidana korupsi perlu dilakukan<br />secara terus menerus dan berkesinambungan yang menuntut<br />peningkatan kapasitas segala sumber daya baik kelembagaan,<br />sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya, termasuk<br />peningkatan penegakan hukum guna menumbuhkembangkan<br />kesadaran dan sikap tindak masyarakat anti korupsi;<br />c. bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang dasar<br />pembentukannya ditentukan dalam Pasal 53 Undang-Undang<br />Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak<br />Pidana Korupsi, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi<br />dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar<br />Negara Republik Indonesia Tahun 1945, oleh karena itu<br />pengaturan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi perlu diatur<br />kembali dengan undang-undang yang baru;<br />d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud<br />dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk<br />Undang-Undang tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi;<br />Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 24A ayat (1) dan ayat (2),<br />Pasal 25, dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar<br />Negara Republik Indonesia Tahun 1945;<br />2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara<br />Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981<br />Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia<br />Nomor 3209);<br />3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah<br />Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985<br />Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia<br />Nomor 3316) sebagaimana telah diubah dengan Undang-<br />Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas<br />Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah<br /><br />Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004<br />Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia<br />Nomor 4359);<br />4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan<br />Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986<br />Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia<br />Nomor 3327) sebagaimana telah diubah dengan Undang-<br />Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-<br />Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum<br />(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 34,<br />Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor<br />4379);<br />5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang<br />Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara<br />Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan<br />Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874)<br />sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20<br />Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor<br />31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi<br />(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor<br />134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor<br />4150);<br />6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi<br />Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara<br />Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan<br />Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250);<br />7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan<br />Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun<br />2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik<br />Indonesia Nomor 4358);<br />Dengan Persetujuan Bersama<br />DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA<br />dan<br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA<br />MEMUTUSKAN:<br />Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGADILAN TINDAK<br />PIDANA KORUPSI.<br />BAB I<br />KETENTUAN UMUM<br />Pasal 1<br />Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:<br />1. Hakim adalah hakim karier dan hakim Ad hoc.<br />2. Hakim Karier adalah hakim pada pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan<br />Mahkamah Agung yang ditetapkan sebagai hakim tindak pidana korupsi.<br /><br /><br />3. Hakim Ad hoc adalah seseorang yang diangkat berdasarkan persyaratan<br />yang ditentukan dalam Undang-Undang ini sebagai hakim tindak pidana<br />korupsi.<br />4. Penuntut Umum adalah penuntut umum pada Kejaksaan dan pada Komisi<br />Pemberantasan Korupsi yang ditetapkan sebagai penuntut umum tindak<br />pidana korupsi.<br />BAB II<br />KEDUDUKAN DAN TEMPAT KEDUDUKAN<br />Bagian Kesatu<br />Kedudukan<br />Pasal 2<br />Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan pengadilan khusus yang berada di<br />lingkungan Peradilan Umum.<br />Bagian Kedua<br />Tempat Kedudukan<br />Pasal 3<br />Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berkedudukan di setiap ibukota kabupaten/kota<br />yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum pengadilan negeri yang<br />bersangkutan.<br />Pasal 4<br />Khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi<br />berkedudukan di setiap kotamadya yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum<br />pengadilan negeri yang bersangkutan.<br />BAB III<br />KEWENANGAN<br />Pasal 5<br />Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang<br />berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi.<br />Pasal 6<br />Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5<br />berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara:<br />a. tindak pidana korupsi;<br />b. tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak<br />pidana korupsi;<br />c. tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang lain ditentukan<br />sebagai tindak pidana korupsi.<br /><br /><br />Pasal 7<br />Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 juga<br />berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus penggabungan tuntutan ganti rugi<br />akibat suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam pemeriksaan perkara<br />tindak pidana korupsi.<br />Pasal 8<br />Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga<br />berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi<br />sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 yang dilakukan oleh warga negara Indonesia<br />di luar wilayah negara Republik Indonesia.<br />BAB IV<br />SUSUNAN PENGADILAN<br />Bagian Kesatu<br />Umum<br />Pasal 9<br />Susunan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terdiri atas:<br />a. pimpinan;<br />b. Hakim; dan<br />c. panitera.<br />Bagian Kedua<br />Pimpinan<br />Pasal 10<br />(1) Pimpinan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terdiri atas seorang ketua dan<br />seorang wakil ketua.<br />(2) Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri karena jabatannya menjadi Ketua<br />dan Wakil Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud<br />pada ayat (1).<br />(3) Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab atas<br />administrasi dan pelaksanaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.<br />(4) Dalam hal tertentu ketua dapat mendelegasikan penyelenggaraan administrasi<br />sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada wakil ketua.<br />Bagian Ketiga<br />Hakim<br />Pasal 11<br />(1) Dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi,<br />Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah<br />Agung terdiri atas Hakim Karier dan Hakim Ad hoc.<br />(2) Hakim Karier sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan<br />keputusan Ketua Mahkamah Agung.<br /><br />(3) Hakim Ad hoc pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan Pengadilan<br />Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh<br />Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.<br />(4) Hakim Ad hoc pada Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Komisi Yudisial.<br />(5) Hakim Ad hoc sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diangkat untuk masa<br />jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu)<br />kali masa jabatan.<br />Pasal 12<br />Untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim Karier, calon harus memenuhi persyaratan<br />sebagai berikut:<br />a. berpengalaman menjadi Hakim sekurang-kurangnya selama 10 (sepuluh)<br />tahun;<br />b. berpengalaman menangani perkara pidana;<br />c. jujur, adil, cakap, dan memiliki integritas moral yang tinggi serta reputasi<br />yang baik selama menjalankan tugas;<br />d. tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin dan/atau terlibat dalam perkara<br />pidana;<br />e. memiliki sertifikasi khusus sebagai Hakim tindak pidana korupsi; dan<br />f. telah melaporkan harta kekayaannya sesuai dengan ketentuan peraturan<br />perundang-undangan.<br />Pasal 13<br />Untuk dapat diangkat sebagai Hakim Ad hoc, calon harus memenuhi persyaratan<br />sebagai berikut:<br />a. warga negara Republik Indonesia;<br />b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;<br />c. sehat jasmani dan rohani;<br />d. berpendidikan sarjana hukum dan berpengalaman di bidang hukum sekurangkurangnya<br />selama 15 (lima belas) tahun untuk Hakim Ad hoc pada<br />Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan Pengadilan Tinggi, dan 20 (dua<br />puluh) tahun untuk Hakim Ad hoc pada Mahkamah Agung;<br />e. berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun pada saat proses<br />pemilihan untuk Hakim Ad hoc pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan<br />Pengadilan Tinggi, dan 50 (lima puluh) tahun untuk Hakim Ad hoc pada<br />Mahkamah Agung;<br />f. tidak pernah dipidana karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan<br />pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;<br />g. jujur, adil, cakap, dan memiliki integritas moral yang tinggi serta reputasi<br />yang baik;<br />h. tidak menjadi pengurus dan anggota partai politik;<br />i. melaporkan harta kekayaannya; dan<br />j. bersedia mengikuti pelatihan sebagai Hakim Tindak Pidana Korupsi.<br /><br /><br />Pasal 14<br />(1) Untuk memilih dan mengusulkan calon Hakim Ad hoc pada Pengadilan<br />Tindak Pidana Korupsi dan Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung<br />membentuk panitia seleksi yang terdiri dari unsur Mahkamah Agung dan<br />masyarakat yang dalam menjalankan tugasnya bersifat mandiri dan<br />transparan.<br />(2) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan untuk diusulkan sebagai Hakim Ad<br />hoc sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) diatur dengan peraturan<br />Komisi Yudisial.<br />Pasal 15<br />(1) Sebelum memangku jabatan, Hakim Ad hoc diambil sumpah atau janji<br />menurut agamanya oleh:<br />a. Ketua Mahkamah Agung untuk Hakim Ad hoc pada Mahkamah Agung;<br />b. Ketua pengadilan tinggi untuk Hakim Ad hoc pada pengadilan tinggi;<br />c. Ketua pengadilan negeri untuk Hakim Ad hoc pada Pengadilan Tindak<br />Pidana Korupsi.<br />(2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai<br />berikut:<br />Sumpah:<br />”Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban Hakim<br />dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang<br />Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala<br />peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-<br />Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada<br />nusa dan bangsa.”<br />Janji:<br />“Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi<br />kewajiban Hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang<br />teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan<br />menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya<br />menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,<br />serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”<br />Pasal 16<br />Hakim Ad hoc dilarang merangkap menjadi:<br />a. pelaksana putusan pengadilan;<br />b. wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang<br />diperiksa olehnya;<br />c. pimpinan atau anggota lembaga negara;<br />d. kepala daerah;<br />e. advokat;<br />f. notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah; atau<br />g. jabatan lain yang dilarang dirangkap sesuai dengan peraturan perundangundangan.<br /><br /><br />Pasal 17<br />Selain larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Hakim Ad hoc yang<br />memangku jabatan struktural dan/atau fungsional harus melepaskan jabatannya.<br />Bagian Keempat<br />Pemberhentian Hakim<br />Pasal 18<br />Hakim diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:<br />a. permintaan sendiri;<br />b. sakit jasmani atau rohani secara terus menerus;<br />c. terbukti tidak cakap dalam menjalankan tugas;<br />d. telah memasuki masa pensiun, bagi Hakim Karier; atau<br />e. telah selesai masa tugasnya, bagi Hakim Ad hoc.<br />Pasal 19<br />Hakim diberhentikan tidak dengan hormat karena:<br />a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;<br />b. melakukan perbuatan tercela;<br />c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya;<br />d. melanggar sumpah atau janji jabatan; atau<br />e. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.<br />Pasal 20<br />(1) Hakim sebelum diberhentikan tidak dengan hormat berdasarkan alasan<br />sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, diberhentikan sementara dari<br />jabatannya oleh:<br />a. Ketua Mahkamah Agung untuk Hakim Ad hoc pada Pengadilan Tindak<br />Pidana Korupsi dan Pengadilan Tinggi;<br />b. Presiden atas usul Komisi Yudisial untuk Hakim Ad hoc pada<br />Mahkamah Agung.<br />(2) Pemberhentian sementara karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal<br />19 huruf a, dilakukan apabila Hakim yang bersangkutan telah ditetapkan<br />sebagai tersangka.<br />(3) Pemberhentian sementara karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal<br />19 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, berlaku paling lama 6 (enam) bulan.<br />(4) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah berakhir<br />tanpa dilanjutkan dengan pemberhentian maka pemberhentian sementara<br />harus dicabut.<br />(5) Hakim yang diberhentikan sementara dilarang menangani perkara.<br />Pasal 21<br />Tata cara pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan<br />pemberhentian sementara, serta hak-hak Hakim yang dikenakan pemberhentian<br />dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.<br /><br /><br />Bagian Kelima<br />Hak Keuangan dan Administratif Hakim<br />Pasal 22<br />(1) Hakim mempunyai hak keuangan dan administratif.<br />(2) Hak keuangan dan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />diberikan tanpa membedakan kedudukan Hakim.<br />(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />diatur dengan Peraturan Presiden.<br />Bagian Keenam<br />Panitera<br />Pasal 23<br />(1) Pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dapat ditetapkan adanya kepaniteraan<br />khusus yang dipimpin oleh seorang panitera.<br />(2) Ketentuan mengenai susunan kepaniteraan, persyaratan pengangkatan, dan<br />pemberhentian pada jabatan kepaniteraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.<br />Pasal 24<br />Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, tanggung jawab, susunan organisasi, dan<br />tata kerja kepaniteraan khusus Pengadilan Tindak Pidana Korupsi diatur dengan<br />Peraturan Mahkamah Agung.<br />BAB V<br />TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS<br />Pasal 25<br />(1) Setiap orang berhak memperoleh informasi dari Pengadilan Tindak Pidana<br />Korupsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.<br />(2) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyediakan informasi yang bersifat<br />terbuka dan dapat diakses oleh publik mengenai penyelenggaraan Pengadilan<br />Tindak Pidana Korupsi.<br />(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dan informasi yang bersifat terbuka<br />sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan<br />Mahkamah Agung.<br />BAB VI<br />HUKUM ACARA<br />Bagian Kesatu<br />Umum<br />Pasal 26<br />Pemeriksaan di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dilakukan berdasarkan<br />hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang<br />ini.