Minggu, 18 Oktober 2009

KETERANGAN PRESIDENTERHADAPRANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang Terhormat,
Hadirin yang Kami Hormati,
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada kita semua sehingga pada hari yang
berbahagia ini kita dapat bertemu dalam keadaan sehat wal’afiat guna menunaikan tugas
mulia kenegaraan, yakni membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi.
Perkenankanlah kami mewakili Presiden dalam kesempatan yang berbahagia ini
menyampaikan Keterangan Presiden terhadap RUU tentang Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi. Penyampaian Keterangan Presiden kepada Dewan yang terhormat merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari pemenuhan syarat dalam tahapan pembahasan RUU di
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sehubungan dengan itu, izinkan kami
menyampaikan Keterangan Presiden terhadap RUU tentang Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi, yang telah disampaikan oleh Presiden kepada Pimpinan DPR dengan surat
pengantar Nomor R-49/Pres/8/2008 tanggal 11 Agustus 2008.
Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang Terhormat,
Pengajuan RUU ini didasarkan pada keinginan yang kuat dalam merespon dan
memenuhi amanat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012,016,019/PUU-IV/2006 tanggal
19 Desember 2006, tentang Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi telah memutus
bahwa Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat sampai diadakan
perubahan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak putusan diucapkan. Dalam kurun
waktu yang diberikan selama 3 (tiga) tahun tersebut, Pemerintah berupaya menyusun dan
menyampaikan RUU tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebelum berakhirnya batas
waktu yang ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Dalam mempersiapkan RUU, Pemerintah terlebih dahulu mengkaji putusan
Mahkamah Konstitusi dan melakukan penelitian mengenai pembentukan pengadilan tindak
pidana korupsi yang dituangkan dalam Naskah Akademik. Naskah Akademik tersebut
merupakan dasar penyusunan RUU yang telah kami persiapkan sejak setelah putusan
diumumkan oleh Mahkamah Konstitusi. Sesuai dengan prosedur penyusunan RUU, Naskah
Akademik tersebut telah pula kami sampaikan bersamaan dengan penyampaian RUU kepada
DPR-RI.
Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang Terhormat,
Perkenankan kami menyampaikan beberapa materi pokok yang diatur dalam RUU
tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, antara lain sebagai berikut:
1. Tempat dan Kedudukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan pengadilan khusus yang berada di
lingkungan Peradilan Umum dan berkedudukan di setiap ibukota kabupaten/kota yang
daerah hukumnya meliputi daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan.
Dengan mempertimbangkan segala kemampuan yang ada dan agar penyelenggaraan
pengadilan tidak pidana korupsi dapat berjalan sesuai dengan harapan maka untuk
pertama kali pengadilan tindak pidana korupsi dibentuk pada pengadilan negeri di
ibukota provinsi. Khusus untuk Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, pengadilan
tindak pidana korupsi dibentuk pada setiap kotamadya yang daerah hukumnya
meliputi daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan. Pembentukan
pengadilan tindak pidana korupsi selanjutnya dilakukan secara bertahap dengan
Peraturan Presiden.

3
2. Kewenangan
Pengadilan tindak pidana korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang
berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi,
termasuk tindak pidana lain yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi.
Terhadap warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana korupsi di luar
wilayah negara Republik Indonesia, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara tersebut.
3. Komposisi Majelis Hakim
Majelis hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana
korupsi berjumlah ganjil, yakni paling sedikit berjumlah tiga orang hakim dan paling
banyak berjumlah lima orang hakim. Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
terdiri atas hakim karier dan hakim ad hoc. Adapun komposisi Hakim Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi dalam majelis adalah tiga banding dua dan penentuan
mengenai jumlah dan komposisi hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara tindak pidana korupsi ditetapkan oleh masing-masing ketua pengadilan atau
Mahkamah Agung sesuai dengan tingkatan dan kepentingan pemeriksaan perkara
kasus perkasus.
4. Keabsahan Perolehan Alat Bukti
Semua alat bukti yang diajukan di dalam persidangan harus dapat
dipertanggungjawabkan perolehannya secara hukum. Hakim menentukan sah
tidaknya alat bukti yang diajukan di muka persidangan, baik yang diajukan oleh
penuntut umum maupun oleh terdakwa.
5. Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi di Sidang Pengadilan
Pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi di sidang pengadilan diawali dengan
pemeriksaan pendahuluan. Tujuan pemeriksaan pendahuluan adalah pertama, untuk
mengklarifikasi dipenuhinya kelengkapan, kejelasan, dan kecermatan materi surat
dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum. Kedua, mencegah adanya miscarriage
of justice dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi. Ketiga, mencegah
stigmatisasi terhadap kinerja penuntut umum dan terhadap majelis hakim.

4
Adapun batas waktu penyelesaian perkara tindak pidana korupsi pada tingkat pertama
adalah paling lama 120 (seratus dua puluh) hari terhitung sejak tanggal perkara
dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Pada tingkat banding batas waktu
penyelesaian perkara paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal berkas
perkara diterima oleh pengadilan tinggi. Pada tingkat kasasi batas waktu penyelesaian
perkara paling lama 120 (seratus dua puluh) hari terhitung sejak tanggal berkas
perkara diterima oleh Mahkamah Agung. Dalam hal putusan pengadilan dimintakan
peninjauan kembali (PK), pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi diperiksa dan
diputus dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal berkas
perkara diterima oleh Mahkamah Agung.
6. Kepaniteraan
Untuk mendukung kelancaran tugas hakim dalam memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi maka pada setiap Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi dapat ditetapkan adanya kepaniteraan khusus yang dipimpin
oleh seorang panitera. Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, tanggung jawab,
susunan organisasi, dan tata kerja kepaniteraan khusus pengadilan tindak pidana
korupsi diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung.
7. Pembiayaan
Biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang tentang
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dibebankan pada anggaran Mahkamah Agung
yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
8. Transparansi dan Akuntabilitas
Setiap orang berhak memperoleh informasi dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
menyediakan informasi yang bersifat terbuka dan dapat diakses oleh publik mengenai
penyelenggaraan pengadilan tindak pidana korupsi. Selanjutnya kententuan mengenai
hak dan informasi yang bersifat terbuka diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung.

5
Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang Terhormat,
Demikian Keterangan Presiden terhadap RUU tentang Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi. Semoga Dewan yang terhormat dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat
mengagendakan dan mengintensifkan pembicaraan materi muatan RUU ini dalam masa
sidang DPR saat ini, sehingga sesegera mungkin kita dapat mencapai persetujuan bersama
untuk selanjutnya disahkan oleh Presiden menjadi undang-undang.
Akhir kata, kami atas nama Presiden mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang
setinggi-tinggi atas perhatian anggota Dewan yang terhormat dan kesabarannya dalam
mendengarkan penyampaian Keterangan Presiden ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
meridhoi segala amal bakti kita dalam mewujudkan tatanan kehidupan berbangsa dan
bernegara yang tertib, adil, makmur, dan sejahtera.
Amin Ya Rabbal’alamin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
ATAS NAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA

0 komentar:

Posting Komentar