Sejak MK dibentuk, buku-buku mengenai MK semakin banyak ditemukan di pasaran, baik yang ditulis lingkar dalam MK sendiri maupun orang lain yang menaruh minat pada masalah-masalah ketatanegaraan.
Salah satu buku terbaru adalah “The
Mahkamah Konstitusi memang menjadi pemain baru di tatanan kenegaraan Indonesia sejak 2003. UUD 1945 hasil amandemen telah menempatkan Mahkamah sebagai the guardian of the constitution, bahkan juga sebagai the sole interpreter of the constitution. Lembaga ini dibentuk untuk menjaga prinsip keseimbangan antara kepentingan rakyat dengan hasil kerja DPR dan Pemerintah dalam bidang perundang-undangan. Mahkamah bertugas mengontrol agar suatu undang-undang tetap berada pada jalur konstitusi yang benar.
Sebagai lembaga baru, bagaimanapun Mahkamah harus memperkenalkan diri kepada khalayak. Serangkaian kegiatan dilaksanakan, publikasi persidangan secara luas, akses putusan yang lebar, dan sosialisasi hingga ke pelosok. Itu merupakan langkah yang coba ditempuh sembilan hakim konstitusi dan jajarannya. Toh, semua upaya tersebut belum sepenuhnya membuahkan hasil. Belum semua warga mengenal seperti apa gerangan Mahkamah Konstitusi dan tugas-tugasnya. Tidak mengherankan kalau seorang sopir taksi
“Potongan cerita mengenai Ibu Ina dan sopir taksi adalah dua bagian yang menarik perhatian saya saat pertama kali membolak balik buku ini,” komentar Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Bivitri Susanti.
The New A Study Into Its Beginnings and First Years of Work Penulis: Penerbit: Hanns Seidel Foundation Terbitan: Halaman: 119 + XV |
Ini bukan buku pertama Petra mengenai Indonesia. Sebelumnya, bule asal Jerman ini telah menulis “Indonesian Reformasi as Reflected in Law, Change and Continuity in Post-Suharto Era Legislation on the Political System and Human Rights” (2004). Setahun kemudian ia juga menyumbang tulisan untuk sebuah buku mengenai masa setelah kejatuhan Soeharto, berjudul “Development in Legislation in the Megawati Era”.
Sebenarnya buku
Laica Marzuki, Soedarsono dan Maruarar Siahaan adalah hakim usulan Mahkamah Agung. Jimly Asshiddiqie, Achmad Roestandi dan I Dewa Gede Palaguna usulan DPR. Sisanya, HAS Natabaya, Mukhtie Fadjar dan Harjono merupakan usulan Pemerintah (saat itu Presiden Megawati). Menurut penelusuran
Mengenai pentingnya mahkamah konstitusi dalam sebuah Negara yang sedang mengalami transisi demokrasi, Petra mengutip pendapat dari Ketua Mahkamah Konstitusi Korea Selatan, Yoong-Joon Kim yang mengatakan berdasarkan pengalaman negaranya,” Dari sudut pandang politik, dapat dikatakan bahwa Mahkamah Konstitusi telah mempercepat proses demokrasi di Korea Selatan dari system otoriter pada rezim yang lalu. Sistem hukum, yang telah mengontrol konstitusi dari luar, saat ini telah memasuki tahap reformasi” (hal. 1)
Putusan-putusan MK yang kontroversial juga menjadi sorotan Petra. Diantaranya, putusan mengenai pemulihan hak politik para eks tapol PKI (Hal. 44), putusan mengenai Provinsi Irian Jaya Barat (hal. 53), masalah tentang asas retroaktif yang ditafsirkan MK (hal. 64).
0 komentar:
Posting Komentar