<br /><br />Pasal 27<br />(1) Dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi<br />dilakukan dengan majelis hakim berjumlah ganjil sekurang-kurangnya 3 (tiga)<br />orang hakim dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang hakim, terdiri dari Hakim<br />Karier dan Hakim Ad hoc.<br />(2) Dalam hal majelis hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5<br />(lima) orang hakim, maka komposisi mejelis hakim adalah 3 (tiga) banding 2<br />(dua).<br />(3) Penentuan mengenai jumlah dan komposisi hakim majelis sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh masing-masing ketua<br />pengadilan atau Ketua Mahkamah Agung sesuai dengan tingkatan dan<br />kepentingan pemeriksaan perkara kasus perkasus.<br />Bagian Kedua<br />Pemeriksaan Pendahuluan<br />Pasal 28<br />(1) Setelah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menerima penyerahan berkas<br />perkara, dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari Ketua Pengadilan Negeri<br />menunjuk seorang Hakim untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan<br />mengenai kelengkapan, kejelasan, dan kecermatan materi surat dakwaan.<br />(2) Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pemeriksaan<br />pendahuluan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari terhitung sejak<br />tanggal penunjukannya.<br />(3) Pemeriksaan pendahuluan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum.<br />(4) Dalam hal Hakim berpendapat kelengkapan dan materi surat dakwaan<br />belum lengkap, surat dakwaan dikembalikan kepada penuntut umum untuk<br />diperbaiki.<br />(5) Surat dakwaan yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (4)<br />harus dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu<br />paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal berkas perkara diterima.<br />Bagian Ketiga<br />Penetapan Hari Sidang<br />Pasal 29<br />(1) Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menetapkan susunan majelis<br />Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dalam waktu paling lambat 3<br />(tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal selesainya pemeriksaan<br />pendahuluan.<br />(2) Sidang pertama perkara Tindak Pidana Korupsi wajib dilaksanakan dalam<br />waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak penetapan majelis<br />Hakim.<br />Bagian Keempat<br />Pemeriksaan di Sidang Pengadilan<br />Pasal 30<br />(1) Semua alat bukti yang diajukan di dalam persidangan, harus diperoleh<br />secara sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.<br /><br /><br />(2) Hakim menentukan sah tidaknya alat bukti yang diajukan di muka<br />persidangan baik yang diajukan oleh penuntut umum maupun oleh<br />terdakwa.<br />Pasal 31<br />Perkara tindak pidana korupsi diperiksa, diadili, dan diputus oleh Pengadilan<br />Tindak Pidana Korupsi tingkat pertama dalam waktu paling lama 120 (seratus dua<br />puluh) hari terhitung sejak tanggal perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tindak<br />Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5).<br />Pasal 32<br />Pemeriksaan tingkat banding Tindak Pidana Korupsi diperiksa dan diputus dalam<br />waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal berkas perkara<br />diterima oleh Pengadilan Tinggi.<br />Pasal 33<br />Pemeriksaan tingkat kasasi Tindak Pidana Korupsi diperiksa dan diputus dalam<br />waktu paling lama 120 (seratus dua puluh) hari terhitung sejak tanggal berkas<br />perkara diterima oleh Mahkamah Agung.<br />Pasal 34<br />Dalam hal putusan pengadilan dimintakan peninjauan kembali, pemeriksaan<br />perkara tindak pidana korupsi diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 60<br />(enam puluh) hari terhitung sejak tanggal berkas perkara diterima oleh Mahkamah<br />Agung.<br />BAB VII<br />PEMBIAYAAN<br />Pasal 35<br />(1) Biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang ini<br />dibebankan pada anggaran Mahkamah Agung yang berasal dari Anggaran<br />Pendapatan dan Belanja Negara.<br />(2) Mahkamah Agung setiap tahun wajib menyusun rencana kerja dan<br />anggaran Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.<br />BAB VIII<br />KETENTUAN PERALIHAN<br />Pasal 36<br />Pada saat Undang-Undang ini berlaku:<br />a. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat<br />yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang<br />Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah Pengadilan Tindak<br />Pidana Korupsi Jakarta Pusat sebagaimana dimaksud dalam Undang-<br />Undang ini.<br /><br /><br />b. Hakim Ad hoc pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Tinggi,<br />dan Mahkamah Agung, adalah Hakim Ad hoc sebagaimana dimaksud<br />dalam Undang-Undang ini.<br />Pasal 37<br />Sebelum terbentuknya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud<br />dalam Pasal 3 dan Pasal 4:<br />a. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36<br />huruf a, tetap berwenang mengadili tindak pidana korupsi yang<br />penuntutannya diajukan oleh Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan<br />Korupsi;<br />b. Pengadilan Negeri sesuai dengan daerah hukumnya tetap berwenang<br />mengadili tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh<br />Penuntut Umum pada kejaksaan Republik Indonesia.<br />Pasal 38<br />Sebelum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3<br />dan Pasal 4 dibentuk, perkara tindak pidana korupsi yang telah dilimpahkan atau<br />yang sedang diperiksa pada setiap tingkat pemeriksaan dan peninjauan kembali,<br />diperiksa, diadili, dan diputus berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang<br />berlaku sebelum Undang-Undang ini.<br />Pasal 39<br />Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Hakim Ad hoc Pengadilan Tindak Pidana<br />Korupsi yang telah diangkat sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap bertugas<br />sampai dengan berakhirnya masa jabatan Hakim Ad hoc yang diangkat berdasarkan<br />Undang-Undang ini.<br />BAB IX<br />KETENTUAN PENUTUP<br />Pasal 40<br />(1) Dengan Undang-Undang ini, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana<br />dimaksud dalam Pasal 3 dibentuk pada pengadilan negeri di setiap ibukota<br />provinsi.<br />(2) Daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud<br />pada ayat (1) meliputi daerah hukum provinsi yang bersangkutan.<br />(3) Khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada setiap kotamadya<br />dibentuk Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang daerah hukumnya meliputi<br />daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan.<br />Pasal 41<br />(1) Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi selain sebagaimana<br />dimaksud dalam Pasal 40 dilakukan secara bertahap dengan Peraturan<br />Presiden.<br />(2) Dalam hal Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud pada<br />ayat (1) tidak tersedia Hakim Ad hoc yang mempunyai keahlian yang<br />diperlukan dalam pemeriksaan perkara, maka Ketua Pengadilan Negeri dapat<br />meminta Hakim Ad hoc pada Ketua Pengadilan Negeri lainnya dalam daerah<br />hukum Pengadilan Tinggi yang bersangkutan.<br /><br /><br />Pasal 42<br />Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan Pasal 53 sampai dengan<br />Pasal 62 dari Bab VII mengenai Pemeriksaan di Sidang Pengadilan yang diatur<br />dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan<br />Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor<br />137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) dicabut dan<br />dinyatakan tidak berlaku.<br />Pasal 43<br />Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.<br />Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang<br />ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.<br />Disahkan di Jakarta<br /><div style="text-align: left;">pada tanggal ................<br /></div><div style="text-align: center;"><div style="text-align: left;">PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,<br />SUSILO BAMBANG YUDHOYONO<br />Diundangkan di Jakarta<br />pada tanggal .................<br />MENTERI HUKUM DAN HAK SASI MANUSIA<br />REPUBLIK INDONESIA,<br />ANDI MATTALATTA<br /><br /><br />Sumber : www.legalitas.org<br /></div><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></div>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-33156254638189635262009-10-18T12:14:00.000-07:002009-10-18T12:17:34.362-07:00<div style="text-align: center; color: rgb(0, 153, 0);"><span style="font-size:130%;">KETERANGAN PRESIDENTERHADAPRANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG<br />PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI<br /></span></div><br />Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang Terhormat,<br />Hadirin yang Kami Hormati,<br />Assalamu’alaikum Wr.Wb.<br />Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,<br />Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat,<br />rahmat, dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada kita semua sehingga pada hari yang<br />berbahagia ini kita dapat bertemu dalam keadaan sehat wal’afiat guna menunaikan tugas<br />mulia kenegaraan, yakni membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengadilan<br />Tindak Pidana Korupsi.<br />Perkenankanlah kami mewakili Presiden dalam kesempatan yang berbahagia ini<br />menyampaikan Keterangan Presiden terhadap RUU tentang Pengadilan Tindak Pidana<br />Korupsi. Penyampaian Keterangan Presiden kepada Dewan yang terhormat merupakan<br />bagian yang tidak terpisahkan dari pemenuhan syarat dalam tahapan pembahasan RUU di<br />Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004<br />tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sehubungan dengan itu, izinkan kami<br />menyampaikan Keterangan Presiden terhadap RUU tentang Pengadilan Tindak Pidana<br />Korupsi, yang telah disampaikan oleh Presiden kepada Pimpinan DPR dengan surat<br />pengantar Nomor R-49/Pres/8/2008 tanggal 11 Agustus 2008.<br />Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang Terhormat,<br />Pengajuan RUU ini didasarkan pada keinginan yang kuat dalam merespon dan<br />memenuhi amanat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012,016,019/PUU-IV/2006 tanggal<br />19 Desember 2006, tentang Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30<br />Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Undang<br /><br />2<br />Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi telah memutus<br />bahwa Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan<br />Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik<br />Indonesia Tahun 1945 dan tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat sampai diadakan<br />perubahan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak putusan diucapkan. Dalam kurun<br />waktu yang diberikan selama 3 (tiga) tahun tersebut, Pemerintah berupaya menyusun dan<br />menyampaikan RUU tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebelum berakhirnya batas<br />waktu yang ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi.<br />Dalam mempersiapkan RUU, Pemerintah terlebih dahulu mengkaji putusan<br />Mahkamah Konstitusi dan melakukan penelitian mengenai pembentukan pengadilan tindak<br />pidana korupsi yang dituangkan dalam Naskah Akademik. Naskah Akademik tersebut<br />merupakan dasar penyusunan RUU yang telah kami persiapkan sejak setelah putusan<br />diumumkan oleh Mahkamah Konstitusi. Sesuai dengan prosedur penyusunan RUU, Naskah<br />Akademik tersebut telah pula kami sampaikan bersamaan dengan penyampaian RUU kepada<br />DPR-RI.<br />Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang Terhormat,<br />Perkenankan kami menyampaikan beberapa materi pokok yang diatur dalam RUU<br />tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, antara lain sebagai berikut:<br />1. Tempat dan Kedudukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi<br />Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan pengadilan khusus yang berada di<br />lingkungan Peradilan Umum dan berkedudukan di setiap ibukota kabupaten/kota yang<br />daerah hukumnya meliputi daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan.<br />Dengan mempertimbangkan segala kemampuan yang ada dan agar penyelenggaraan<br />pengadilan tidak pidana korupsi dapat berjalan sesuai dengan harapan maka untuk<br />pertama kali pengadilan tindak pidana korupsi dibentuk pada pengadilan negeri di<br />ibukota provinsi. Khusus untuk Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, pengadilan<br />tindak pidana korupsi dibentuk pada setiap kotamadya yang daerah hukumnya<br />meliputi daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan. Pembentukan<br />pengadilan tindak pidana korupsi selanjutnya dilakukan secara bertahap dengan<br />Peraturan Presiden.<br /><br /><br />2. Kewenangan<br />Pengadilan tindak pidana korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang<br />berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi,<br />termasuk tindak pidana lain yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi.<br />Terhadap warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana korupsi di luar<br />wilayah negara Republik Indonesia, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada<br />Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan<br />memutus perkara tersebut.<br />3. Komposisi Majelis Hakim<br />Majelis hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana<br />korupsi berjumlah ganjil, yakni paling sedikit berjumlah tiga orang hakim dan paling<br />banyak berjumlah lima orang hakim. Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi<br />terdiri atas hakim karier dan hakim ad hoc. Adapun komposisi Hakim Pengadilan<br />Tindak Pidana Korupsi dalam majelis adalah tiga banding dua dan penentuan<br />mengenai jumlah dan komposisi hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus<br />perkara tindak pidana korupsi ditetapkan oleh masing-masing ketua pengadilan atau<br />Mahkamah Agung sesuai dengan tingkatan dan kepentingan pemeriksaan perkara<br />kasus perkasus.<br />4. Keabsahan Perolehan Alat Bukti<br />Semua alat bukti yang diajukan di dalam persidangan harus dapat<br />dipertanggungjawabkan perolehannya secara hukum. Hakim menentukan sah<br />tidaknya alat bukti yang diajukan di muka persidangan, baik yang diajukan oleh<br />penuntut umum maupun oleh terdakwa.<br />5. Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi di Sidang Pengadilan<br />Pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi di sidang pengadilan diawali dengan<br />pemeriksaan pendahuluan. Tujuan pemeriksaan pendahuluan adalah pertama, untuk<br />mengklarifikasi dipenuhinya kelengkapan, kejelasan, dan kecermatan materi surat<br />dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum. Kedua, mencegah adanya miscarriage<br />of justice dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi. Ketiga, mencegah<br />stigmatisasi terhadap kinerja penuntut umum dan terhadap majelis hakim.<br /><br />4<br />Adapun batas waktu penyelesaian perkara tindak pidana korupsi pada tingkat pertama<br />adalah paling lama 120 (seratus dua puluh) hari terhitung sejak tanggal perkara<br />dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Pada tingkat banding batas waktu<br />penyelesaian perkara paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal berkas<br />perkara diterima oleh pengadilan tinggi. Pada tingkat kasasi batas waktu penyelesaian<br />perkara paling lama 120 (seratus dua puluh) hari terhitung sejak tanggal berkas<br />perkara diterima oleh Mahkamah Agung. Dalam hal putusan pengadilan dimintakan<br />peninjauan kembali (PK), pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi diperiksa dan<br />diputus dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal berkas<br />perkara diterima oleh Mahkamah Agung.<br />6. Kepaniteraan<br />Untuk mendukung kelancaran tugas hakim dalam memeriksa, mengadili, dan<br />memutus perkara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi maka pada setiap Pengadilan<br />Tindak Pidana Korupsi dapat ditetapkan adanya kepaniteraan khusus yang dipimpin<br />oleh seorang panitera. Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, tanggung jawab,<br />susunan organisasi, dan tata kerja kepaniteraan khusus pengadilan tindak pidana<br />korupsi diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung.