Kamis, 15 Oktober 2009

Ampun, Politisi Tak Jera Korupsi!


Abdul Hadi Djamal
(istimewa)

INILAH.COM, Jakarta � Jika ringkusan KPK ini terbukti bersalah, nekad betul Abdul Hadi Djamal. Di tengah maraknya politisi membangun citra, anggota Komisi V DPR ini justru membusukkan diri sendiri. Inikah bukti politisi bebal dan tak jera korupsi?

Hari-hari ini, para politisi sibuk membangun citra. Tak hanya personal, juga secara kelembagaan. Belum sepekan, misalnya, para pemimpin parpol mendeklarasikan komitmen antikorupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi. Maka, apa yang terjadi pada anggota Fraksi PAN itu sungguh mengenaskan.

KPK, Senin (2/3) malam pukul 22:15 menciduk anggota parlemen dari Dapil Sulawesi Selatan I itu. Anak buah Sutrisno Bachir tersebut tidak sendirian. Dia ditangkap bersama TU Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan, Darmawati. Keduanya ditangkap di Cassablanca, kawasan Karet, Jl Sudirman, Jakarta Selatan.

Dalam penangkapan tersebut turut diamankan barang bukti US$ 90 ribu dan Rp 54 juta. "Telah ditangkap pula Hontjo Kurniawan, yang mengaku pula telah memberikan uang senilai Rp 2 miliar dalam bentuk dolar AS," kata Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, M. Jasin kepada INILAH.COM, Selasa (3/3) di Jakarta.

Menurut Jasin, uang serbesar Rp 2 miliar tersebut diberikan melalui Darmawati dalam dua tahap. Pemberian pertama dilakukan Jumat (27/2) yang kemudian berujung pada penangkapan pada Selasa (2/3) malam.

Jasin menjelaskan, kasus ini terkait dengan pengembangan dermaga dan bandara di wilayah Indonesia Timur. "Soal status tersangka masih menunggu sampai ada pernyataan resmi dari KPK," katanya.

Sementara Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki, menilai, KPK sampai saat ini belum berani menangani kasus yang melibatkan para politisi. Menurut dia, dalam penanganan kasus korupsi selalu ada eliminasi tersangka secara minimal. "Seperti dalam kasus Rokhmin Dahuri, Bulyan Royan, Al Amin Nasution, kelihatan KPK mengeliminasi terhadap pihak yang terlanjur terekspos ke publik," katanya.

Ia mencontohkan dalam kasus aliran dana BI yang menyeret sebanyak 50-an anggota DPR periode 1999-2004. Menurut dia, jika dalam satu kasus melibatkan sekitar 50 orang, dalam lima kasus korupsi DPR bisa saja separuh anggota DPR dijadikan tersangka. "Mungkin dengan langkah ini, jauh lebih efektif daripada membuat deklrasi seremonial antikorupsi partai politik," kata Teten.

Mendapat tuduhan KPK tidak berani melakukan pembongkaran kasus korupsi yang melibatkan politisi Senayan, Jasin membantahnya dengan tegas. Menurut dia, pihak luar harusnya berimbang dalam menilai kinerja KPK. Menurut dia penangkapan pejabat negara hingga besan Presiden SBY Aulia Pohan sebagai bukti KPK tidak main-main dalam pemberantasan korupsi. "Semestinya diapresiasi," cetusnya.

Sementara Dirjen Perhubungan Laut Departemen Perhubungan Sunaryo menegaskan, pihaknya sampai saat ini belum bisa memastikan apakah Darmawati terlibat atau tidak dalam penangkapan KPK. Menurut dia, kini pihaknya sedang melakukan konfirmasi.

"Belum ada kepastian siapa ditangkap. Kami tidak ingin melanggar asas praduga tak bersalah," katanya.

Kendati demikian, mantan Perwira Tinggi AL tersebut mengaku penangkapan itu agak janggal. Apalagi terkait proyek pembangunan dermaga dan bandara di Indonesia Timur. "Darmawati itu di Hubla, masak ngurus bandara. Ia itu di distrik navigasi di Tanjung Priok," katanya.

Apakah Ditjen Hubla sedang mengerjakan proyek dermaga di Indonesia Timur? Sunaryo menegaskan proyek dermaga setiap tahun banyak. "Kalau pembangunan dermaga itu di luar distrik navigasi, yang ada kapal navigasi dan pelabuhan, meski dia tidak mustahil terlibat," pungkasnya. [I4]

0 komentar:

Posting Komentar