<br />7. Pembiayaan<br />Biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang tentang<br />Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dibebankan pada anggaran Mahkamah Agung<br />yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.<br />8. Transparansi dan Akuntabilitas<br />Setiap orang berhak memperoleh informasi dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi<br />sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi<br />menyediakan informasi yang bersifat terbuka dan dapat diakses oleh publik mengenai<br />penyelenggaraan pengadilan tindak pidana korupsi. Selanjutnya kententuan mengenai<br />hak dan informasi yang bersifat terbuka diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung.<br /><br />5<br />Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang Terhormat,<br />Demikian Keterangan Presiden terhadap RUU tentang Pengadilan Tindak Pidana<br />Korupsi. Semoga Dewan yang terhormat dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat<br />mengagendakan dan mengintensifkan pembicaraan materi muatan RUU ini dalam masa<br />sidang DPR saat ini, sehingga sesegera mungkin kita dapat mencapai persetujuan bersama<br />untuk selanjutnya disahkan oleh Presiden menjadi undang-undang.<br />Akhir kata, kami atas nama Presiden mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang<br />setinggi-tinggi atas perhatian anggota Dewan yang terhormat dan kesabarannya dalam<br />mendengarkan penyampaian Keterangan Presiden ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa<br />meridhoi segala amal bakti kita dalam mewujudkan tatanan kehidupan berbangsa dan<br />bernegara yang tertib, adil, makmur, dan sejahtera.<br />Amin Ya Rabbal’alamin.<br />Wassalamu’alaikum Wr.Wb.<br />ATAS NAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA<br />MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA<br />REPUBLIK INDONESIA,<br />ttd<br />ANDI MATTALATTA<br /><br />Sumber : www.legalitas.orgMANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-39393607040108453542009-10-18T11:52:00.000-07:002009-10-18T12:14:03.109-07:00<div style="text-align: center; color: rgb(51, 255, 51);">KETERANGAN PRESIDENTERHADAPRANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI<br /></div><br /><div style="text-align: left;">Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang Terhormat,<br />Hadirin yang Kami Hormati,<br />Assalamu’alaikum Wr.Wb.<br />Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,<br />Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat,<br />rahmat, dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada kita semua sehingga pada hari yang<br />berbahagia ini kita dapat bertemu dalam keadaan sehat wal’afiat guna menunaikan tugas<br />mulia kenegaraan, yakni membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengadilan<br />Tindak Pidana Korupsi.<br />Perkenankanlah kami mewakili Presiden dalam kesempatan yang berbahagia ini<br />menyampaikan Keterangan Presiden terhadap RUU tentang Pengadilan Tindak Pidana<br />Korupsi. Penyampaian Keterangan Presiden kepada Dewan yang terhormat merupakan<br />bagian yang tidak terpisahkan dari pemenuhan syarat dalam tahapan pembahasan RUU di<br />Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004<br />tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sehubungan dengan itu, izinkan kami<br />menyampaikan Keterangan Presiden terhadap RUU tentang Pengadilan Tindak Pidana<br />Korupsi, yang telah disampaikan oleh Presiden kepada Pimpinan DPR dengan surat<br />pengantar Nomor R-49/Pres/8/2008 tanggal 11 Agustus 2008.<br />Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang Terhormat,<br />Pengajuan RUU ini didasarkan pada keinginan yang kuat dalam merespon dan<br />memenuhi amanat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012,016,019/PUU-IV/2006 tanggal<br />19 Desember 2006, tentang Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30<br />Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Undang<br />Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi telah memutus<br />bahwa Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan<br />Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik<br />Indonesia Tahun 1945 dan tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat sampai diadakan<br />perubahan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak putusan diucapkan. Dalam kurun<br />waktu yang diberikan selama 3 (tiga) tahun tersebut, Pemerintah berupaya menyusun dan<br />menyampaikan RUU tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebelum berakhirnya batas<br />waktu yang ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi.<br />Dalam mempersiapkan RUU, Pemerintah terlebih dahulu mengkaji putusan<br />Mahkamah Konstitusi dan melakukan penelitian mengenai pembentukan pengadilan tindak<br />pidana korupsi yang dituangkan dalam Naskah Akademik. Naskah Akademik tersebut<br />merupakan dasar penyusunan RUU yang telah kami persiapkan sejak setelah putusan<br />diumumkan oleh Mahkamah Konstitusi. Sesuai dengan prosedur penyusunan RUU, Naskah<br />Akademik tersebut telah pula kami sampaikan bersamaan dengan penyampaian RUU kepada<br />DPR-RI.<br />Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang Terhormat,<br />Perkenankan kami menyampaikan beberapa materi pokok yang diatur dalam RUU<br />tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, antara lain sebagai berikut:<br />1. Tempat dan Kedudukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi<br />Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan pengadilan khusus yang berada di<br />lingkungan Peradilan Umum dan berkedudukan di setiap ibukota kabupaten/kota yang<br />daerah hukumnya meliputi daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan.<br />Dengan mempertimbangkan segala kemampuan yang ada dan agar penyelenggaraan<br />pengadilan tidak pidana korupsi dapat berjalan sesuai dengan harapan maka untuk<br />pertama kali pengadilan tindak pidana korupsi dibentuk pada pengadilan negeri di<br />ibukota provinsi. Khusus untuk Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, pengadilan<br />tindak pidana korupsi dibentuk pada setiap kotamadya yang daerah hukumnya<br />meliputi daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan. Pembentukan<br />pengadilan tindak pidana korupsi selanjutnya dilakukan secara bertahap dengan<br />Peraturan Presiden.<br /><br />3<br />2. Kewenangan<br />Pengadilan tindak pidana korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang<br />berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi,<br />termasuk tindak pidana lain yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi.<br />Terhadap warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana korupsi di luar<br />wilayah negara Republik Indonesia, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada<br />Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan<br />memutus perkara tersebut.<br />3. Komposisi Majelis Hakim<br />Majelis hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana<br />korupsi berjumlah ganjil, yakni paling sedikit berjumlah tiga orang hakim dan paling<br />banyak berjumlah lima orang hakim. Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi<br />terdiri atas hakim karier dan hakim ad hoc. Adapun komposisi Hakim Pengadilan<br />Tindak Pidana Korupsi dalam majelis adalah tiga banding dua dan penentuan<br />mengenai jumlah dan komposisi hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus<br />perkara tindak pidana korupsi ditetapkan oleh masing-masing ketua pengadilan atau<br />Mahkamah Agung sesuai dengan tingkatan dan kepentingan pemeriksaan perkara<br />kasus perkasus.<br />4. Keabsahan Perolehan Alat Bukti<br />Semua alat bukti yang diajukan di dalam persidangan harus dapat<br />dipertanggungjawabkan perolehannya secara hukum. Hakim menentukan sah<br />tidaknya alat bukti yang diajukan di muka persidangan, baik yang diajukan oleh<br />penuntut umum maupun oleh terdakwa.<br />5. Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi di Sidang Pengadilan<br />Pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi di sidang pengadilan diawali dengan<br />pemeriksaan pendahuluan. Tujuan pemeriksaan pendahuluan adalah pertama, untuk<br />mengklarifikasi dipenuhinya kelengkapan, kejelasan, dan kecermatan materi surat<br />dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum. Kedua, mencegah adanya miscarriage<br />of justice dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi. Ketiga, mencegah<br />stigmatisasi terhadap kinerja penuntut umum dan terhadap majelis hakim.<br /><br />4<br />Adapun batas waktu penyelesaian perkara tindak pidana korupsi pada tingkat pertama<br />adalah paling lama 120 (seratus dua puluh) hari terhitung sejak tanggal perkara<br />dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Pada tingkat banding batas waktu<br />penyelesaian perkara paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal berkas<br />perkara diterima oleh pengadilan tinggi. Pada tingkat kasasi batas waktu penyelesaian<br />perkara paling lama 120 (seratus dua puluh) hari terhitung sejak tanggal berkas<br />perkara diterima oleh Mahkamah Agung. Dalam hal putusan pengadilan dimintakan<br />peninjauan kembali (PK), pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi diperiksa dan<br />diputus dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal berkas<br />perkara diterima oleh Mahkamah Agung.<br />6. Kepaniteraan<br />Untuk mendukung kelancaran tugas hakim dalam memeriksa, mengadili, dan<br />memutus perkara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi maka pada setiap Pengadilan<br />Tindak Pidana Korupsi dapat ditetapkan adanya kepaniteraan khusus yang dipimpin<br />oleh seorang panitera. Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, tanggung jawab,<br />susunan organisasi, dan tata kerja kepaniteraan khusus pengadilan tindak pidana<br />korupsi diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung.<br />7. Pembiayaan<br />Biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang tentang<br />Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dibebankan pada anggaran Mahkamah Agung<br />yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.<br />8. Transparansi dan Akuntabilitas<br />Setiap orang berhak memperoleh informasi dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi<br />sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi<br />menyediakan informasi yang bersifat terbuka dan dapat diakses oleh publik mengenai<br />penyelenggaraan pengadilan tindak pidana korupsi. Selanjutnya kententuan mengenai<br />hak dan informasi yang bersifat terbuka diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung.<br /><br />5<br />Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang Terhormat,<br />Demikian Keterangan Presiden terhadap RUU tentang Pengadilan Tindak Pidana<br />Korupsi. Semoga Dewan yang terhormat dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat<br />mengagendakan dan mengintensifkan pembicaraan materi muatan RUU ini dalam masa<br />sidang DPR saat ini, sehingga sesegera mungkin kita dapat mencapai persetujuan bersama<br />untuk selanjutnya disahkan oleh Presiden menjadi undang-undang.<br />Akhir kata, kami atas nama Presiden mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang<br />setinggi-tinggi atas perhatian anggota Dewan yang terhormat dan kesabarannya dalam<br />mendengarkan penyampaian Keterangan Presiden ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa<br />meridhoi segala amal bakti kita dalam mewujudkan tatanan kehidupan berbangsa dan<br />bernegara yang tertib, adil, makmur, dan sejahtera.<br />Amin Ya Rabbal’alamin.<br />Wassalamu’alaikum Wr.Wb.<br />ATAS NAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA<br />MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA<br />REPUBLIK INDONESIA,<br />ttd<br />ANDI MATTALATTA</div>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-83197176098711274252009-10-16T00:17:00.000-07:002009-10-16T00:18:03.728-07:00<h1 style="color: rgb(255, 0, 0); text-align: center;" class="title"><span style="font-size:180%;">Pembahasan RUU Tipikor Jangan Diulur</span></h1> <div class="meta with-taxonomy"> <!--div class="submitted">Posted August 7th, 2009 by legalitas</div--> <div class="submitted"><br /></div> <div class="taxonomy"><ul class="links inline"><li class="first last taxonomy_term_33"><a href="http://www.legalitas.org/?q=category/berita/berita-legalitas" rel="tag" title="Untuk Penulisan Berita Legalitas" class="taxonomy_term_33">Berita Legalitas</a></li></ul></div> </div> <div class="content"> <p>Desakan pengesahan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (RUU Tipikor) kembali menguat menyusul segera berakhirnya masa jabatan anggota DPR periode 2004-2009. Berbagai lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Penyelamat Pemberantasan Korupsi, meminta DPR tidak lagi mengulur-ulur waktu pembahasan dengan berbagai cara dan alasan. </p> <p>Peneliti Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KR<iframe tabindex="5" style="display: block;" id="richeditorframe"></iframe>HN), Wahyudi Jafar, mengatakan, selain mempercepat pembahasan, DPR didesak untuk tidak menghilangkan materi penting RUU Pengadilan Tipikor. "Materi penting yang memberikan nyawa bagi eksisnya Pengadilan Tipikor," kata dia, melalui keterangan resminya, Kamis (6/8).</p> <p>Materi tersebut, Wahyudi menyebutkan, khususnya terkait dengan komposisi hakim. Dewan, disebutkannya, harus menolak usulan pemerintah tentang komposisi hakim. Usulan pemerintah tersebut, jika perkaranya berasal dari KPK, komposisi hakim ad hoc-nya lebih banyak. Sementara, bila perkaranya berasal dari kejaksaan, komposisi hakim ditentukan oleh ketua pengadilan negeri.</p> <p>Usulan itu, menurut Wahyudi, justru melahirkan kembali dualisme dalam pemeriksaan Pengadilan Tipikor. "Sehingga, rawan konstitusionalnya," kata dia. Komposisi hakim yang harus diakomodasi dalam RUU Pengadilan Tipikor, Wahyudi menuturkan, jumlah hakim ad hoc harus lebih banyak daripada hakim karier. "Demi menyelamatkan kontinuitas pemberantasan korupsi," kata dia.</p> <p>Pengaturan penting terkait hakim, Wahyudi menjelaskan, RUU ini juga harus memasukkan norma tentang hakim agung ad hoc untuk perkara tindak pidana korupsi. Hal tersebut untuk memberikan legitimasi eksistensi hakim ad hoc di Mahkamah Agung karena pengaturannya telah dihilangkan dalam UU Mahkamah Agung.</p> <p>Selain desakan pada DPR, Koalisi Penyelamat Pemberantasan Korupsi juga mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk melakukan tindakan konkret untuk menyelamatkan Pengadilan Tipikor. "Presiden juga harus mengonsolidasikan fraksi partai-partai koalisi pemerintah di DPR.</p> <p>Sumber: Koran Republika</p> </div>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-1394866082909237582009-10-16T00:09:00.000-07:002009-10-16T00:14:09.622-07:00<!--table border="1"><tr><td--> <!--/td> </tr></table--> <h1 style="color: rgb(255, 0, 0); text-align: center;" class="title"><span style="font-size:130%;">Menghitung Peluang Perppu Pengadilan Tipikor</span> <!--div class="submitted">Posted August 7th, 2009 by legalitas</div--></h1><h1 style="color: rgb(255, 0, 0); text-align: center;" class="title"><span style="color: rgb(153, 153, 153);font-size:78%;" ><strong>Oleh:</strong> Zamrony, S.H., M.Kn.</span><br /></h1> <p style="text-align: center;">[Penulis adalah Pembantu Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Hukum]</p> <p><img src="http://www.legalitas.org/image/artikel/gedung%20kpk.jpg" alt=" " align="left" vspace="6" width="130" height="100" hspace="5" />Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 memberikan deadline pembentukan UU Pengadilan Tipikor sampai dengan 19 Desember 2009. Jika deadline terlewati, Pengadilan Tipikor terancam bubar dan seluruh penanganan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani oleh KPK akan dialihkan ke pengadilan umum. Menurut jadwal, DPR menyisakan dua masa persidangan lagi. Yang pertama berakhir bulan Juli 2009, diselingi masa reses yang bertepatan dengan ajang pemilihan presiden, dan yang kedua akan berakhir September 2009. Namun, pembahasan RUU Pengadilan Tipikor justru ditempatkan pada masa persidangan penutup masa jabatan anggota DPR. </p> <p>Atas dasar itulah, publik melihat peluang pengesahan RUU itu amat kecil jika melihat kalkulasi waktu yang tersedia. Belum lagi, perdebatan alot terkait komposisi hakim ad hoc dan karir, kedudukan Pengadilan Tipikor, hukum acara, dan sebagainya, masih belum menemukan titik terang. </p> <p><strong>Problem Solving</strong><br />Andai RUU Pengadilan Tipikor tidak berhasil disahkan DPR, tiada jalan lain untuk menyelamatkan eksistensi Pengadilan Tipikor selain Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). UU 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menempatkan Perppu sebagai produk hukum yang memiliki hierarki, fungsi dan materi muatan yang sama dengan UU, hanya saja proses pembentukannya berbeda dengan UU. Jika proses pembentukan UU dilakukan bersama oleh Pemerintah dan DPR dalam keadaan normal, tak demikian bagi Perppu yang diterbitkan tanpa pembahasan terlebih dulu dengan DPR mengingat kondisi abnormal (kegentingan memaksa) yang tak dapat ditangguhkan sampai dengan persidangan DPR berikutnya. </p> <p>Presiden SBY dalam beberapa kesempatan baik sebelum dan selama masa kampanye Pemilu telah berulangkali mengungkapkan kesiapannya untuk menerbitkan Perppu. Namun, itu saja tak cukup bagi publik terutama pasca rencana KPK menghentikan penuntutan. Publik tetap mendesak agar Presiden SBY mempercepat penerbitan Perppu. Desakan ini sesungguhnya kurang tepat. Justru sebaliknya, lecutan semangat bagi anggota DPR lebih urgen dilakukan saat ini daripada mendesak Presiden. Bagi KPK, penuntutan kasus korupsi harus tetap dilakukan dengan mengingat ‘janji’ Presiden SBY.</p> <p>Penerbitan Perpu saat DPR sedang melakukan pembahasan RUU berpotensi meningkatkan tensi politik relasi Presiden dengan DPR. Penerbitan Perppu dengan kondisi DPR tak berhasil memenuhi janjinya merampungkan UU dapat dibaca sebagai ‘wanprestasi’ DPR, namun sebaliknya, Perppu akan hadir sebagai ‘prestasi’ bagi Presiden. Tatkala tensi politik merangkak ke titik nadir, penolakan pengesahan Perppu menjadi sesuatu yang amat mungkin. </p> <p>Pemilihan timing penerbitan akan menjadi salah satu faktor penentu lolos tidaknya Perppu menjadi UU. Jika dihitung dari sekarang, ada tiga opsi dimana penerbitan Perppu dapat dieksekusi Presiden, yaitu sampai dengan masa purna bakti DPR (1 Oktober 2009), pasca purna bakti anggota DPR sampai dengan pelantikan Presiden (1 Oktober – 20 Oktober 2009), atau pasca pelantikan Presiden sampai dengan deadline pembentukan UU Pengadilan Tipikor (20 Oktober – 19 Desember 2009). </p> <p>Opsi pertama, sebagaimana dijelaskan di atas sangat beresiko dilakukan. Namun opsi selebihnya relatif aman mengingat komposisi partai politik pendukung pemerintah di parlemen lebih solid pasca kemenangan partai demokrat dalam Pemilu Legislatif 2009. Dengan catatan, SBY kembali memimpin 5 tahun ke depan. Tidaklah berlebihan jika merujuk hasil penetapan pemenang Pilpres oleh KPU, kecuali putusan sengketa hasil Pilpres di MK membatalkan penetapan KPU itu. </p> <p>Jika opsi kedua dan ketiga dilakukan, yang relatif berbeda hanya persoalan timing penerbitan saja, oleh Presiden 2004-2009 atau 2009-2014. </p> <p>Bagaimana dengan ihwal kegentingan memaksa? Pengertian ‘hal ihwal kegentingan memaksa’ tak selalu berhubungan dengan keadaan bahaya, namun cukup bila menurut keyakinan Presiden terdapat keadaan mendesak yang membutuhkan pengaturan sederajat dengan UU. Sesungguhnya tak ada parameter penentuan kondisi ‘kegentingan memaksa’. Penjelasan pasal 22 UUD 1945 pra amademen misalnya hanya mengatakan Perppu sebagai noodverordeningsrechts Presiden (hak Presiden untuk mengatur dalam kegentingan memaksa). </p> <p>Referensi paling mutakhir diintrodusir MK melalui putusan Nomor 003/PUU-III/2005 dalam judicial review Perppu No 1/2004 terkait penambangan di kawasan hutan lindung, yang ditandatangani Presiden Megawati menjelang akhir jabatannya. Saat itu MK menyatakan parameter ‘hal ihwal kegentingan memaksa’ merupakan penilaian subyektif Presiden, sedangkan obyektivitasnya dinilai DPR. Presiden SBY sah-sah saja jika lebih dini (akhir periode 2004-2009) menafsirkan unsur kegentingan memaksa telah terpenuhi. Yang pasti, semakin Pengadilan Tipikor mendekati sakratul maut 19 Desember, unsur kegentingan memaksa semakin mencekat. </p> <p><strong>Persiapan </strong><br />Kesiapan Presiden untuk menerbitkan Perppu, wajib dibarengi dengan penyiapan draf Perppu sebagai antisipasi deadlock di DPR. Perpres 68/2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan UU, Perppu, PP, dan Perpres menyatakan Presiden dalam hal ihwal kegentingan memaksa memerintahkan penyusunan Perppu kepada Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi materi yang akan diatur Perppu, dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM. </p> <p>Materi Perppu sebaiknya bukan menggunakan draf awal RUU Pengadilan Tipikor versi Pemerintah saja, namun juga mengadopsi hasil pembahasan terakhir RUU dengan DPR serta masukan unsur masyarakat. Semata-mata agar hasilnya dapat maksimal dan materi Perppu bukan hanya cerminan pendapat penuh pemerintah (government centris). Mengingat DPR tidak berwenang turut serta menyusun Perppu yang menjadi hak prerogatif Presiden. </p> <p>Pasca penerbitan Perppu, dalam persidangan DPR yang berikutnya, Perppu akan dibahas. UU 10/2004 dan Keputusan DPR Nomor 08/DPR RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib DPR RI mengatur tata cara pembahasan Perppu sama dengan pembahasan UU. Untuk hasil akhirnya, DPR hanya memiliki opsi menolak atau menerima Perppu agar disahkan manjadi UU. DPR tidak memiliki wewenang untuk menerima atau menolak sebagian. Jika diterima, Pengadilan Tipikor selamat. Jika ditolak, Pengadilan Tipikor kiamat. Semoga tidak. (*)</p>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-5684258645572026392009-10-15T11:45:00.001-07:002009-10-15T11:45:57.228-07:00<div style="text-align: center; color: rgb(255, 0, 0);" class="f_18"><span style="font-size:180%;">Konflik Cicak-Buaya Cenderung Personal</span></div> <div class="m10_top"> <div class="back_gray fleft m5_rb"> <div><img src="http://www.inilah.com/data/berita/foto/168461.jpg" /></div> </div> <p><b>INILAH.COM, Jakarta - Konflik yang terjadi antara KPK dengan Polri selama ini dinilai sebagai pertarungan antar lembaga. Padahal yang lebih dominan adalah antar individu.</b></p> <p>Pengamat politik dan hukum dari Universitas Nasional, Dedi Irawan mengatakan, masyarakat jangan menggeneralisasi individu dengan institusi dalam melihat 'permasalahan' antara KPK dan Polri. "Jangan sampai menggeneralisasi persoalan individu dengan institusi atau kelembagaan," katanya di Jakarta, Kamis (15/10).</p> <p>Permasalahan KPK-Polri saat ini, menurut Ketua Jurusan Ilmu Politik UNAS ini, sudah sering disebut di tengah masyarakat sebagai pertarungan antara cicak dan buaya. Padahal, pihak yang terlibat dalam permasalahan antar-institusi penegak hukum tersebut hanyalah sebagian dan bukan keseluruhan personil dari kedua lembaga tersebut.</p> <p>Karena itu, ia mengingatkan, agar upaya penegakkan hukum dapat terus berjalan secara independen tanpa dipengaruhi oleh sentimen atau opini publik. Dedi juga menyampaikan keinginannya agar ada kerja sama yang lebih erat antara pihak kepolisian dan KPK dalam memberantas korupsi.</p> <p>Selain itu, ia menjelaskan, seharusnya juga terdapat persetujuan bersama antara kedua institusi tersebut dengan aturan impelementasi yang jelas. Jika tidak ada aturan dan naungan hukum yang jelas, maka bisa saja dalam penerapannya di lapangan terjadi kesalahpahaman antara kedua institusi tersebut seperti saling berebut tersangka kasus korupsi. [*/jib]</p> </div>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-3469335799274553092009-10-15T11:43:00.000-07:002009-10-15T11:44:54.115-07:00<div class="column_berita_iklan"> <div class="m10"> <script type="text/javascript"><!--//<![CDATA[ var m3_u = (location.protocol=='https:'?'https://openx.inilah.com/www/delivery/ajs.php':'http://openx.inilah.com/www/delivery/ajs.php'); var m3_r = Math.floor(Math.random()*99999999999); if (!document.MAX_used) document.MAX_used = ','; document.write ("<scr"+"ipt type="'text/javascript'" src="'" zoneid="105" cb="'" exclude=" + document.MAX_used); document.write (document.charset ? '&charset='+document.charset : (document.characterSet ? '&charset='+document.characterSet : '')); document.write (" loc=" + escape(window.location)); if (document.referrer) document.write (" referer=" + escape(document.referrer)); if (document.context) document.write (" context=" + escape(document.context)); if (document.mmm_fo) document.write (" mmm_fo="1"><\/scr"+"ipt>"); //]]>--></script><script style="display: none;" type="text/javascript" src="http://openx.inilah.com/www/delivery/ajs.php?zoneid=105&cb=20117896908&charset=UTF-8&loc=http%3A//www.inilah.com/berita/politik/2009/10/15/168427/survei-konflik-kpk-polri-ada-motif/&referer=http%3A//www.inilah.com/berita/politik/2009/10/15/168433/kasus-bibit-chandra-mega-skandal/"></script><noscript><br /></noscript></div></div><div class="fright"> <!-- <a href="#" class="resetFont">reset</a> --> </div> <div class="f_18"><br /><div style="text-align: center; color: rgb(255, 0, 0);"><span style="font-size:180%;">Survei: Konflik KPK-Polri Ada Motif</span></div></div> <div class="m10_top"> <div class="back_gray fleft m5_rb"> <div><br /><img src="http://www.inilah.com/data/berita/thumbnail/168427.jpg" border="0" /><br /></div> </div> <p><b>INILAH.COM, Jakarta - KPK dan Polri berusaha menyangkal bahwa penetapan tersangka 2 pimpinan KPK karena ada unsur dendam. Namun berdasarkan survei, hubungan tersebut tak harmonis karena ada motif tertentu.</b></p> <p>Hasil survei LSM 'Institute for Strategic and Development Studies' (ISDS) di 6 kota besar di Pulau Jawa menunjukkan, sebagian warga percaya ada motif tertentu di balik konflik KPK-Polri.</p> <p>"Mereka percaya bahwa konflik atau masalah apapun antara KPK dan Polri, pasti ada pihak-pihak lain yang diuntungkan, baik secara ekonomis maupun politis," kata Kepala Divisi Riset ISDS Ait Muhyidin kepada wartawan di Jakarta, Kamis (15/10).</p> <p>Ait memaparkan, sebanyak 67,1% responden percaya bahwa konflik KPK-Polri terdapat orang lain atau pihak yang diuntungkan.</p> <p>Selain itu, ujar dia, mayoritas responden menilai bahwa baik pihak kepolisian maupun pihak KPK sudah bertindak secara profesional. Namun terdapat tumpang tindih kewenangan antara dua institusi penegak hukum tersebut.</p> <p>Sementara itu, hasil survei lainnya antara lain adalah 87% responden mengetahui terjadi perseteruan antara kepolisian dan KPK, dan 88,8% setuju bahwa semua pejabat negara harus diperlakukan sama di depan hukum.</p> <p>Sedangkan terdapat pula hasil survei yang menyebutkan bahwa 95% responden setuju agar pihak kepolisian dan KPK sebaiknya meningkatkan kerja sama yang lebih erat lagi ke depan, dalam rangka penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.</p> <p>Selain itu, sebanyak 92% responden setuju agar sebaiknya tidak ada pihak lain yang mengeluarkan komentar atau pernyataan yang semakin memperkeruh suasana.</p> <p>Survei dilakukan terhadap 800 responden melalui wawancara lewat telepon. Responden berdomisili di DKI Jakarta sebanyak 21,3%, Bandung (18,8%), Semarang (18,8%), Surabaya (18,8%), Serang (11,3%), dan Yogya (11,3%). [*/ana]</p> </div>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-49132251569314931292009-10-15T11:38:00.000-07:002009-10-15T11:40:07.659-07:00<div class="column_berita_iklan"> <div class="m10"> <script type="text/javascript"><!--//<![CDATA[ var m3_u = (location.protocol=='https:'?'https://openx.inilah.com/www/delivery/ajs.php':'http://openx.inilah.com/www/delivery/ajs.php'); var m3_r = Math.floor(Math.random()*99999999999); if (!document.MAX_used) document.MAX_used = ','; document.write ("<scr"+"ipt type="'text/javascript'" src="'" zoneid="105" cb="'" exclude=" + document.MAX_used); document.write (document.charset ? '&charset='+document.charset : (document.characterSet ? '&charset='+document.characterSet : '')); document.write (" loc=" + escape(window.location)); if (document.referrer) document.write (" referer=" + escape(document.referrer)); if (document.context) document.write (" context=" + escape(document.context)); if (document.mmm_fo) document.write (" mmm_fo="1"><\/scr"+"ipt>"); //]]>--></script><script style="display: none;" type="text/javascript" src="http://openx.inilah.com/www/delivery/ajs.php?zoneid=105&cb=37618647802&charset=UTF-8&loc=http%3A//www.inilah.com/berita/politik/2009/03/03/87794/ampun-politisi-tak-jera-korupsi/&referer=http%3A//www.inilah.com/berita/politik/2009/03/04/88262/kpk-ma-siasati-ruu-tipikor-mandek/"></script><noscript><br /></noscript></div></div><div class="fright"> <!-- <a href="#" class="resetFont">reset</a> --> </div> <div style="text-align: center; color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;" class="f_18"><span style="font-size:180%;">Ampun, Politisi Tak Jera Korupsi!</span></div> <div class="f_author"><br /><br /></div> <div class="m10_top"> <div class="back_gray fleft m5_rb"> <div><img src="http://www.inilah.com/data/berita/foto/87794.jpg" /></div> <div class="m5">Abdul Hadi Djamal<br />(<i>istimewa</i>)</div> </div> <p><b>INILAH.COM, Jakarta � Jika ringkusan KPK ini terbukti bersalah, nekad betul Abdul Hadi Djamal. Di tengah maraknya politisi membangun citra, anggota Komisi V DPR ini justru membusukkan diri sendiri. Inikah bukti politisi bebal dan tak jera korupsi? </b></p> <p>Hari-hari ini, para politisi sibuk membangun citra. Tak hanya personal, juga secara kelembagaan. Belum sepekan, misalnya, para pemimpin parpol mendeklarasikan komitmen antikorupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi. Maka, apa yang terjadi pada anggota Fraksi PAN itu sungguh mengenaskan.</p> <p>KPK, Senin (2/3) malam pukul 22:15 menciduk anggota parlemen dari Dapil Sulawesi Selatan I itu. Anak buah Sutrisno Bachir tersebut tidak sendirian. Dia ditangkap bersama TU Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan, Darmawati. Keduanya ditangkap di Cassablanca, kawasan Karet, Jl Sudirman, Jakarta Selatan. </p> <p>Dalam penangkapan tersebut turut diamankan barang bukti US$ 90 ribu dan Rp 54 juta. "Telah ditangkap pula Hontjo Kurniawan, yang mengaku pula telah memberikan uang senilai Rp 2 miliar dalam bentuk dolar AS," kata Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, M. Jasin kepada <i>INILAH.COM</i>, Selasa (3/3) di Jakarta. </p> <p>Menurut Jasin, uang serbesar Rp 2 miliar tersebut diberikan melalui Darmawati dalam dua tahap. Pemberian pertama dilakukan Jumat (27/2) yang kemudian berujung pada penangkapan pada Selasa (2/3) malam. </p> <p>Jasin menjelaskan, kasus ini terkait dengan pengembangan dermaga dan bandara di wilayah Indonesia Timur. "Soal status tersangka masih menunggu sampai ada pernyataan resmi dari KPK," katanya.</p> <p>Sementara Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki, menilai, KPK sampai saat ini belum berani menangani kasus yang melibatkan para politisi. Menurut dia, dalam penanganan kasus korupsi selalu ada eliminasi tersangka secara minimal. "Seperti dalam kasus Rokhmin Dahuri, Bulyan Royan, Al Amin Nasution, kelihatan KPK mengeliminasi terhadap pihak yang terlanjur terekspos ke publik," katanya. </p> <p>Ia mencontohkan dalam kasus aliran dana BI yang menyeret sebanyak 50-an anggota DPR periode 1999-2004. Menurut dia, jika dalam satu kasus melibatkan sekitar 50 orang, dalam lima kasus korupsi DPR bisa saja separuh anggota DPR dijadikan tersangka. "Mungkin dengan langkah ini, jauh lebih efektif daripada membuat deklrasi seremonial antikorupsi partai politik," kata Teten.</p> <p>Mendapat tuduhan KPK tidak berani melakukan pembongkaran kasus korupsi yang melibatkan politisi Senayan, Jasin membantahnya dengan tegas. Menurut dia, pihak luar harusnya berimbang dalam menilai kinerja KPK. Menurut dia penangkapan pejabat negara hingga besan Presiden SBY Aulia Pohan sebagai bukti KPK tidak main-main dalam pemberantasan korupsi. "Semestinya diapresiasi," cetusnya. </p> <p>Sementara Dirjen Perhubungan Laut Departemen Perhubungan Sunaryo menegaskan, pihaknya sampai saat ini belum bisa memastikan apakah Darmawati terlibat atau tidak dalam penangkapan KPK. Menurut dia, kini pihaknya sedang melakukan konfirmasi. </p> <p>"Belum ada kepastian siapa ditangkap. Kami tidak ingin melanggar asas praduga tak bersalah," katanya.</p> <p>Kendati demikian, mantan Perwira Tinggi AL tersebut mengaku penangkapan itu agak janggal. Apalagi terkait proyek pembangunan dermaga dan bandara di Indonesia Timur. "Darmawati itu di Hubla, masak <i>ngurus</i> bandara. Ia itu di distrik navigasi di Tanjung Priok," katanya. </p> <p>Apakah Ditjen Hubla sedang mengerjakan proyek dermaga di Indonesia Timur? Sunaryo menegaskan proyek dermaga setiap tahun banyak. "Kalau pembangunan dermaga itu di luar distrik navigasi, yang ada kapal navigasi dan pelabuhan, meski dia tidak mustahil terlibat," pungkasnya. [I4]</p> </div>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-52965020643539723252009-10-15T11:25:00.000-07:002009-10-15T11:26:22.318-07:00<div style="text-align: center; color: rgb(255, 0, 0);" class="f_18"><span style="font-size:180%;">Isu Korupsi Coreng Muka Demokrat</span></div> <br /><br /> <div class="m10_top"> <div class="back_gray fleft m5_rb"> <div><img src="http://www.inilah.com/data/berita/foto/88437.jpg" /></div> <div class="m5">Syarif Hasan<br />(<i>inilah.com/ Raya Abdullah</i>)</div> </div> <p><b>INILAH.COM, Jakarta � Iklan politik Partai Demokrat yang menggemakan semangat 'Katakan Tidak! pada Korupsi' bakal kehilangan arti. Ini karena munculnya skandal korupsi yang diduga melibatkan kadernya, Jhonny Allen Marbun dan Marzuli Ali. Isu korupsi akan mencoreng Demokrat.</b></p> <p>Maka, salah satu cara untuk menentukan hitam-putih (orang-orang) Partai Demokrat adalah dengan mendesak Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) mengusut tuntas kasus korupsi proyek Rp 100 miliar ini. Agar kasus ini tak jadi mainan para politisi menjelang hajat politik penting dua bulan ke depan.</p> <p>Pengusutan penting karena pedang pejuang antikorupsi sudah digulirkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Ironisnya, giliran Allen Marbun sendiri yang kini dibidik KPK karena perkara yang sama. Isu korupsi juga menimpa Marzuki Alie, Sekjen Partai Demokrat. </p> <p>"KPK harus mengusut tuntas skandal korupsi ini," kata Ibrahim Fahmi Badoh dari ICW.</p> <p>Bola panas kini memang menerjang Partai Demokrat setelah sebelumnya menghantam Partai Amanat Nasional akibat korupsi oleh politisi PAN, Abdul Hadi Djamal. Kini giliran Partai Demokrat tercoreng dan mempersilakan KPK untuk mengusut kadernya, Jhonny Allen Marbun dan Marzuki Alie dalam kasus yang lain. </p> <p>Menurut keterangan Wakil Ketua KPK M Jasin, dalam pemeriksaan, Abdul Hadi mengaku pernah memberikan uang Rp 1 miliar kepada Jhonny Allen Marbun pada 27 Februari 2009. Jadi, masih hangat kejadiannya. </p> <p>Seperti diketahui, Abdul Hadi tertangkap tangan setelah diduga menerima suap senilai USD 90 ribu (sekitar Rp 1 miliar) dan Rp 54,5 juta dari Hontjo Kurniawan, seorang pengusaha. KPK menduga anggota DPR dari PAN itu juga menerima Rp 2 miliar. </p> <p>Bahkan, pada 27 Februari lalu, ditengarai ada penyerahan uang Rp 1 miliar ke kantong Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR, Jhony Allen Marbun. Tentu saja, Allen Marbun membantah. Tapi dia tak bisa mengelak dari pemeriksaan KPK yang mengincar skandalnya. Skandal ini melibatkan aparat Bagian Tata Usaha Ditjen Perhubungan Laut Departemen Perhubungan Darmawati.</p> <p>Ketua Fraksi Partai Demokrat Syarif Hasan mendukung KPK untuk mengusut tuntas skandal politisi PD itu. Fraksi Demokrat sudah memanggil Jhonny, namun belum memanggi Marzuki Alie. </p> <p>Jhonny secara sepihak mengelak dan menyatakan kasus Abdul Hadi merupakan urusan komisi. Dirinya mengaku tidak tahu-menahu. "Untuk itu, kami serahkan dan dukung KPK untuk mengusut," kata Syarif. </p> <p>Belum jeranya politisi dan pejabat melakukan korupsi lebih disebabkan bahwa politik tidak dilihat sebagai sarana untuk mengabdi pada negara dan masyarakat. Politisi, entah itu anggota legislatif atau calon anggota legislatif, menggunakan arena politik sebagai bagian dari ladang rezeki untuk memperkaya diri.</p> <p>Para analis melihat, korupsi makin sulit diberantas karena ada kesan tebang pilih dan koruptor yang lemah dukungan politiknya, yang dibersihkan. Ini jelas tak adil dan tak akuntabel. Skandal proyek Rp 100 miliar yang melibatkan kader PAN dan PD itu menjadi sorotan rakyat serta mencederai pemerintahan SBY dan Partai Demokrat yang berkuasa.</p> <p>Kasus ini lebih ironis lagi karena di layar televisi, Partai Demokrat hampir setiap hari muncul meneriakkan slogan: katakan tidak, untuk korupsi. Karena itu, jika saja ada kadernya yang kemudian terbukti korupsi, mungkin bisa pula muncul iklan seperti ini: katakan tidak kepada partai yang kadernya korupsi! [I4]</p> </div>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-36548680214106748462009-10-15T11:17:00.000-07:002009-10-15T11:18:43.546-07:00<div style="text-align: center; color: rgb(255, 0, 0);" class="f_18"><span style="font-size:180%;">KPK Takut Periksa Jhonny Allen?</span></div> <div class="f_author"><br /></div> <div class="m10_top"> <div class="back_gray fleft m5_rb"> <div><img src="http://www.inilah.com/data/berita/foto/89761.jpg" /></div> <div class="m5"><br />(<i>inilah.com</i>)</div> </div> <p><b>INILAH.COM, Jakarta � Janji Ketua KPK Antasari Azhar serius mengembangkan kasus Abdul Hadi Djamal disambut sinis sejumlah pihak. "Publik perlu bukti, bukan janji," kata Ray Rangkuti, aktivis LSM. Kenapa KPK terkesan lamban menuntaskan soal Jhonny Allen Marbun? </b></p> <p>Sudah lama KPK terkesan tebang pilih. Kini, KPK juga terkesan gentar dan berat untuk memeriksa Marbun. Padahal, nama politisi Partai Demokrat itu disebut-sebut Abdul Hadi menerima uang dari Hontjo Kurniawan, Komisaris PT Kurnia Jawa Wira Bakti. </p> <p>Penundaan pemanggilan dan pemeriksaan Marbun jelas sekali memunculkan kesan KPK lamban, berat, dan takut jika berhadapan dengan politisi Partai Demokrat, partainya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Padahal SBY dan Partai Demokrat sudah bertekad takkan melindungi politisinya yang korup. SBY bahkan berkomitmen memberantas koruypsi, sekalipun itu menerjang anggota dan politisinya sendiri.</p> <p>Wakil Koordinator Badan Pekerja Indonesian Corruption Watch (ICW), Emerson Juntho, sudah mendesak KPK agar cepat menuntaskannya. Bahkan kepada pers, ICW mencela kelambanan KPK dalam menyelesaikan kasus itu.</p> <p>Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, M Jasin mengungkapkan, Abdul Hadi mengaku pernah menyerahkan uang Rp 1 miliar dari Hontjo kepada Marbun pada 27 Februari 2009. Artinya, ada kewajiban KPK untuk memeriksa, menjernihkan apakah Marbun terlibat dalam kasus ini atau tidak.</p> <p>Karena itulah, KPK perlu secepatnya memeriksa Marbun. Hal ini terkait dengan upaya pencegahan penghilangan barang bukti yang mungkin dilakukan atau pengaturan skenario untuk membantah keterangan Abdul Hadi. </p> <p>KPK terkesan jadi tidak fair jika orang yang disebut-sebut terlibat korupsi itu, tidak diperiksa. Apalagi, kalau harus menunggu sampai ada proses di pengadilan.</p> <p>Dalam kaitan ini, Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenal Arifin Mochtar menyerukan kepada KPK agar menuntaskan penyelidikan kasus Abdul Hadi. Pasalnya, selama ini KPK dikenal mampu mengungkapkan kasus korupsi, tetapi tidak mampu menuntaskan penyelesaiannya. Bahkan KPK mengesankan sistem tebang pilih dalam membasmi korupsi sehingga efektivitasnya dikritik publik.</p> <p>Itu tampak sangat jelas dalam beberapa kasus seperti skandal korupsi yang melibatkan Anthony Zeidra Abidin, aliran dana BI, dan Agus Chondro. Tak semua tersangka dalam kasus itu yang diperiksa tuntas KPK. Dan, itu mengindikasikan bahwa profesionalisme KPK masihlah lemah.</p> <p>Sejauh ini, Ketua KPK Antasari Azhar menegaskan akan serius mengembangkan penyidikan kasus yang melibatkan Abdul Hadi. Dia menjamin tidak akan ada pihak yang terlibat yang bisa lolos. Namun, jaminan itu barulah janji yang harus dipenuhi dengan bukti.</p> <p>"Publik butuh bukti, bukan janji," kata Ray Rangkuti, aktivis LSM. Dengan kasus ini, KPK menghadapi ujian baru lagi. [I4]</p> </div>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-83141790521261575352009-10-15T11:15:00.000-07:002009-10-15T11:16:20.493-07:00<div style="text-align: center; color: rgb(255, 0, 0);" class="f_18"><span style="font-size:180%;">KPK 'Ngeper' Hadapi Demokrat?</span></div> <div class="f_author"><br /><br /><br /></div> <div class="m10_top"> <div class="back_gray fleft m5_rb"> <div><img src="http://www.inilah.com/data/berita/foto/89761.jpg" /></div> <div class="m5"><br />(<i>inilah.com</i>)</div> </div> <p><b>INILAH.COM, Jakarta � Janji Ketua KPK Antasari Azhar serius mengembangkan kasus Abdul Hadi Djamal disambut sinis sejumlah pihak. "Publik perlu bukti, bukan janji," kata Ray Rangkuti, aktivis LSM. Kenapa KPK terkesan lamban menuntaskan dugaan keterlibatan Johnny Allen Marbun?</b></p> <p>Sudah lama KPK terkesan tebang pilih. Kini, KPK juga terkesan gentar dan berat untuk memeriksa Marbun. Padahal, nama politisi Partai Demokrat itu disebut-sebut Abdul Hadi menerima uang dari Hontjo Kurniawan, Komisaris PT Kurnia Jawa Wira Bakti. </p> <p>Penundaan pemanggilan dan pemeriksaan Marbun jelas sekali memunculkan kesan KPK lamban, berat, dan takut jika berhadapan dengan politisi Partai Demokrat, partainya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Padahal SBY dan Partai Demokrat sudah bertekad takkan melindungi politisinya yang korup. SBY bahkan berkomitmen memberantas koruypsi, sekalipun itu menerjang anggota dan politisinya sendiri.</p> <p>Wakil Koordinator Badan Pekerja Indonesian Corruption Watch (ICW), Emerson Juntho, sudah mendesak KPK agar cepat menuntaskannya. Bahkan kepada pers, ICW mencela kelambanan KPK dalam menyelesaikan kasus itu.</p> <p>Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, M Jasin mengungkapkan, Abdul Hadi mengaku pernah menyerahkan uang Rp 1 miliar dari Hontjo kepada Marbun pada 27 Februari 2009. Artinya, ada kewajiban KPK untuk memeriksa, menjernihkan apakah Marbun terlibat dalam kasus ini atau tidak.</p> <p>Karena itulah, KPK perlu secepatnya memeriksa Marbun. Hal ini terkait dengan upaya pencegahan penghilangan barang bukti yang mungkin dilakukan atau pengaturan skenario untuk membantah keterangan Abdul Hadi. </p> <p>KPK terkesan jadi tidak fair jika orang yang disebut-sebut terlibat korupsi itu, tidak diperiksa. Apalagi, kalau harus menunggu sampai ada proses di pengadilan.</p> <p>Dalam kaitan ini, Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenal Arifin Mochtar menyerukan kepada KPK agar menuntaskan penyelidikan kasus Abdul Hadi. Pasalnya, selama ini KPK dikenal mampu mengungkapkan kasus korupsi, tetapi tidak mampu menuntaskan penyelesaiannya. Bahkan KPK mengesankan sistem tebang pilih dalam membasmi korupsi sehingga efektivitasnya dikritik publik.</p> <p>Itu tampak sangat jelas dalam beberapa kasus seperti skandal korupsi yang melibatkan Anthony Zeidra Abidin, aliran dana BI, dan Agus Chondro. Tak semua tersangka dalam kasus itu yang diperiksa tuntas KPK. Dan, itu mengindikasikan bahwa profesionalisme KPK masihlah lemah.</p> <p>Sejauh ini, Ketua KPK Antasari Azhar menegaskan akan serius mengembangkan penyidikan kasus yang melibatkan Abdul Hadi. Dia menjamin tidak akan ada pihak yang terlibat yang bisa lolos. Namun, jaminan itu barulah janji yang harus dipenuhi dengan bukti.</p> <p>"Publik butuh bukti, bukan janji," kata Ray Rangkuti, aktivis LSM. Dengan kasus ini, KPK menghadapi ujian baru lagi. [I4]</p> </div>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-4863059195857333152009-10-15T11:06:00.000-07:002009-10-15T11:07:10.328-07:00<div style="text-align: center; color: rgb(255, 0, 0);" class="f_18"><span style="font-size:180%;">K</span><span style="color: rgb(255, 0, 0);font-size:180%;" >ejaksaan Mengaku Krisis Kredibilitas</span></div> <div class="f_author"><br /><br /></div> <div class="m10_top"> <div class="back_gray fleft m5_rb"> <div><img src="http://www.inilah.com/data/berita/foto/39717.jpg" /></div> </div> <p><b>INILAH.COM, Jakarta � Jaksa Agung Hendarman Supandji mengakui institusi Kejaksaan saat ini sedang mengalami krisis kredibiltas. Menurutnya, hal itu tak perlu ditutup-tutupi, karena tidak akan membuat korps Adhyaksa memperbaiki diri.</b> </p> <p>"Pengakuan ini penting, karena untuk memotivasi dan memperbaiki diri secara mendasar. Jika tidak, itu hanya akan berusaha menutup-nutupi tanpa berupaya bersungguh-sungguh memperbaiki," ucapnya dalam kata sambutan peringatan HUT ke-48 Bhakti Adhyaksa di Lapangan Kejagung, Jakarta, Selasa (22/7).</p> <p>Karena itu, Hendarman berharap, momentum Hari Bhakti Adhayksa menjadi momentum untuk mengintrospeksi dan mengevaluasi kinerja yang dilakukan selama ini. Dengan begitu, korps Adhayksa diharapkan menunjukkan jati diri agar peristiwa yang lalu tidak terulang kembali.</p> <p>Sebagai pimpinan kejaksaan, Hendarman menyatakan telah membuat pilihan. Yaitu, berjalan terus dengan melakukan koreksi mendasar. "Dan saya minta saudara-saudara semua mengikuti pihan itu. Lakukan koreksi mendasar dengan bukti-bukti yang dapat dilihat dan dirasakan secara nyata oleh masyarakat," ucapnya</p> <p>Ia juga memaparkan kelemahan mendasar yang perlu diperbaiki dalam kaitan dengan kasus dugaan suap yang menimpa jaksa Urip Tri Gunawan. Yaitu, tertib moral bagi aparat kejaksaan. </p> <p>"Tertib moral itu, merupakan pendalaman makna dari tertib-tertib yang sudah ada. Seperti tertib administrasi, anggaran, peralatan, perkantoran, disiplin kerja, dan kepegawaian," paparnya. [R2]</p> </div>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-58206611143754779302009-10-15T10:58:00.000-07:002009-10-15T11:00:00.126-07:00<div class="column_berita_iklan"> <div class="m10"> <script type="text/javascript"><!--//<![CDATA[ var m3_u = (location.protocol=='https:'?'https://openx.inilah.com/www/delivery/ajs.php':'http://openx.inilah.com/www/delivery/ajs.php'); var m3_r = Math.floor(Math.random()*99999999999); if (!document.MAX_used) document.MAX_used = ','; document.write ("<scr"+"ipt type="'text/javascript'" src="'" zoneid="105" cb="'" exclude=" + document.MAX_used); document.write (document.charset ? '&charset='+document.charset : (document.characterSet ? '&charset='+document.characterSet : '')); document.write (" loc=" + escape(window.location)); if (document.referrer) document.write (" referer=" + escape(document.referrer)); if (document.context) document.write (" context=" + escape(document.context)); if (document.mmm_fo) document.write (" mmm_fo="1"><\/scr"+"ipt>"); //]]>--></script><script style="display: none;" type="text/javascript" src="http://openx.inilah.com/www/delivery/ajs.php?zoneid=105&cb=67557096647&charset=UTF-8&loc=http%3A//www.inilah.com/berita/politik/2009/10/15/168605/pks-ppp-elus-jamintel-duduki-jaksa-agung/&referer=http%3A//www.inilah.com/rubrik/politik/hukum/"></script><noscript><br /></noscript></div></div><div class="fright"> <!-- <a href="#" class="resetFont">reset</a> --> </div> <div style="text-align: center; color: rgb(255, 0, 0);" class="f_18"><span style="font-size:180%;">PKS-PPP Elus Jamintel Duduki Jaksa Agung</span></div> <div class="m10_top"> <div class="back_gray fleft m5_rb"> <div><br /><br /><img src="http://www.inilah.com/data/berita/foto/168605.jpg" /></div> <div class="m5">Marwan Effendy<br />(<i>inilah.com /Dokumen</i>)</div> </div> <p><b>INILAH.COM, Jakarta - Secara personal Jaksa Agung Jamintel Kejaksaan Agung Iskamto dinilai Layak menjabat Jaksa agung. PPP-PKS akan mendukung Agung menduduki kursi noor satu di Adhyaksa itu.</b></p> <p>Demikian penilaian Sekretaris Fraksi PPP Muhammad Romahurmuziy dan Ketua Fraksi PKS DPR Mustafa Kamal di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (15/10).</p> <p>Hal itu disampaikan mereka terkait keinginan Presiden SBY yang akan menyusun komposisi kabinet mendatang. Selain posisi menteri, posisi jaksa agung pada kabinet mendatang kemungkinan berubah. Beberapa nama mulai bermunculkan, salah satunya Jaksa Agung Muda Intelenjen Iskamto.</p> <p>Romy, begitu kader PPP ini disapa, jaksa agung sebaiknya ditempati figur yang memiliki kompetensi spesifik. Karena itu, pihaknya menyarankan agar posisi jaksa agung nantinya diisi oleh jaksa karir. Sehingga, ketika terjadi reformasi kejaksaan tidak terjadi 'guncangan'.</p> <p>"Sebagai orang yang tahu seluk-beluk kejaksaan, tentunya jaksa karir dalam melakukan reformasi birokrasi bisa menyesuaikan dengan kultur yang ada. Meski demikian, tak menutup kemungkinan jaksa non karir juga bisa melakukannya," kata Romahurmuziy.</p> <p>Proses reformasi internal di Kejagung, menurut Wakil Sekjen DPP PPP ini, akan berjalan mulus jika posisi jaksa agung dijabat oleh jaksa karir. Mengenai figur yang layak, ia menilai, Jamintel Iskamto dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Marwan Effendy punya peluang besar.</p> <p>Menurut dia, secara struktural Jamintel dan Jampidsus satu tingkat di bawah jaksa agung. "Jamintel Iskamto punya rekam jejak yang bagus. Tapi semuanya tergantung Presiden terpilih," imbuhnya.</p> <p>Hal senada juga diungkapkan Mustafa Kamal. Ia mengungkapkan, tugas utama jaksa agung mendatang adalah melanjutkan reformasi di internal kejaksaan. Karena itu, diperlukan figur yang mengetahui betul seluk-beluk kejaksaan untuk merealisasikannya.</p> <p>"Sebaiknya memang diambil dari jaksa karir karena sudah paham persoalan," kata Mustafa.</p> <p>Hanya saja, pihaknya belum bisa menunjuk figur yang dinilai paling tepat menempati posisi jaksa agung dari nama-nama yang telah mencuat. [*/jib]</p> </div>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-36133741085025234622009-10-15T10:44:00.000-07:002009-10-15T10:48:21.836-07:00<div style="text-align: center; color: rgb(255, 0, 0);" class="f_18"><span style="font-size:180%;">Siapa Terpidana Ayat Rokok?</span></div> <br /> <div class="m10_top"> <div class="back_gray fleft m5_rb"> <div><img src="http://www.inilah.com/data/berita/foto/168369.jpg" /></div> <div class="m5"><br />(<i>inilah.com/Dokumen</i>)</div> </div> <p><b>INILAH.COM, Jakarta - Hilangnya ayat rokok jelas mengandung unsur pidana. Sengaja atau lalai, tetap saja merupakan tindak pidana. Apalagi 'asap korupsi' atas ayat rokok itu amat menyengat, mengingat penerimaan cukai rokok tahun ini meningkat dari Rp29,1 triliun menjadi Rp49 triliun. Siapa bakal terpidana?</b></p> <p>'Kepulan asap' dari industri rokok itu amat tinggi. Penerimaan trilunan itu naik rata-rata 13,64%/tahun karena memang produksi industri rokok dari tahun ke tahun terus meningkat. Seperti pada 2004 industri rokok memproduksi 223 miliar batang, naik menjadi 240 miliar batang pada 2008. </p> <p>Soal korupsi ayat dalam UU Kesehatan itu adalah kaitan dengan suburnya industri rokok di Indonesia, sehingga memunculkan 'bau asap' tak sedap. Ini soal main mata antara legislator dengan kalangan industri? Ataukah benar-benar kesalahan tekhnis? Jika teknis, sedemikian buruknya administrasi parlemen?</p> <p>Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menegaskan, hilangnya ayat rokok harus diusut secara tuntas, termasuk kemungkinan adanya unsur pidana.</p> <p>"Kenapa satu ayat hilang? Kalau itu kesengajaan, ada pasal pidananya untuk menjerat. Demikian pula kalau itu kelalaian, ada pula pasal pidananya. Kan, tinggal beda hukumnya saja, tetapi tetap merupakan tindak pidana," kata Mahfud.</p> <p>Pimpinan DPR dan para politisi di parlemen ikut tercoreng kasus penghilangan ayat tentang tembakau dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan. Lagi-lagi parlemen dan politisi belum bersih diri. </p> <p>"Ada baiknya mereka yang berwenang musti berani memeriksa Sekjen DPR dan pimpinan DPR serta para staf, termasuk Ribka Ciptaning dan rekan-rekannya dari PDIP, karena ada dugaan justru mereka juga yang terlibat demi kepentingan sesaat," kata pengamat Ray Rangkuti.</p> <p>Cukai rokok yang dihasilkan industri rokok tidak berarti jika dibandingkan dengan biaya kesehatan yang ditanggung oleh masyarakat. Kerugian akibat merokok di Indonesia mencapai Rp180 triliun/tahun, sedangkan pemasukan dari cukai tembakau dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2009 sebesar Rp52 triliun-Rp53 triliun.</p> <p>Kematian akibat penyakit terkait kebiasaan merokok sebanyak 200.000-400.000 jiwa dalam setahun di Indonesia. "Bukannya ingin mematikan industri rokok, bagaimanapun mereka akan tetap memiliki pencandunya. Namun para pemerhati kesehatan ingin menyelamatkan para pemula. Sekarang perokok di bawah usia 10 tahun meningkat 400%," ujarnya.</p> <p>Kini tinggal pihak legislatif dan eksekutif bertemu kembali membicarakan keabsahan undang-undang itu, dan bersepakat tentang ayat yang hilang di dalam rapat paripurna. Lalu, carilah siapa yang bersalah dan pantas dipidana. [mor]</p> </div>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-48193355146381514672009-10-15T09:43:00.001-07:002009-10-15T10:03:29.881-07:00<h1 style="text-align: center; color: rgb(255, 0, 0);" id="firstHeading" class="firstHeading"><span><span style="font-size:180%;">Hukum</span></span></h1><br /><br /> <h3 id="siteSub">Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas</h3> <div id="jump-to-nav">Langsung ke: <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#column-one">navigasi</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#searchInput">cari</a></div> <!-- start content --> <dl><dd> <dl><dd><i>Untuk kegunaan hukum dalam bilang ilmiah (ilmu), lihat <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_%28ilmiah%29" title="Hukum (ilmiah)">hukum (ilmiah)</a></i></dd></dl> </dd></dl> <div class="thumb tright"> <div class="thumbinner" style="width: 182px;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:JMR-Memphis1.jpg" class="image"><img alt="" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/5/53/JMR-Memphis1.jpg/180px-JMR-Memphis1.jpg" class="thumbimage" width="180" height="271" /></a> <div class="thumbcaption"> <div class="magnify"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:JMR-Memphis1.jpg" class="internal" title="Perbesar"><img src="http://id.wikipedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png" alt="" width="15" height="11" /></a></div> Patung <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dewi_Keadilan&action=edit&redlink=1" class="new" title="Dewi Keadilan (halaman belum tersedia)">Dewi Keadilan</a> (<i>Lady Justice</i>) atau Justitia,<sup id="cite_ref-0" class="reference"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#cite_note-0">[1]</a></sup> <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Personifikasi" title="Personifikasi">personifikasi</a> kekuatan moral yang mendasari sistem hukum, terutama di <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Dunia_Barat" title="Dunia Barat">Dunia Barat</a><sup id="cite_ref-1" class="reference"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#cite_note-1">[2]</a></sup><sup id="cite_ref-2" class="reference"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#cite_note-2">[3]</a></sup></div> </div> </div> <p><b>Hukum</b> <sup id="cite_ref-3" class="reference"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#cite_note-3">[4]</a></sup> adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. <sup id="cite_ref-4" class="reference"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#cite_note-4">[5]</a></sup> dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela." <sup id="cite_ref-5" class="reference"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#cite_note-5">[6]</a></sup> <sup id="cite_ref-6" class="reference"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#cite_note-6">[7]</a></sup></p> <table id="toc" class="toc"> <tbody><tr> <td> <div id="toctitle"> <h2>Daftar isi</h2> <span class="toctoggle">[<a href="javascript:toggleToc()" class="internal" id="togglelink">sembunyikan</a>]</span></div> <ul><li class="toclevel-1 tocsection-1"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#Bidang_hukum"><span class="tocnumber">1</span> <span class="toctext">Bidang hukum</span></a> <ul><li class="toclevel-2 tocsection-2"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#Hukum_perdata"><span class="tocnumber">1.1</span> <span class="toctext">Hukum perdata</span></a></li><li class="toclevel-2 tocsection-3"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#Hukum_publik"><span class="tocnumber">1.2</span> <span class="toctext">Hukum publik</span></a></li><li class="toclevel-2 tocsection-4"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#Hukum_pidana"><span class="tocnumber">1.3</span> <span class="toctext">Hukum pidana</span></a></li><li class="toclevel-2 tocsection-5"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#Hukum_acara"><span class="tocnumber">1.4</span> <span class="toctext">Hukum acara</span></a></li><li class="toclevel-2 tocsection-6"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#Hukum_internasional"><span class="tocnumber">1.5</span> <span class="toctext">Hukum internasional</span></a></li></ul> </li><li class="toclevel-1 tocsection-7"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#Sistem_hukum"><span class="tocnumber">2</span> <span class="toctext">Sistem hukum</span></a> <ul><li class="toclevel-2 tocsection-8"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#Sistem_hukum_Eropa_Kontinental"><span class="tocnumber">2.1</span> <span class="toctext">Sistem hukum Eropa Kontinental</span></a></li><li class="toclevel-2 tocsection-9"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#Sistem_hukum_Anglo-Saxon"><span class="tocnumber">2.2</span> <span class="toctext">Sistem hukum Anglo-Saxon</span></a></li><li class="toclevel-2 tocsection-10"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#Sistem_hukum_adat.2Fkebiasaan"><span class="tocnumber">2.3</span> <span class="toctext">Sistem hukum adat/kebiasaan</span></a></li><li class="toclevel-2 tocsection-11"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#Sistem_hukum_agama"><span class="tocnumber">2.4</span> <span class="toctext">Sistem hukum agama</span></a></li></ul> </li><li class="toclevel-1 tocsection-12"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#Teori_hukum"><span class="tocnumber">3</span> <span class="toctext">Teori hukum</span></a> <ul><li class="toclevel-2 tocsection-13"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#Sejarah_hukum"><span class="tocnumber">3.1</span> <span class="toctext">Sejarah hukum</span></a></li><li class="toclevel-2 tocsection-14"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#Filsafat_hukum"><span class="tocnumber">3.2</span> <span class="toctext">Filsafat hukum</span></a></li><li class="toclevel-2 tocsection-15"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#Sosiologi_hukum"><span class="tocnumber">3.3</span> <span class="toctext">Sosiologi hukum</span></a></li></ul> </li><li class="toclevel-1 tocsection-16"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#Hukum_Indonesia"><span class="tocnumber">4</span> <span class="toctext">Hukum Indonesia</span></a></li><li class="toclevel-1 tocsection-17"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#Lihat_pula"><span class="tocnumber">5</span> <span class="toctext">Lihat pula</span></a></li><li class="toclevel-1 tocsection-18"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#Catatan_kaki"><span class="tocnumber">6</span> <span class="toctext">Catatan kaki</span></a></li></ul> </td> </tr> </tbody></table> <script type="text/javascript"> //<![CDATA[ if (window.showTocToggle) { var tocShowText = "tampilkan"; var tocHideText = "sembunyikan"; showTocToggle(); } //]]> </script> <h2><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum&action=edit&section=1" title="Sunting bagian: Bidang hukum">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Bidang_hukum">Bidang hukum</span></h2> <p>Hukum dapat dibagi dalam berbagai bidang, antara lain <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata" title="Hukum perdata">hukum perdata</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum_publik&action=edit&redlink=1" class="new" title="Hukum publik (halaman belum tersedia)">hukum publik</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_pidana" title="Hukum pidana">hukum pidana</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum_acara&action=edit&redlink=1" class="new" title="Hukum acara (halaman belum tersedia)">hukum acara</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum_tata_negara&action=edit&redlink=1" class="new" title="Hukum tata negara (halaman belum tersedia)">hukum tata negara</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_internasional" title="Hukum internasional">hukum internasional</a>, hukum adat, hukum islam, hukum agraria</p> <h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum&action=edit&section=2" title="Sunting bagian: Hukum perdata">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Hukum_perdata">Hukum perdata</span></h3> <p>Salah satu bidang hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara individu-individu dalam masyarakat dengan saluran tertentu. Hukum perdata disebut juga hukum privat atau hukum sipil. Salah satu contoh hukum perdata dalam masyarakat adalah jual beli rumah atau kendaraan .</p> <p>Hukum perdata dapat digolongkan antara lain menjadi:</p> <ol><li><a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum_keluarga&action=edit&redlink=1" class="new" title="Hukum keluarga (halaman belum tersedia)">Hukum keluarga</a></li><li><a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum_harta_kekayaan&action=edit&redlink=1" class="new" title="Hukum harta kekayaan (halaman belum tersedia)">Hukum harta kekayaan</a></li><li><a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum_benda&action=edit&redlink=1" class="new" title="Hukum benda (halaman belum tersedia)">Hukum benda</a></li><li><a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum_Perikatan&action=edit&redlink=1" class="new" title="Hukum Perikatan (halaman belum tersedia)">Hukum Perikatan</a></li><li><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Waris" title="Hukum Waris">Hukum Waris</a></li></ol> <h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum&action=edit&section=3" title="Sunting bagian: Hukum publik">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Hukum_publik">Hukum publik</span></h3> <p>Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara subjek hukum dengan orang lain.atau Hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat" title="Masyarakat">masyarakat</a>.</p> <h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum&action=edit&section=4" title="Sunting bagian: Hukum pidana">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Hukum_pidana">Hukum pidana</span></h3> <p>Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi barang siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam undang-undang pidana. Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan sebagainya Dalam hukum pidana dikenal, 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran, kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh undang-undang, seperti tidak pakai helem, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya.</p> <h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum&action=edit&section=5" title="Sunting bagian: Hukum acara">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Hukum_acara">Hukum acara</span></h3> <p>Untuk tegaknya hukum materiil diperlukan hukum acara atau sering juga disebut hukum formil. Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana cara agar hukum (materiil) itu terwujud atau dapat diterapkan/dilaksanakan kepada subyek yang memenuhi perbuatannya . Tanpa hukum acara maka tidak ada manfaat hukum materiil. Untuk menegakkan ketentuan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_pidana" title="Hukum pidana">hukum pidana</a> diperlukan hukum acara pidana, untuk <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata" title="Hukum perdata">hukum perdata</a> maka ada hukum acara perdata. Hukum acara ini harus dikuasai para praktisi hukum, polisi, jaksa, pengacara, hakim.</p> <p>tegaknya supremasi hukum itu harus dimulai dari penegak hukum itu sendiri. yang paling utama itu adalah bermula dari pejabat yang paling tingi yaitu mahkamah agung ( [MA] )harus benar-benar melaksanakan hukum materil itu dengan tegas. baru akan terlaksana hukum yang sebenarnya dikalangan bawahannya. (w2n_11)</p> <h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum&action=edit&section=6" title="Sunting bagian: Hukum internasional">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Hukum_internasional">Hukum internasional</span></h3> <p>Hukum yang mengatur tentang hubungan hukum antar negara satu dengan negara lain secara internasional, yang mengandung dua pengertian dalam arti sempit dan luas.</p> <ol><li>Dalam arti sempit meliputi : Hukum publik internasional saja</li><li>Dalam arti luas meliputi : Hukum publik internasional dan hukum perdata internasional</li></ol> <h2><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum&action=edit&section=7" title="Sunting bagian: Sistem hukum">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Sistem_hukum">Sistem hukum</span></h2> <div class="noprint dablink boilerplate"> <dl><dd><i><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Crystal_Clear_app_xmag.png" class="image" title="!"><img alt="!" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/ef/Crystal_Clear_app_xmag.png/20px-Crystal_Clear_app_xmag.png" width="20" height="20" /></a>Artikel utama untuk bagian ini adalah: <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_hukum_di_dunia" title="Sistem hukum di dunia">Sistem hukum di dunia</a></i></dd></dl> </div> <p>Ada berbagai jenis sistem hukum yang berbeda yang dianut oleh negara-negara di dunia pada saat ini, antara lain sistem hukum Eropa Kontinental, sistem hukum Anglo-Saxon, sistem hukum adat, sistem hukum agama.</p> <h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum&action=edit&section=8" title="Sunting bagian: Sistem hukum Eropa Kontinental">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Sistem_hukum_Eropa_Kontinental">Sistem hukum Eropa Kontinental</span></h3> <p>Sistem hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60% dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini.</p> <h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum&action=edit&section=9" title="Sunting bagian: Sistem hukum Anglo-Saxon">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Sistem_hukum_Anglo-Saxon">Sistem hukum Anglo-Saxon</span></h3> <p>Sistem <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Anglo-Saxon" class="extiw" title="en:Anglo-Saxon">Anglo-Saxon</a> adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Yurisprudensi" title="Yurisprudensi" class="mw-redirect">yurisprudensi</a>, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Irlandia" title="Irlandia">Irlandia</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Inggris" title="Inggris">Inggris</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Australia" title="Australia">Australia</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Selandia_Baru" title="Selandia Baru">Selandia Baru</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Afrika_Selatan" title="Afrika Selatan">Afrika Selatan</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kanada" title="Kanada">Kanada</a> (kecuali Provinsi Quebec) dan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Amerika_Serikat" title="Amerika Serikat">Amerika Serikat</a> (walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistim hukum Eropa Kontinental Napoleon). Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan sistem hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum agama.</p> <p>Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman.Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hakim" title="Hakim">hakim</a>, dalam memutus perkara.</p> <h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum&action=edit&section=10" title="Sunting bagian: Sistem hukum adat/kebiasaan">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Sistem_hukum_adat.2Fkebiasaan">Sistem hukum adat/kebiasaan</span></h3> <p><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Adat" title="Hukum Adat" class="mw-redirect">Hukum Adat</a> adalah adalah seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah.</p> <h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum&action=edit&section=11" title="Sunting bagian: Sistem hukum agama">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Sistem_hukum_agama">Sistem hukum agama</span></h3> <p>Sistem hukum <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Agama" title="Agama">agama</a> adalah sistem hukum yang berdasarkan ketentuan agama tertentu. Sistem hukum agama biasanya terdapat dalam <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kitab_Suci" title="Kitab Suci" class="mw-redirect">Kitab Suci</a>.</p> <h2><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum&action=edit&section=12" title="Sunting bagian: Teori hukum">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Teori_hukum">Teori hukum</span></h2> <h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum&action=edit&section=13" title="Sunting bagian: Sejarah hukum">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Sejarah_hukum">Sejarah hukum</span></h3> <div class="thumb tright"> <div class="thumbinner" style="width: 182px;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Milkau_Oberer_Teil_der_Stele_mit_dem_Text_von_Hammurapis_Gesetzescode_369-2.jpg" class="image"><img alt="" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/5/55/Milkau_Oberer_Teil_der_Stele_mit_dem_Text_von_Hammurapis_Gesetzescode_369-2.jpg/180px-Milkau_Oberer_Teil_der_Stele_mit_dem_Text_von_Hammurapis_Gesetzescode_369-2.jpg" class="thumbimage" width="180" height="245" /></a> <div class="thumbcaption"> <div class="magnify"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Milkau_Oberer_Teil_der_Stele_mit_dem_Text_von_Hammurapis_Gesetzescode_369-2.jpg" class="internal" title="Perbesar"><img src="http://id.wikipedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png" alt="" width="15" height="11" /></a></div> Raja <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hammurabi" title="Hammurabi">Hammurabi</a> memperoleh wahyu <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Codex_Hammurabi" title="Codex Hammurabi" class="mw-redirect">aturan-aturan hukum</a> dari Tuhan</div> </div> </div> <p><b>Sejarah Hukum</b> adalah bidang studi tentang bagaimana hukum berkembang dan apa yang menyebabkan perubahannya. Sejarah hukum erat terkait dengan perkembangan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Peradaban" title="Peradaban">peradaban</a> dan ditempatkan dalam konteks yang lebih luas dari <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sejarah_sosial&action=edit&redlink=1" class="new" title="Sejarah sosial (halaman belum tersedia)">sejarah sosial</a>. Di antara sejumlah ahli hukum dan pakar sejarah tentang proses hukum, sejarah hukum dipandang sebagai catatan mengenai evolusi hukum dan penjelasan teknis tentang bagaimana hukum-hukum ini berkembang dengan pandangan tentang pemahaman yang lebih baik mengenai asal-usul dari berbagai konsep hukum. Sebagian orang menganggapnya sebagai bagian dari <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sejarah_intelektual&action=edit&redlink=1" class="new" title="Sejarah intelektual (halaman belum tersedia)">sejarah intelektual</a>. Para sejarawan abad ke-20 telah memandang sejarah hukum dalam cara yang lebih kontekstual, lebih sejalan dengan pemikiran <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sejarah_sosial&action=edit&redlink=1" class="new" title="Sejarah sosial (halaman belum tersedia)">para sejarawan sosial</a>. Mereka meninjau lembaga-lembaga hukum sebagai sistem aturan, pelaku dan lambang yang kompleks, dan melihat unsur-unsur ini berinteraksi dengan masyarakat untuk mengubah, mengadaptasi, menolak atau memperkenalkan aspek-aspek tertentu dari <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat" title="Masyarakat">masyarakat sipil</a>. Para sejarawan hukum seperti itu cenderung menganalisis sejarah kasus dari parameter penelitian <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_sosial" title="Ilmu sosial">ilmu sosial</a>, dengan menggunakan metode-metode statistik, menganalisis perbedaan kelas antara pihak-pihak yang mengadukan kasusnya, mereka yang mengajukan permohonan, dan para pelaku lainnya dalam berbagai proses hukum. Dengan menganalisis hasil-hasil kasus, biaya transaksi, jumlah kasus-kasus yang diselesaikan, mereka telah memulai analisis terhadap lembaga-lembaga hukum, praktik-praktik, prosedur dan amaran-amarannya yang memberikan kita gambaran yang lebih kompleks tentang hukum dan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat" title="Masyarakat">masyarakat</a> daripada yang dapat dicapai oleh studi tentang <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Yurisprudensi" title="Yurisprudensi" class="mw-redirect">yurisprudensi</a>, hukum dan aturan sipil.</p> <h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum&action=edit&section=14" title="Sunting bagian: Filsafat hukum">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Filsafat_hukum">Filsafat hukum</span></h3> <p>Filsafat hukum adalah cabang <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat" title="Filsafat">filsafat</a> yang membicarakan apa hakekat hukum itu, apa tujuannya, mengapa dia ada dan mengapa orang harus tunduk kepada hukum. Disamping menjawab pertanyaan masalah-masalah umum abstrak tersebut, filsafat hukum juga membahas soal-soal kongkret mengenai hubungan antara hukum dan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Moral" title="Moral">moral</a> (<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Etika" title="Etika">etika</a>) dan masalah keabsahan berbagai macam lembaga hukum.</p> <p>filsafat adalah merupakan suatu renungan yang mendalam terhadap suatu objek untuk menumukan hakeket yang sebenarnya, bukan untuk mencari perpecahan dari suatu cabang ilmu, sehingga muncul cabang ilmu baru yang mempersulit kita dalam mencari suatu kebanaran dikarenakan suatu pertentangan sudut pandang.</p> <h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum&action=edit&section=15" title="Sunting bagian: Sosiologi hukum">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Sosiologi_hukum">Sosiologi hukum</span></h3> <p>Sosiologi hukum adalah merupakan suatu disiplin ilmu dalam ilmu hukum yang baru mulai dikenal pada tahun 60-an. Kehadiran disiplin ilmu sosiologi hukum di Indonesia memberikan suatu pemahaman baru bagi masyarakat mengenai hukum yang selama ini hanya dilihat sebagai suatu sistem perundang-undangan atau yang biasanya disebut sebagai pemahaman hukum secara normatif. Lain halnya dengan pemahaman hukum secara normatif, sosiologi hukum adalah mengamati dan mencatat hukum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari dan kemudian berusaha untuk menjelaskannya. Sosiologi Hukum sebagai ilmu terapan menjadikan Sosiologi sebagai subyek seperti fungsi sosiologi dalam penerapan hukum, pembangunan hukum, pembaharuan hukum, perubahan masyarakat dan perubahan hukum,dampak dan efektivitas hukum, kultur hukum.</p> <h2><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum&action=edit&section=16" title="Sunting bagian: Hukum Indonesia">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Hukum_Indonesia">Hukum Indonesia</span></h2> <div class="noprint dablink boilerplate"> <dl><dd><i><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Crystal_Clear_app_xmag.png" class="image" title="!"><img alt="!" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/ef/Crystal_Clear_app_xmag.png/20px-Crystal_Clear_app_xmag.png" width="20" height="20" /></a>Artikel utama untuk bagian ini adalah: <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Indonesia" title="Hukum Indonesia">Hukum Indonesia</a></i></dd></dl> </div> <p>Indonesia adalah negara yang menganut sistem hukum campuran dengan sistem hukum utama yaitu sistem hukum Eropa Kontinental. Selain sistem hukum Eropa Kontinental, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat dan sistem hukum agama, khususnya hukum (syariah) Islam. Uraian lebih lanjut ada pada bagian <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Indonesia" title="Hukum Indonesia">Hukum Indonesia</a>.</p>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5311410323833471238.post-5024494946766812692009-10-15T02:38:00.000-07:002009-10-15T08:59:41.906-07:00<div style="text-align: center; color: rgb(255, 0, 0);"><span style="font-size:180%;"><span style="font-size:11;"><b>Mitos liberalisme</b></span><br /></span> </div><br /><br /><p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><o:p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><o:p></o:p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"><b style=""><span style="font-size:6;">M</span>itos</b> : Liberalisme adalah paham yang tidak bermoral. Banyak orang menuduh liberalisme/kapitalisme menuntun kepada imoralitas, pada keserakahan, ketidak adilan, kejahatan, kemaksiatan, dan banyak hal jahat lainnya. Bahkan seorang murid saya pernah memakai sebuah kaos dengan tulisan <i style="">“capitalism stole my virginity”.<o:p></o:p></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><o:p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;">Fakta : Moral adalah kemampuan kita dalam hal membedakan mana yang benar, mana yang salah. Mana yang baik dan mana yang jahat. Perlu diketahui bahwa moral jauh lebih besar dan murni dari adat. Beberapa adat istiadat bisa saja tidak bermoral, tetapi semua yang benar berasal murni dari dalam akal sehat dan nurani kita, yang tidak bisa kita bohongi. Itu adalah anugerah pencipta bagi kita semua. Manusia adalah satu-satunya makhluk dengan nilai moral. Anjing tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang jahat.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><o:p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;">Secara moral, liberalisme lebih unggul dari faham sekuler apapun. Banyak pakar ekonomisalah dengan membela kapitalisme karena kapitalisme menciptakan kesejahteraan, tetapi kadang-kadang mengakui bahwa kapitalisme menciptakan kejahatan, sehingga dianggap, kapitalisme adalah “necessary evil” (kejahatan yang diperlukan) untuk menciptakan kesejahteraan. Pandangan yang salah ini tentu saja memperburuk citra liberalisme. Liberalisme menurut Walter Williams, sebenarnya bukan seharusnya dibela dari segi argument ekonomi, tetapi lebih dari sisi moralitas, karena liberalism adalah faham dengan yang paling superior dari sisi moralitas. Sehingga, walaupun liberalisme gagal dalam mengelola ekonomi, tetapi secara moral, liberalism tidak terbantahkan. Sehingga, liberalisme harus dipertahankan dengan argument yang jauh melebihi sekedar argument bahwa liberalisme baik untuk ekonomi, tetapi juga baik untuk kemanusiaan secara universal.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><o:p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;">Liberalisme didasarkan kepada hak individu atas anugerah pencipta yang tidak bisa diambil oleh siapapun. Liberalisme menciptakan kebahagiaan bagi siapapun, selama kebahagiaan tersebut tidak mengganggu kebahagiaan orang lain. Bukti memperlihatkan bahwa bangsa modern yang beradab adalah bangsa yang menghargai hak orang lain. Negara-negara besar seperti AS dan Inggris, tidak tercipta dari pemaksaan kehendak terhadap warganya, tetapi melalui consensus yang tercipta secara damai dan demokratis, tanpa adanya pemaksaan dan pelanggaran hak asasi manusia. Tetapi harus diingat bahwa kesejahteraan ekonomi “hanyalah produk sampingan dari liberalisme” (Williams, 2004). Produk utamanya adalah kemerdekaan, apakah ada hal yang lebih bermoral dari ini?</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><o:p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;">Kembali ke pernyataan di atas : “capitalism stole my virginity”. Apakah memang kebebasan yang mengakibatkan keperawanannya terenggut? Atau jika pernyataanya: apakah kebebasan yang mengakibatkan imoralitas? Tentu saja tidak! Kebebasan membutuhkan tanggungjawab pribadi. Bukan kebebasan yang menciptakan imoralitas tersebut, tetapi diri anda sendiri. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:city></st1:place> pilihan lain untuk mencegahnya, yaitu dengan menghilangkan kebebasan (dengan pemaksaan, koersi, kekerasan dll), sehingga tidak terwujudnya imoralitas. Tetapi bukankah dengan demikian kita menciptakan lebih banyak imoralitas?</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><o:p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;">Mitos : Liberalisme adalah paham yang tidak berkeadilan, paham yang menciptakan ketidak adilan. Tuduhan yang sering di alamatkan katanya liberalisme kapitalisme menciptakan perbedaan kelas, ketimpangan ekonomi, yang kaya semakin kaya dan miskin semakin miskin sehingga tercipta kesenjangan pendapatan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><o:p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;">Fakta : Diantara banyaknya tuduhan, ini yang paling sering didengungkan. Sebagaimana menjawab mitos diatas, dengan mewujudkan pengertian bersama tentang apa itu keadilan, kita bisa melangkah dengan pengertian yang lebih baik. Bagaimana sebenarnya keadilan itu? Ketika saya masih kecil dulu, duduk berdampingan dengan kakak saya yang terpaut 6 tahun, duduk menanti sarapan yang akan diberikan, ibu saya memberikan porsi yang lebih banyak kepada kakak saya karena tahu kemampuan makan kakak saya dan saya berbeda. Apakah ini bisa disebut keadilan? Tentu saja karena masing-masing menurut kemampuannya. Ketika saya sekarang mengajar di sebuah kelas. Bagi murid yang malas, saya berikan nilai lebih rendah sedangkan yang rajin saya berikan nilai yang lebih tinggi. Apakah ini keadilan? Sekali lagi, ya, karena saya memberi sesuai dengan yang mereka usahakan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><o:p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;">Dalam pikiran banyak orang yang anti liberalisme, mereka punya kesamaan visi atas ketidak adilan yang tercipta dalam system kebebasan. Tetapi sayangnya, hayalan ketidak adilan ini mereka dasarkan hanya atas hasil akhir dan bukan prosesnya (William, 2004). Prof. Hayek, berusaha menjawab kritik ini dengan meyakinkan bahwa jangan hanya melihat ketidak adilan dari hasil akhir, tetapi yang paling utama, keadilan dalam proses. Contohnya, dalam sebuah kelas, terdapat ketimpangan hasil akhir. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:city></st1:place> yang dapat F dan ada yang dapat A.Tetapi ini adalah keadilan, seandainya memang prosesnya adil. Ketika murid berusaha sesuai kemampuannya dan mendapat nilai sesuai dengan kemampuannya, itulah keadilan. Akan sangat tidak adil seandainya semuanya mendapat A. Bukan saja tidak adil, tetapi juga akan menghasilkan proses belajar yang tidak kompetitif dan produktif, karena tidak ada murid yang mau berusaha sejak mereka tahu bahwa sekeras apapun mereka berusaha, mereka tetap akan dapat A. Bahkan menurut Prof. Friedman dalam “Free to Choose”, bukan saja tidak adil dan kontra produktih, malah tidak menyenangkan. Tidak ada orang yang akan menikmati hidup seandainya “keadilan hanya berdasar hasil akhir” ini diterapkan. Kita sendiri sudah lahir “tidak adil”. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><o:p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;">Ada yang dilahirkan sudah kaya, tampan dan cantik, ada yang pintar nyanyi, ada yang pintar memimpin, berbakat jadi dokter, jadi pilot, ada yang dilahirkan cacat, ada yang buta, ada tidak terlalu pintar, ada yang brilliant. Memang “tidak adil”, tetapi kalau anda lihat justru itulah keadilan yang Maha Kuasa. Kalau semuanya dilahirkan pintar bermain music, siapa yang akan menjadi penikmat music. Kalau semua dilahirkan berbakat memimpin, siapa yang akan menjadi pengikut? Yang membuat saya heran, kenapa para kaum egaliter (ingin masyarakat sederajat), begitu getol agar kita menjadi sejajar semua secara ekonomi, sedangkan kita sendiri lahir secara “tidak merata”. Milton Friedman mengejek anggapan ini dengan begitu brilliant. Menurutnya, kalau memang anda ingin dunia adil, maka sederhana, semua yang terlahir pintar bermusik, jangan dilatih bermusik. Sedangkan yang tidak bisa bermusik harus diajari bermain music, sehingga kemampuan semua manusia sejajar. Tetapi bukankah ini hal yang sangat bodoh? Bukan hanya merugikan sang empunya bakat, tetapi merugikan seluruh masyarakat yang tidak bisa menikmati keindahan music yang dihasilkan empunya bakat.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><o:p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"><span style="" lang="DE">Dalam liberalisme, anda mendapatkan sesuai dengan apa yang anda usahakan. </span>Kerja keras anda menentukan hasil akhir yang anda dapat. Walter Williams mengilustrasikan dengan luar biasa gamblangnya system penghargaan (reward) ini. Menurutnya, dalam masyarakat kapitalis, setiap kerja anda dihargai dengan sertifikat, dan sertifikat itu kalau di Amerika kita sebut Dollar, di tempat lain disebut Euro, Mark, Pound sterling, dan kalau di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> kita sebut itu Rupiah. Sertifikat ini kita berikan atas ucapan terima kasih atas layanan yang diberikan atas kita terhadap sopir taxi, guru, penata rambut, penjual beras, dan banyak orang lain. Lebih keras anda bekerja, lebih banyak sertifikat yang anda terima. Ketika anda tidak bekerja, jangan harap anda menerima sertifikat penghargaan ini. Sehingga jangan heran dalam system kapitalisme/liberalisme, tercipta ketidak sejajaran, karena ada yang bekerja malas, ada yang rajin, sehingga mereka menerima sesuai dengan apa yang layak mereka dapatkan. Tetapi ketidak sejajaran hasil akhir ini adalah hasil sebuah proses yang sangat-sangat adil. Bukankah ini system yang sangat, sangat berkeadilan. Bisakah anda temukan system yang lebih adil dari ini?</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><o:p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="" lang="DE"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;">Mitos : Ekonomi Liberalisme didasarkan atas pementingan diri sendiri dan keserakahan<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="" lang="DE"><o:p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;">Fakta : Coba perhatikanpara atlit yang sedang bertanding, contohlah para pelari cepat. Apa yang anda lihat? Tentu saja bukan sekedar lintasan lari dan para atlit. Tetapi juga determinasi yang terpancar dari aura dan usaha mereka yang membuat mereka ingin berlari lebih cepat dari yang lain. Tentu saja tidak ada yang menyuruh mereka untuk lari lebih cepat. Tidak ada perintah dari atasan, tidak ada kelinci yang harus dikejar (seperti lintasan lari anjing greyhound) dan tidak ada yang menodong mereka dari belakang untuk lari lebih cepat. Lalu apa yang membuat mereka lari lebih cepat? Paling tidak ada dua alasan utama yang membuat mereka lari. Pertama, hadiah besar yang menanti didepan. Hmmmm, hadiah besar yang menggiurkan. Alasan kedua, adalah, keinginan alamiah manusia untuk menjadi yang terbaik. Tidak semua orang bisa menjadi terbaik, karena jika semua menjadi terbaik, maka terbaik menjadi biasa saja. “Terbaik” adalah hal yang eksklusif. Tidak semua bisa menjadi terbaik, hanya orang khusus bisa menjadi terbaik. Dan untuk menjadi terbaik seseorang harus mendahulukan dirinya. Bukankah kedua hal ini yang meEconomic and Virtue</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><o:p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;">Mitos : Liberalisme menimbulkan kemelaratan</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><o:p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;">Fakta : Diantara semua tuduhan, ini adalah tuduhan yang paling tidak berdasar. Tidak ada satu bukti pun yang bisa mendukung mitos ini. Tetapi buktu untuk kebalikannya, bahwa Ekonomi liberal menciptakan kesejahteraan, bisa anda temukan dimana-mana. Anda tidak perlu sebuah penelitian ilmiah secara comprehensive. Cukup nyalakan TV anda dan lihat secara jelas. Tetapi jika anda membutuhkan fakta ilmiah, penelitian James Gwartney, Robert A. Lawson dan Walter E. Block (1998) membuktikan hal ini ini.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"><span style="" lang="DE">Gwartney Et Al. merancang index untuk mengukur tingkat kebebasan ekonomi dari 100 negara. </span>Dengan membandingkan hasil index tersebut dengan GDP Negara bersangkutan, dan menemukan bahwa Negara-negara dengan tingkat kebebasan ekonomi yang tinggi (seperti Amerika Serikat, Selandia Baru dan Hong Kong),bertumbuh lebih cepat dari Negara-negara dengan kebebasan ekonomi menengah (seperti Inggris, Jerman dan Negara-negara Skandinavia), dan bertumbuh jauh lebih cepat dari Negara-negara dengan tingkat kebebasan ekonomi rendah (seperti Venezuela dan Iran). (Informasi penelitian ini bisa anda dapatkan dari buku karya Mark Skousen berjudul “The Making of Modern Economic”, yang sudah di terjemahkan kedalam bahasa <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> “Sang Maestro: Sejarah Ekonomi Modern”, yang bisa dibeli di gramedia, atau dipinjam ke saya, dengan syarat ketentuan berlaku J. Sehingga jika anda lihat apa sebenarnya resep utama dibalik kemakmuran suatu bangsa? Jawabannya terletak pada sebuah tulisan berusia lebih dari 200 tahun lalu dengan judul yang mempertanyakan pertanyaan yang sama “Penyelidikan Terhadap Sifat dan Penyebab Kemakmuran Bangsa” karya Adam Smith : “Ketika seseorang bekerja sekeras mungkin, dengan menggunakan modalnya untuk mendukung industry didalam negeri dan menuntun industry ini untuk menghasilkan mungkin nilai yang tertinggi … Dia pada dasarnya tidak tentu tidak bermaksud memajukan kepentingan publik, dan tidak tahu bagaimana caranya memajukan kepentingan umum … dia bertujuan hanya untuk mengamankan dirinya sendiri, dan dengan mengarahkan industrinya untuk menghasilkan nilai yang tertinggi, tujuannya hanya keuntungan pribadinya; dan dia dalam kasus ini, sebagaimana banyak kasus lainnya dituntun oleh tangan tak Nampak untuk mencapai tujuan akhir yang bukan merupakan tujuannya. Dengan mengejar kepentingan pribadinya, dia sering memajukan kepentingan masyarakat lebih effektif dari pada ketika dia dengan sengaja bertujuan memajukannya. Aku tak pernah melihat begitu banyak kebaikan yang dilakukan (bagi masyarakat - penerjemah) melebihi kebaikan yang merupakan efek perdangan.”</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><o:p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;">Faktanya, terimakasih terhadap kebebasan pasar, kita sekarang punya teknologi yang memudahkan hidup kita. Kita jauh melebihi leluhur kita yang banyak hanya mampu memenuhi kebutuhan tidak lebih dari satu hari, dan harus berusaha lebih keras untuk memenuhi kebutuhan hari berikutnya. Sekarang, kebanyakan dari kita punya lebih banyak kesempatan untuk memajukan kebudayaan. Lebih banyak waktu untuk membaca buku, aktif dalam diskusi public, dalam ilmu pengetahuan, dan berekreasi, mempercantik diri, main game, dan mengejar impian masing-masing.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><o:p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"><span style="" lang="DE">Mitos : Dalam ekonomi liberal, yang kaya lebih kaya dan miskin lebih miskin. </span>Yang punya modal berkuasa.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><o:p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;">Fakta : Fakta ini saya kutip dari buku “The Making of Modern Economic” : “Pekerjaan stastistik modern oleh Stanley Lebergott dan Michael Cox mengkonfirmasi pemikiran pandangan Smithian ini (bahwa yang miskin juga bertambah sejahtera – Penj.) dan menyangkal kiritik yang dipercaya banyak orang bahwa dibawah system pasar bebas yang kaya menjadi lebih kaya dan miskin lebih miskin. Yang miskin juga menjadi kaya, menurut studi terbaru oleh Lebergott (1976) dan Cox (1999). Stanley Lebergott, professor emeritus di Wesleyan University, mepelajari pasar consumer individual dari makanan, pakaian, perumahan, bahan bakar, perlengkapan rumah tangga, transportasi, kesehatan, rekreasi dan agama. Sebagaimana dia mengembakan statistik… yang menunjukan pertumbuhan standar hidup semenjak tahun 1900 sampai 1970. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;">Sebagaimana table Lebergott tersebut menunjukan, standar hidup meningkat secara substansial untuk semua kelas, termasuk yang terbawah, pada abad keduapuluh. Dia mengkonfirmasikan pernyataan yang pernah dibuat oleh Andrew Carnagie, “Kapitalisme merubah kemewahan menjadi kebutuhan.” … Penelitian lain yang dilakukan Michael Cox, ekonom dari Bank Sentral Dallas, dan Richard Alm, penulis laporan bisnis dari Dallas Morning News, menyimpulkan bahwa harga real dari perumahan, makanan, bensin, listrik, layanan telepon, perlengkapan rumah, pakaian dan kebutuhan sehari-hari lainnya, turun secara signifikan selama abad keduapuluh. Peneliti juga menunjukan bahwa yang miskin di Amerika juga menunjukan perkembangan gradual dari kehidupan ekonomi mereka. Lebih banyak orang memiliki rumah, mobil, dan produk consumer lainnya lebih dari zaman sebelumnya, dan televisi bahkan ditemukan dirumah termiskin.”</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><o:p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;">Banyak dari pengkritik pasar bebas menganggap bahwa system pasar bebas adalah system hukum rimba dimana yang punya modal yang paling kuat. Padahal dalam kenyataannya system pasar bebas hanya akan berhasil ketika ada peraturan yang mencegah seseorang melukai yang lain. System pasar bebas atau liberalisme, atau kapitalisme, apapun anda menyebutnya adalah system yang paling demokratis dan damai. Walaupun seseorang, contohnya Bill Gates, menjadi kaya, bukankah itu karena orang lain menghargai kerja kerasnya dan mau membayarnya untuk itu? Dia tidak pernah memalaki orang untuk tersebut. Semuanya dihasilkan dari kerja keras, inovasi dan kreativitas. Tetapi apakah memang modal satu-satunya penentu keberhasilan dalam system pasar bebas? Tentu saja ini hanya sekedar mitos belaka. Kalau seandainya modal satu-satunya variable penentu keberhasilan, kita tidak akan pernah melihat Bill Gates, Steve Jobs, Paul Allen, Walt Disney, Ray Kroc, McDonalds Bersaudara,Thomas Alva Edison, Akio Morita, Michael Dell, dan banyak wirausahawan lainnya yang berhasil bukan karena kepemilikan modal, tetapi karena kerja keras, penghematan, kemauan, determinasi. Bukankah ini nilai-nilai yang mulia yang muncul dari pasar bebas, yang saya heran kenapa Cuma keserakahan dan keserakahan saja yang digembar-gemborkan para penentang kebebasan. Bukan hanya para usahawan saja yang diuntungkan oleh pasar bebas. Orang-orang seperti Michael Jordan, Arsene Wenger, Pablo Picasso, Michael Jackson, The Beatles, Rowan Atkinson, Charlie Chaplin, Pele, Albert Einstein, Billy Joel, dan jutaan lainnya yang membuat hidup kita lebih nyaman dan mengembangkan kebudayaan kita, adalah hasil dari pemikiran yang pro kebebasan. Pemikiran anti kebebasan hanya menghasilkan para dictator dan penguasa seperti para Paus abad pertengahan, Jenghis Khan, Lenin, Stalin, Hitler, dll.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><o:p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;">Mitos – mitos ini menuntun kita kepada mitos yang paling besar : <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> kurang bisa maju karena kekurangan SDM.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><o:p><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;"> </span></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;">Fakta : <st1:city st="on">Ada</st1:city> dua ratus juta penduduk <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place>. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:city></st1:place> dua ratus juta potensi, ada begitu banyak kreativitas, kemampuan, keahlian, dan tentu saja mimpi dan impian. Seandainya kita bisa lepaskan dua ratus juta manusia ini dengan bebas mengejar kebebasannya, maka tentu saja kesejahteraan <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> pasti akan tercapai.</span></p><p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-family:Agfa Rotis Sans Serif;">Sumber : Kutipan<br /></span></p>MANGASI SIMANJORANG SHhttp://www.blogger.com/profile/17827816859336179649noreply@blogger.com0